Jumat, 22 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

    Sikap Moderat

    Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

    Sifat Fleksibel

    Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    Gus Dur

    Gus Dur Sosok yang Rela Menanggung Luka

    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

    Sikap Moderat

    Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

    Sifat Fleksibel

    Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    Gus Dur

    Gus Dur Sosok yang Rela Menanggung Luka

    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Teater Pendidikan Karakter yang Efektif bagi Anak

Sesungguhnya berlatih teater selain untuk pendidikan karakter anak yang efektif, adalah agar kami kelak bisa menjadi aktor-aktor handal di panggung kehidupan

wiwin wihermawati wiwin wihermawati
28 September 2022
in Pernak-pernik
0
Teater

Teater

372
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dikenalkan dengan dunia seni peran sejak kelas tiga SD, penulis mempelajari banyak hal yang manfaatnya sangat berasa sampai saat ini. Waktu itu kami berlatih keras untuk pementasan tahunan di sekolah. Namun satu hal yang tertanam di dalam memori saya adalah kata-kata guru kami waktu itu bahwa meskipun kami berlatih untuk sebuah hasil final berupa pementasan, sesungguhnya berlatih teater selain untuk pendidikan karakter anak yang efektif, adalah agar kami kelak bisa menjadi aktor-aktor handal di panggung kehidupan.

Dan proses latihan pun dimulai. Selama tiga sampai dua bulan menjelang pementasan, kami melakukan banyak latihan dasar : olah nafas, konsentrasi, olah vokal, dan olah tubuh. Termasuk dalam sesi latihan dasar adalah ketika kami diminta untuk melakukan penggalian mendalam terhadap berbagai ekspresi emosi baik positif (gembira, semangat, dan sebagainya) maupun negatif (sedih, marah, dan sebagainya).

Untuk dapat mengeluarkan ekspresi yang total, kami diberi waktu untuk menggali memori-memori dalam kepala kami masing-masing, tentang hal-hal yang bisa memancing ekspresi-ekspresi itu keluar. Misalnya untuk mengeluarkan ekspresi sedih, kami diberi waktu untuk mengingat kejadian-kejadian yang membuat masing-masing kami merasa sedih. Tentu setiap orang punya pengalaman yang berbeda tentang hal-hal yang membuatnya sedih.

Berbagai ekspresi baik positif maupun negatif menjadi syarat seorang pemain teater untuk bisa melakukan akting di atas panggung. Secara psikologis hal ini memberikan kesempatan bagi seseorang untuk bisa menyalurkan ekspresi emosionalnya secara seimbang. Hal ini sejalan dengan konsep healing atau terapi psikologis, dimana seseorang dilatih untuk bisa melakukan proses penerimaan terhadap hal-hal yang membuat dia kecewa, marah, benci, takut, dan sebagainya, untuk kemudian bisa dikendalikan.

Ini sangat membantu untuk menjaga kewarasan seseorang, sebab dunia di luar sana seringkali melarang kita untuk memiliki emosi-emosi negatif yang sangat manusiawi itu. Kita hanya diizinkan untuk memiliki emosi-emosi positif seperti semangat, kegembiraan, keberanian, dsb. Ketidakseimbangan ini akhirnya membuat banyak orang merasa tertekan dan depresi.

Berlanjut ke sesi  latihan seni peran, ekspresi-ekspresi tidak bisa seenaknya saja dikeluarkan sekehendak hati, tetapi harus disesuaikan dengan instruksi pelatih. Seringkali pelatih memberi jeda waktu yang sebentar-sebentar untuk beralih dari satu ekspresi ke ekspresi berikutnya. Misalnya kami diinstruksikan untuk mengeluarkan ekspresi gembira selama satu menit, kemudian tiba-tiba kami diinstruksikan untuk beralih ke ekspresi sedih.

Pelatih akan terus melakukan pengulangan sampai ekspresi yang didapat betul-betul alami berasal dari penghayatan terhadap emosi, bukan ekspresi yang terlihat dibuat-buat. Lompatan-lompatan emosi yang terus menerus dilatih ini  tentu saja sangat berguna bagi anak-anak untuk bisa melakukan kontrol emosinya, kini dan kelak ketika dewasa.

Setelah melalui proses panjang latihan dasar, akhirnya kami mendapat naskah. Senangnya bukan main. Bayangan akan sebuah pementasan yang lebih nyata mulai kelihatan bentuknya. Namun sebelum proses casting atau pembagian peran, sutradara bersama penulis naskah mengajak kami untuk melakukan bedah naskah, untuk memahami latar belakang dan maksud serta tujuan naskah, agar kami para pemain mampu menyampaikan pesan-pesan tersurat dan tersirat sesuai “keinginan” naskah. Di sini, kami yang masih anak-anak diajak untuk melakukan proses mendengar dan membaca maksud yang diinginkan penulis naskah.

Sampai di titik ini, kami dilatih untuk masuk pada pintu gerbang wilayah “ketaatan” terhadap teks. Jika diartikan lebih jauh, sederhananya proses ini sangat berguna untuk membentuk karakter dasar seorang muslim, yakni ketundukan dan kepatuhan terhadap larangan dan perintah Tuhan yang termaktub dalam teks-teks kitab suci.

Selanjutnya untuk masuk pada tahap casting, kami diharuskan melakukan reading (membaca dialog) sesuai peran-peran yang terdapat dalam naskah. Proses ini memakan waktu beberapa hari sampai semua peran dalam naskah “menemukan” orang yang tepat. Setelah pembagian peran mencapai final, kami dimotivasi untuk belajar mendalami peran-peran tersebut (baik antagonis maupun protagonis) di luar jam latihan, yakni dengan melakukan proses observasi.

Model-model karakter yang didapatkan di lapangan tersebut kemudian menjadi referensi dan contoh nyata bagi si pemeran untuk melakukan aktingnya di atas panggung. Proses observasi peran ini melatih anak-anak untuk bisa melihat dan mendengar lebih dekat realitas di lapangan. Karakter ini tidak saja dibutuhkan manusia dewasa untuk bisa mengasah empatinya (memahami menjadi atau dalam posisi orang lain), tetapi juga sekaligus sebagai skill dasar yang dibutuhkan para peneliti sosial.

Dengan mengambil beberapa contoh proses latihan teater dan seni peran tersebut telah terlihat bagaimana proses-proses tersebut menjadi sangat penting bahkan dibutuhkan bagi anak-anak untuk menuju proses usia dewasanya.

Selanjutnya, bagaimana halnya dengan fenomena game-game online yang sekarang ini dipermasalahkan sebagai penyumbang bagi terpaparnya anak-anak oleh unsur kekerasan? Tentu sangat jauh berbeda pendidikan karakter yang ditanamkan proses berteater dengan “pendidikan karakter” yang diperoleh dari “seni peran” dalam “panggung” di layar hp atau monitor PC.

Teater menyajikan peran-peran yang diringkas dari berbagai peran di kehidupan nyata, tentu saja termasuk tokoh-tokoh antagonis lengkap dengan adegan-adegan kekerasannya. Namun ketika anak-anak berteater, mereka dituntut untuk menghayati peran secara maksimal sekaligus mengontrol kesadaran bahwa dirinya adalah sebatas pemain yang sedang berpura-pura.

Tentu saja meski terdapat adegan perkelahian misalnya, teater melatih anak-anak agar melakukan “perkelahian yang indah” yang layak menjadi tontonan sekaligus tuntunan sesuai dengan pesan-pesan sosial yang ingin disampaikan naskah.

Sementara di atas panggung game online, anak-anak memilih berbagai karakter untuk satu tujuan : memenangkan pertarungan. Sampai sini sudah dapat dibayangkan karakter semacam apa yang tertanam pada seorang anak yang dididik dengan seni peran panggung teater dengan anak-anak yang “dididik” dengan “seni peran” karakter game online.

Meskipun game online yang bermuatan adegan perang diklaim juga sebagai salah satu media yang mengasah kecerdasan anak seperti melatih skill mengatur strategi, ketangkasan, kecepatan berpikir, dan sebagainya, namun dampak negatifnya lebih banyak dirasakan dan meresahkan banyak orang tua dan guru.

Dengan demikian, belajar berteater yang melibatkan keseluruhan potensi rasa, pikir, dan fisik, menjadi pilihan yang sangat masuk akal untuk mengembalikan anak-anak kita ke “jalan yang benar”. []

 

 

Tags: anakEkstrakulikulerLembaga PendidikanparentingPendidikan KaraktersekolahSeni PeranTeater
wiwin wihermawati

wiwin wihermawati

Wiwin Wihermawati, ibu rumah tangga, suka kopi dan puisi, tinggal di Cirebon.

Terkait Posts

Nasihat Anak
Hikmah

Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

21 Agustus 2025
Sikap Moderat
Hikmah

Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

21 Agustus 2025
Sifat Fleksibel
Hikmah

Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

21 Agustus 2025
Kesetaraan Gender
Hikmah

Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

19 Agustus 2025
Peran Orangtua Mendidik Anak
Hikmah

Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

19 Agustus 2025
Orangtua Mendidik Anak
Hikmah

Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

19 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training
  • Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme
  • Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak
  • Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah
  • Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID