• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh Profil

Menilik Konsep Hermeneutika Amina Wadud

Pemikiran dan kajian Amina Wadud membahas seputar isu feminis dan gender. Hermeneutika yang ditawarkan oleh Wadud merupakan hermeneutika feminis yang menempatkan al-Quran sebagai pondasi dan obyek utamanya.

Rabiatul Adawiyah Rabiatul Adawiyah
16/02/2021
in Profil, Rekomendasi
0
Hermeneutika

Hermeneutika

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hermeneutika menjadi salah satu diskursus keilmuan yang belakangan ini menjadi sebuah kajian yang sering dibahas. Hermeneutika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu hermeneuein yang artinya menafsirkan. Banyak tokoh hermeneutika yang pemikirannya menjadi bahasan khusus dalam dunia intelektualitas. Diantaranya adalah Schleiermacher, Dilthey, Gadamer dan Habermas.

Tokoh hermeneutika yang juga tidak kalah menarik adalah Amina Wadud. Amina Wadud sendiri merupakan salah satu tokoh feminis yang pemikirannya seringkali menimbulkan kontroversi. Terlepas dari polemik yang terjadi mengenai pemikiran Amina Wadud, penulis berusaha membahas sedikit mengenai pemikiran dan sudut pandang Amina Wadud terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan perihal perempuan.

Pemikiran dan kajian Amina Wadud membahas seputar isu feminis dan gender. Hermeneutika yang ditawarkan oleh Wadud merupakan hermeneutika feminis yang menempatkan al-Quran sebagai pondasi dan obyek utamanya.

Amina Wadud mengklasifikasikan penafsiran yang membahas mengenai perempuan ke dalam tiga kategori. Kategori pertama ialah tafsir tradisional. Pada kategori tafsir tradisional ini menggunakan metodologi atomistik yakni penafsiran yang dimulai dengan pembahasan dari ayat pertama pada surat pertama kemudian beralih pada ayat kedua surat pertama hingga seterusnya.

Tafsir tradisional dalam upayanya menafsirkan Al-Qur’an, mayoritas ditulis atau ditafsirkan oleh kaum pria sehingga penafsirannya dianggap meniadakan pengalaman, perspektif dan kebutuhan perempuan. Pada kategori ini oleh Wadud dirasa kurang dalam kaitannya ‘ramah gender’.

Baca Juga:

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Sejarah Kartini (1879-1904) dan Pergolakan Feminis Dunia Saat Itu

Nenengisme: Gerakan Perempuan Akar Rumput

Mengapa Harus Tubuh Perempuan yang Diatur?

Kategori kedua adalah kategori reaktif. Kategori ini menggambarkan reaksi pemikir modern terhadap pengalaman yang dialami perempuan baik secara individu ataupun masyarakat, dan celakanya hal tersebut dianggap berasal dari al-Quran. Mereka (para pemikir modern) meniadakan analisis yang komprehensif terhadap al-Quran. Maka kategori kedua ini oleh Wadud juga dianggap tidak sesuai dengan wacana feminis islam, karena bertolak belakang terhadap al Qur’an, yang mana al-Quran adalah sumber utama dan ideologi Islam.

Kategori ketiga ini merupakan kategori penafsiran yang ditawarkan oleh Amina Wadud, ialah metode holistik. Metode holistik adalah metode yang mempertimbangkan kembali penafsiran Al-Qur’an seraya mengaitkannya dengan isu-isu sosial, ekonomi, politik, moral dan juga mengenai isu perempuan. Selain itu, Wadud juga menaruh ‘pengalaman perempuan’ dalam interpretasi yang dilakukannya.

Dalam menganalisis ayat Al-Qur’an yang membahas mengenai perempuan, Wadud menguraikannya menjadi lima metode. Pertama, menganalisis ayat tersebut sesuai konteksnya. Kedua, menganalisis ayat tersebut sesuai konteks pembahasan topik-topik yang sama dalam Al-Qur’an. Ketiga, menganalisis ayat tersebut menggunakan unsur gramatikal dan sintaksis yang sama dalam Al-Qur’an. Keempat, menganalisis dari sudut prinsip al-Quran yang menolaknya. Kelima, menganalisis ayat tersebut menurut konteks Al-Qur’an sebagai weltanschauung.

Sebagai contoh surat an Nisa’ ayat 1. Wadud menitikberatkan pada tiga kata kunci yakni: min, nafs, dan zawj. Ketiga kata kunci ini oleh Wadud dikaji ulang menggunakan kajian hermeneutika. Hasil dari analisisnya adalah bahwa al-Quran tidak menyebutkan bahwa Allah memulai penciptaan dengan nafs Adam, seorang laki-laki.

Al-Quran hanya menyebutkan bahwa Allah memulai penciptaan dari suatu yang tunggal, yakni nafs. Penggunaan unsur gramatikal dan sintaksis sebagai alat analisis hermeneutika juga digunakan dalam penafsiran ayat satu surat an nisa’ ini. Kata min diartikan sebagai ‘dari jenis yang sama’. Sehingga pendapatnya ini menolak tafsiran yang mengartikan min sebagai ‘dari’ atau ‘penyarian dari sesuatu’.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran Amina Wadud menitik beratkan pada unsur kebahasaan , prior text dan kontekstualisasinya. Bahasa sangat berperan penting dalam wacana hermeneutika ini. Perbedaan unsur bahasa penafsir dapat menyebabkan perbedaan pembacaan makna. Unsur kebahasaan ini juga dianggap penting terlebih untuk menganalisis persoalan dimensi ghaib, yang dalam hal ini kaitannya dengan penciptaan manusia.

Kemudian mengenai prior text. Prior text adalah latar belakang, persepsi dan keadaan individu si penafsir. Hal ini dapat dikatakan sebagai subyektifitas penafsir. Dalam hermeneutika Amina Wadud, prior text berperan penting karena Amina Wadud sebagai penafsir berinteraksi dengan teks sesuai dengan situasi, kondisi dan konteks yang terjadi pada perempuan. Ayat-ayat Al-Qur’an memang tidak berubah tetapi pemahamannya dapat berubah mengikuti penafsiran si penafsir. Maka penafsir menempati posisi yang penting dan utama dalam diskursus keilmuan tafsir.

Pemikiran Amina Wadud inilah membanting budaya patriarki yang melanggengkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender yang bersembunyi dibalik dalil-dalil agama, dalil-dalil yang semestinya sesuai dengan misi Islam yakni Islam Rahmatan Lil alamin. Islam sebagai Rahmat alam semesta.

Selaras dengan apa yang dikatakan Mansour Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial bahwa tafsiran agama dapat mempengaruhi bahkan melanggengkan ketidakadilan gender maupun sebaliknya, maka Amina Wadud kiranya mengambil langkah yang tepat. Pemikirannya dan pengkajian ulang terhadap tafsir agama dirasa dapat menjadi salah satu problem solving atas wacana penafsiran yang misoginis dan tidak ramah gender. []

 

Tags: amina wadudfeminismeHermeneutikaMuslimah Feministafsir qur'anTokoh Inspiratif
Rabiatul Adawiyah

Rabiatul Adawiyah

Penulis bernama Rabiatul Adawiyah. Mempunyai hobi membaca dan merawat tanaman. Dapat disapa melalui instagram: @cacty_green

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Kebebasan Berekspresi

Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

13 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version