Mubadalah.id – Investasi 3.5 Miliar US Dollar Suadi Arabia di Perusahaan Start Up transportasi terbesar Uber ditanggapi protes oleh kalangan perempuan Saudi. Mereka menggalang dukungan untuk memboikot Uber dan men-delete-applikasinya dari smartphone.
Pasalnya, Suadi Arabia sampai saat ini masih melarang perempuan menyetir mobil dan mewajibkan mereka ditemani mahram dari suami atau anggota keluarga jika mau bepergian untuk belajar, belanja, bahkan berobat sekalipun.
Aneh bin ajaib. Alih-alih menghapus larangan yang diskriminatif ini, Pemerintah Saudi justru membenamkan uangnya untuk perusahaan layanan transportasi Uber dimana perempuan yang dilarang membawa mobil sendiri akan disasar menjadi pelanggan terbesarnya.
Sekalipun di Saudi sudah banyak perempuan yang beraktivitas di publik, untuk belajar dan bekerja di level-level tinggi, tetapi mereka harus menghabiskan banyak uang untuk urusan transportasi. Yaitu membayar supir pribadi, biasanya dari kalangan keluarga sendiri. Atau bisa juga supir orang asing, tetapi kadang mesti menambah “ongkos” untuk keluarga yang ikut sebagai mahram. Jika tidak ada mahram di dalam taksi atau mobil, bisa distop polisi syari’ah dan perempuan dipidana.
Kondisi ini dimanfaatkan betul oleh Uber dan Pemerintah Saudi, sehingga mereka pertama kali menyasar perempuan yang memerlukan jasa transportasi “sesuai syari’ah” versi benak mereka. Modernisasi tehnologi yang dimiliki Uber ternyata juga berkolaborasi dengan konservatisme Saudi dalam melanggengkan diskriminiasi terhadap perempuan. Di mata agama, negara, dan ekonomi pasar, perempuan hanya dijadikan obyek semata.
“Mereka berinvestasi di atas rasa sakit dan penderitaan kami”, kata Hatoon al-Fasi, perempuan Saudi yang menjadi Profesor di Qatar University. “Kerjasama ini justru melanggengkan inferioritas dan ketergantungan perempuan, dan menjadikan mereka hanya sebagai objek investasi semata”, pungkasnya.
Sudah seharusnya interpretasi agama yang diskriminatif ini dihentikan dan perempuan diberi kesempatan secara luas untuk beraktifitas di publik, termasuk hak untuk menyetir mobil sendiri. Bukankah pada masa Nabi Saw perempuan juga sudah menunggang sendiri kuda, onta, dan keledai?
Alasan bahwa perempuan akan liar jika bisa menyetir sendiri, seperti dikemukakan ulama Saudi, adalah tendensius. Bukankah laki-laki juga bisa liar dan berbuat nakal, tetapi mengapa mereka tidak pernah dilarang bepergian dan menyetir sendiri? Jika laki-laki dibuka kesempatan untuk berkiprah secara positif di ranah publik, maka perempuan juga mestinya diberi kesempatan yang sama.