Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan KH. Husein Muhammad tentang tafsir Gus Dur terkait hifzh al-‘aql, maka Gus Dur memaknainya sebagai hak atas kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi, hak berorganisasi, dan sebagainya.
Gus Dur juga satu-satunya orang yang membela Tabloid Monitor ketika dibredel oleh pemerintah gara-gara tulisan Arswendo Atmowiloto yang dianggap oleh banyak orang menghina Nabi Muhammad Saw.
Bagi Gus Dur, negara tidak berhak ikut campur dalam pilihan-pilihan masyarakat atas suatu ideologi atau pikiran atau pendapat.
Hal yang sama juga terjadi pada kasus Salman Rushdie yang menulis buku paling kontroversial, The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan).
Baginya, buku ini adalah sebuah novel yang bagus, meski dari segi isi ia tak setuju. Gus Dur ingin mengajak orang untuk membaca karya sastra ini dengan jernih.
“Mari kita lihat lebih lapang. Ini sebuah novel, karya sastra yang harus dipahami secara tersendiri. Membaca novel tidak sama dengan membaca statemen.”
“Soal isinya yang menghina nabi, saya sendiri juga tidak setuju. Dengan cara itulah seharusnya kita melihat novel itu sebagai karya sastra.”
“Saya tidak percaya ada orang menjadi murtad karena membaca buku The Satanic Verses,” ungkap Gus Dur yang memang keberatan bila hanya karena soal ini, sebuah buku dan setiap karya intelektual harus dilarang oleh negara.
Hifzh Al-Nasl
Lebih lanjut, Gus Dur juga menjelaskan hifzh al-nasl. Ketika masih banyak ulama menerjemahkan hifzh al-nasl sekadar anjuran menikah, berketurunan, mengharamkan perzinahan.
Kemudian menuduh zina, proteksi ketat atas tingkahlaku perempuan, ketabuan atas hak-hak seksualitas mereka, dan keharusan bercadan.
Gus Dur justru memaknainya secara lebih luas dan mendalam. Baginya, hifzh al-nasl bermakna perlindungan atas hak-hak seksualitas dan atas hak-hak kesehatan reproduksi.
Gus Dur menerima dengan tangan terbuka orang semacam Dorce Gamalama yang harus berganti kelamin dan Inul Daratista yang lihai menggoyang-goyangkan bagian tubuhnya.
Ia juga bersedia menjadi penasihat kelompok dengan orientasi seksual yang tak lazim dan tak umum.
Ia tak pernah menyebut mereka sebagai “menyimpang seks” yang wajib musnah dari muka bumi, sebagaimana banyak orang sampaikan.
Pendeknya, baginya, jika keberadaan diri adalah given, yang Tuhan ciptakan, maka kita harus menerima dan menghargainya.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad, dalam buku Samudra Kezuhudan Gus Dur.