Investing in woman, yang diinisiasi oleh Pemerintah Australia untuk Asia Tenggara dalam twitternya menunjukan hasil eksperimen mereka berupa video. Video riset tersebut didahului dengan kalimat bahwa Perempuan Indonesia sudah banyak berkontribusi dalam segala bidang pekerjaan, namun apakah masyarakat percaya akan eksistensi mereka?
Riset dilakukan kepada 30 responden dengan memberikan masing-masing 10 gambar profesi tanpa identitas baik laki-laki atau perempuan yang harus mereka lengkapi. Hasil menunjukan hanya 22% dari 300 gambar yang diidentifikasi sebagai perempuan.
Yogi, seorang pekerja yang manjadi subjek penelitian menyatakan alasannya mengapa menggambar Hakim sebagai laki-laki, adalah karena ia memang tidak meyakini emansipasi wanita. Sedangkan Andika seorang mahasiswa yang mengambar astronot berjenis kelamin laki-laki memberikan alasan bahwa karena ia melihat di media bahwa astronot berjenis kelamin laki-laki “Saya sendiri itu sudah melihat itu via Media, rata-rata udah pernah liat astronot itu laki-laki” ucapnya dalam video yang berdurasi satu menit tersebut.
Sedangkan Dini, seorang mahasiswa yang juga berjenis kelamin Perempuan menyatakan bahwa Perempuan ketika berkendara terkadang seinnya ke kiri tapi malah berbelok ke kanan dan itu yang menyebabkan dia meragukan kemampuan Perempuan.
Diakhir video tersebut kemudian terdapat pernyataan bahwa “Bias Gender ada di tengah kita, padahal profesionalitas tidak pandang jenis kelamin, siapapun punya kesempatan yang sama”
Kalis Mardiasih, seorang kolumnis yang fokus terhadap isu Perempuan turut mengomentari video tersebut dalam cuitannya di twitter “Buat percaya kalo kesetaraan itu nyata, kata kuncinya ya percaya aja dulu. Percaya kalo astronot perempuan itu ada. Percaya kalo driver perempuan itu aman. Kalau gak #TanamkanKepercayaan, akses buat kesetaraan selamanya ga akan ada” tulisnya dalam cuitan di twitter 31/05/19
Dalam beberapa unggahan yang lain, akun official Investing In Woman (@IWASEAN) juga memberikan data-data bagaimana Perempuan diberikan akses yang lebih sedikit terhadap pekerjaan mereka, seperti data bahwa di Asia Tenggara Pebisnis Perempuan memiliki akses 7% lebih kecil dari pada laki-laki pada jaringan bisnis.