Mubadalah.id – Hari demi hari, bulan pun berganti, hingga tepat satu tahun sudah sejak tragedi kemanusiaan itu dimulai. Sejak serangan itu, entah sudah berapa ton rudal yang jatuh, berapa liter darah yang tumpah, atau berapa kilometer lagi orang-orang Palestina harus berjalan untuk mencari tempat aman.
Satu Tahun Sudah
Satu tahun sudah kita menyaksikan pembantaian yang tak ada habisnya, pemandangan para korban yang terluka, gedung dan jalan yang sudah rata atau para pengungsi yang berebut bantuan serta anak-anak yang haus dan kelaparan.
Satu tahun juga kita telah melihat aksi protes, demonstrasi, dan boikot seluruh dunia. Juga kejulidan netizen serta propaganda buzzer yang ikut meramaikan dunia maya. Satu tahun pula kita dibuat muak dengan tingkah Israel dan Amerika, para pemimpin negara yang diam akan genosida, atau diplomasi perserikatan bangsa-bangsa yang tak jelas hasil dan tujuannya.
Satu tahun berlalu…
Isu Palestina pun mulai tenggelam
Perayaan Genosida
7 Oktober akan menjadi anniversary untuk perayaan genosida bagi seluruh dunia. Perayaan ini harusnya cukup semarak untuk 40.000 lebih jiwa manusia yang saat ini telah tenang di surga. Entahlah perayaan macam apa yang akan mereka buat. Mungkin demonstrasi besar-besaran, petisi, atau bahkan agresi dari negara-negara yang sudah cukup berani.
Kemarin kita baru saja menyaksikan agresi dari Iran dengan rudal-rudalnya yang cukup mengesankan. Atau Lebanon dan Yaman yang masih terus melakukan perlawanan. Meski eskalasi konflik ini terpantau akan semakin luas dan memanas, nampaknya hanya jalur militer yang terbukti cukup ampuh untuk menghentikan para pembunuh berdarah dingin itu.
Bukan tanpa alasan, genosida atas Palestina yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun ini menjadi genosida paling terdokumentasi di abad ini, namun tak kunjung mendapat justifikasi. Sudah berapa banyak demonstrasi yang terjadi di seluruh belahan dunia, aksi protes dan kecaman di dunia maya. Belum aksi boikot masal dan diplomasi bertaraf internasional yang tak kunjung membawa hasil signifikan.
Nampaknya satu tahun sudah lebih dari cukup untuk memberi tenggang waktu bagi Israel dan para sekutunya untuk menghentikan kegilaan mereka. Jika dengan semua tekanan dan diplomasi tak kunjung membuat mereka jera bahkan semakin membabi buta, maka sudah jelas bahwa tujuan mereka adalah menantang kekuatan dunia.
Maka sudah seharusnya para pemimpin dunia tidak kehilangan wibawanya. Beranilah mengambil tindakan tegas dalam perlawanan. Saat seluruh dunia mau bergandengan tangan dan melawan atas nama kemanusiaan, maka pada saat itulah anniversary genosida telah dirayakan dengan cara yang pantas.
Apa Kabar Palestina?
Namun sayangnya perayaan yang indah itu masih jauh dari angan, apalagi kenyataan. Setiap negara, benua, komunitas, termasuk pemimpinya masih dipisahkan dengan kepentingan dan egonya masing-masing. Kita bisa melihat bagaimana alasan politik, ekonomi, sampai ideologi lebih dipertimbangkan daripada alasan kemanusiaan.
Hingga tulisan ini dibuat, rakyat palestina masih memperjuangkan hidup mereka sendirian. Meski ribuan donasi telah dikirimkan, nyatanya tak banyak juga merubah keadaan. Semua bantuan itu hanya memperpanjang antrian container di perbatasan. Mereka masih saja kedinginan, kelaparan dan ketakutan.
Hidup di tengah reruntuhan, dengan suara bising drone dan tembakan 24 jam. Belum lagi bau anyir darah dan bubuk mesiu yang menyengat. Berpindah-pindah mencari tempat aman dan mengais apa saja yang bisa dimakan. Menunggu giliran sembari menghitung jumlah keluarga dan sanak yang menjadi korban. Mengerikan…
Namun yang lebih menyakitkan adalah, setiap hari kamera para wartawan mengambil gambar. Mereka tahu keadaan mereka disiarkan. Seluruh dunia sedang menonton penderitaan mereka. Seluruh mata tertuju pada Gaza. Berbagai simpati dan dukungan dikirimkan, emoticon-emoticon sedih pun membanjiri kolom komentar. Namun tak banyak yang bisa memperbaiki keadaan.
Sungguh memuakkan…
Hidup di tengah modernitas yang yang katanya menjunjung tinggi humanisme dan kesetaraan. Namun nyatanya pelanggaran kemanusiaan masih menjadi pertimbangan untuk mengambil tindakan perlawanan. Kepentingan politik, ideologi, dan golongan masih menjadi prioritas. Sungguh standar ganda yang sangat menjengkelkan.
Pasrah atau Bosan
Satu tahun berlalu..
Isu Palestina mulai tenggelam, seiring dengan FYP yang berganti jadi topik perpolitikan, perselingkuhan dan hal-hal viral. Hastag “FreePalestine” dan emoticon semangka mulai jarang terlihat. Headline dan pembahasan seputar Palestina pun mulai jarang disiarkan. Seruan boikot dan aksi protes pun sudah jarang terdengar.
Mungkin sebagian sudah mulai lelah dan bosan dengan issue Palestina, juga terbiasa dengan adegan-adegan mengerikan di sana. Mulai menyekip konten-konten palestina yang lewat di beranda mereka, mencari FYP yang lebih menarik dan sedikit demi sedikit melupakannya.
Sebagian lagi juga mungkin lelah dengan aksi boikot. Sulit menemukan produk subtitusi, atau menghindari produk-produk yang terafiliasi. Akhirnya mereka kembali pada kebiasaan lama, membeli produk dengan preferensi harga.
Pada akhirnya orang-orang akan kembali dengan kehidupan normalnya masing-masing. Bekerja dan beraktivitas seperti biasa, memposting kegiatannya di sosial media. Membeli apa saja yang mereka inginkan. Sementara Palestina masih dalam penderitaan.
Sebagain lagi mungkin sudah pasrah, seruan dan aksi mereka tak juga mengubah keadaan. Pemerintah tidak banyak mengambil tindakan, dunia pun tak kunjung melakukan perlawanan. Sedangkan keadaan Palestina semakin mengerikan.
Tak ada yang salah. Manusia memang cepat lelah dan bosan. Namun di situlah ujian diletakan. Seberapa jauh kita akan terus menyuarakan kemanusiaan. Ketika merasa lelah dan bosan, tak apa untuk berhenti sejenak. Namun tengoklah mereka kembali. Saat kita diuji dengan kebosanan, lihatlah mereka yang diuji dengan kematian.
Ingatlah, Tuhan itu ada, Palestina masih ada. Dan sejarah tidak pernah mencatat kejahatan menjadi pemenangnya. []