• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengungkap Keresahan Perempuan Di Balik Generasi Sandwich

Ada pula istilah lainnya adalah “Double Sandwich”. Sebagai contoh para fresh graduate di Indonesia yang terbebani ekspektasi dan beban finansial. Seperti dituntut harus membiayai adik-adiknya, karena kondisi orang tua yang semakin menua tidak lagi bekerja

Aenuni Fatihah Aenuni Fatihah
16/08/2022
in Personal
0
Keresahan Perempuan

Keresahan Perempuan

640
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini adalah keresahan perempuan yang lahir di Indonesia berhadapan dengan beragam tantangan dalam hidup. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah. Tantangan dan hambatan tersebut tidak hanya datang dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang membuat beberapa hal seakan terbatasi.

Dengan perbedaan gender dan lainnya, persoalan bias gender acap kali masih kita temui dalam dunia pekerjaan, dan peraturan di lingkungan sekitar. Terlebih masih ada stigma-stigma negatif yang masih melekat dalam kehidupan. Namun jauh lebih dari itu, di zaman seperti sekarang ini rasa-rasanya kita tertuntut untuk harus serba bisa, termasuk dalam hal pekerjaan. Di mana dari senin sampai hari senin lagi kita sibuk oleh berbagai pekerjaan.

Padahal di zaman dulu sepertinya orang tidak sekeras itu dalam bekerja. Mereka sewajarnya namun bisa mencukupi segala kebutuhan. Seperti beli mobil, rumah, biaya pendidikan anak, biaya dapur dan lain sebagainya bisa tercukupi dengan baik. Semua itu merupakan hasil dari bekerja yang terbilang masih wajar, tidak banyak tekanan, serta tidak banyak tuntutan.

Kesempatan Bekerja Terbatas

Berbeda dengan hari ini, lapangan pekerjaan kian sulit untuk kita dapatkan, setelah mengenyam pendidikan S1 pun nyatanya masih banyak yang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Mungkin ini bisa kita katakan sebagai hal yang wajar sebab dulu persaingan tidak seketat sekarang, zaman makin berkembang maka persaingan dan kompetisi pun otomatis akan semakin sulit. Dulu, pekerja masih terlihat sebagai seorang manusia, bukan sebagai seorang pekerja yang harus melulu kerja tanpa ada toleransi untuk istirahat.

Akan tetapi fakta menariknya adalah generasi millenial ini adalah generasi yang memiliki wawasan dan pengetahuan serta tingkat pendidikan yang tinggi dan stabil di antara generasi-generasi lainnya. Namun kebanyakan dari mereka memiliki penghasilan yang underpaid. Karena adanya kapitalisme yang membuat kita harus bekerja secara berlebihan atau overworked, namun kompensasi yang di dapat tidak sebanding dengan proses kerja yang terlalu berlebihan.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Maka dari itu, millenial lebih kita kenali dengan istilah-istilah pekerja overworked, pekerja underpaid, jobless, dan istilah-istilah lainnya yang menggambarkan kondisi dunia pekerjaan saat ini. Di mana, tanpa sadar ini juga menjadi bagian dari keresahan perempuan juga.

Generasi Sandwich

Fakta kedua dari generasi millenial yang menjadi keresahan perempuan ini adalah kebanyakan dari mereka terjebak dalam suatu kondisi yakni generasi sandwich. Apa itu generasi sandwich? Sandwich generation atau generasi sandwich ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy Miller dalam sebuah paper berjudul “The Sandwich Generation: Adult Children of The Aging” tahun 1981.

Dari paper ini di dapati sebuah istilah yaitu jika kita telisik, secara teori generasi sandwich ini merupakan sekelompok orang dewasa yang berumur 30-40 tahun yang tidak hanya mengurusi anak-anaknya saja melainkan juga orang tua, entah itu secara fisik, emosional, maupun secara finansial.

Nah, rata-rata orang yang menjadi generasi sandwich ini menghabiskan lebih banyak pengeluaran dibanding dengan orang yang tidak ada dalam kondisi seperti ini. Fenomena generasi sandwich ini sudah sangat marak dan terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa generasi sandwich ini bisa terjadi?

Sederhanya adalah karena ekspektasi hidup yang semakin tinggi membuat manusia berusaha untuk bertahan hidup lebih lama. Ibaratnya di Asia saja pada tahun 2000 ada sekitar 207 juta orang yang berusia sekitar 65 tahun ke atas. Dan di perkirakan di tahun 2050 mendatang jumlahnya akan meningkat menjadi sekitar 850 juta. Akan tetapi karena dinamika antar generasi ini semakin kompleks, maka definisi dari generasi sandwich ini menjadi bergeser dari kategori umum yang telah ada.

Double Sandwich

Ada pula istilah lainnya adalah “Double Sandwich”. Sebagai contoh para fresh graduate di Indonesia yang terbebani ekspektasi dan beban finansial. Seperti dituntut harus membiayai adik-adiknya, karena kondisi orang tua yang semakin menua tidak lagi bekerja.

Padahal faktanya mendapat pekerjaan saja belum, tapi sudah menanggung beban double. Berada pada posisi terhimpit berbagai tekanan itu memanglah tidak enak. Tak jarang mereka depresi, anxiety, dan gangguan mental lainnya yang menjadi hal biasa di kalangan generasi millenial.

Sayangnya, sulit untuk kita menghindari keresahan perempuan yang terperangkap dari generasi sandwich ini. Karena sebagai bagian dari masyarakat, kita memang diekspektasikan untuk ngurusin orang tua. Hal ini merupakan anjuran yang sangat mulia terlebih di Islam. Ada penjelasan bahwa ketika kita telah menemui orang tua dalam keadaan lanjut usia, maka sebagai anak sudah seharusnya adalah merawat dan menjaganya dengan sebaik-baiknya.

Maka dari itu kita harus pandai dalam memanage segala sesuatunya, baik itu dalam bentuk tanggung jawab, finansial maupun yang lainnya. Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam hal ini. Sebab tanpa adanya komunikasi yang baik dan jelas antara kita. Baik pihak orang tua maupun keluarga lainnya akan menimbulkan konflik dan kesalahpahaman. Di mana hal ini merupakan sesuatu yang harus kita hindari. []

Tags: Generasi MilenialGenerasi SandwichGenerasi ZkeluargaperempuanSelf Lovetoleransi
Aenuni Fatihah

Aenuni Fatihah

puan pegiat nulis

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version