Mubadalah.id – Jika merujuk kepada buku Parenting With Love, yang ditulis oleh Maria Ulfah Anshor, tentang ketentuan normatif mengenai ASI, maka dapat disimpulkan Undang-undang (UU) Perlindungan Anak wajib menjamin bahwa bayi berhak memperoleh ASI.
Pasalanya, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan bayi. Di dalam ASI juga terdapat kandungan gizi yang sangat tinggi, dan memenuhi syarat untuk kebutuhan perkembangan otak dan fisik bayi.
Selain itu, ASI menurut Maria, diketahui banyak mengandung zat yang bermanfaat bagi kekebalan tubuh. Karena itu, bayi yang disusui oleh ibunya, biasanya lebih tahan terhadap berbagai penyakit karena terimunisasi oleh zat yang terkandung dalam ASI.
ASI harus diberikan sesegera mungkin, karena mengandung zat-zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai macam penyakit dan infeksi.
Pada hari pertama setelah anak lahir, puting payudara ibunya mengeluarkan cairan berwarna kuning yang disebut dengan colostroom.
Jumlahnya sedikit tetapi memberikan manfaat yang sangat besar bila diisap oleh bayi, karena mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat membentengi bayi dari berbagai serangan penyakit.
6 Ketentuan Normatif Mengenai ASI
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui beberapa ketentuan normatif mengenai ASI. Berikut enam ketentuan normatif mengenai ASI, seperti merujuk dalam buku yang sama.
Pertama, UU Perlindungan Anak menjamin bahwa anak berhak memperoleh ASI, sehingga merupakan kewajiban bagi orang tua untuk memenuhinya dan tidak boleh mengabaikannya.
Kedua, masa menyusui anak, apabila ingin sempurna adalah dua tahun penuh sebagaimana dianjurkan al-Qur’an.
Meskipun setelah bayi berusia empat bulan sudah bisa diberikan makanan tambahan berupa sereal atau bubur bayi, sebaiknya ASI terus diberikan.
Bahkan, bagi seorang ibu yang siang harinya bekerja pun sebaiknya pada malam hari memberikan kesempatan kepada bayinya untuk tetap memperoleh ASI, supaya reproduksi ASI tidak terhenti.
Semakin sering dikeluarkan, ASI akan semakin banyak. Sebaliknya, semakin jarang ASI dikeluarkan, maka akan semakin berkurang dan lama-kelamaan menjadi kering, sehingga dengan sendirinya tidak dapat keluar.
Ketiga, ayah bayi tersebut turut bertanggung jawab membantu ibu agar ASI tersedia cukup, dengan cara menyediakan makanan yang bergizi sesuai yang dibutuhkan, menciptakan suasana tenteram dalam rumah tangga, dan tidak membebani ibu dengan pekerjaan-pekerjaan berat yang dapat mengganggu proses penyusuan tersebut.
Keempat, masa penyusuan tersebut boleh dihentikan sebelum dua tahun, dengan syarat harus mempertimbangkan kondisi kesehatan dan kepentingan anak.
Keputusan tersebut didasarkan atas persetujuan bersama antara suami istri setelah keduanya membicarakan berbagai kemungkinan yang akan dihadapi anak, serta memastikan bahwa anak akan memperoleh makanan pengganti ASI sebaik mungkin.
Kelima, apabila ayah bayi tersebut sedang bepergian atau telah meninggal, salah seorang anggota keluarganya harus mengambil alih kewajibannya memelihara bayi tadi dengan menyediakan kebutuhan-kebutuhan bayi dan ibunya, agar bayi tetap mendapatkan ASI.
Keenam, seorang ibu yang dapat menyusui anaknya tidak boleh mengalihkan kewajibannya kepada orang lain.
Islam mewajibkan ayah bayi tersebut menanggung biaya dan seluruh kebutuhan hidup ibunya agar menyusui anaknya, meskipun telah dicerai.
Dalam hal ini, Islam menjamin agar bayi tersebut tetap memperoleh hak untuk mendapatkan ASI sebagaimana yang ia butuhkan. Itulah 6 ketentuan normatif mengenai ASI (Rul)