Mubadalah.id – Bolehkah pasangan suami istri menyudahi pernikahan? Tentu saja boleh. Jawaban ini karena pada awalnya mereka diperbolehkan menikah. Jika mereka ingin mengakhirinya, tentu juga diperbolehkan. Siapa pun yang menginisiasinya.
Perceraian disebut Nabi Saw sebagai perbuatan halal yang dibenci Allah Swt. (Sunan Abi Dawid, no. 2180 dan Ibn Majah, no. 2096). Karena, sekalipun boleh, perceraian mengindikasikan ketidak seriusan kedua belah pihak.
Bisa jadi mereka hanya main-main dan tidak serius membangun rumah tangga. Jika serius, seharusnya mereka terus berusaha mencari titik temu dan mengembangkannya sebagai modal memperkokoh tali ikatan pernikahan mereka.
Dari Abdullah bin Umar r.a. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesuatu yang halal yang paling Allah benci adalah perceraian.” (Sunan Ibn Majah, no. 2096).
Apabila suami atau istri mengajukan cerai dalam kondisi pernikahan yang baik-baik saja dan di saat lima pilar pernikahan terjaga dengan baik, maka berdosa karena merusak ikatan pernikahan yang sudah kokoh.
Apalagi jika perceraian itu akan berdampak buruk kepada anak-anak dan atau pasangan. Sebaliknya, jika perceraian menjadi jalan bagi seseorang terbebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan buruk dalam pernikahan yang menyakitkan, ia menjadi tidak berdosa. Bahkan pengajuan cerai bisa menjadi sunnah atau wajib hukumnya.
Al-Qur’an menggariskan bahwa pernikahan harus berjalan dengan baik. Jikapun pernikahan harus berakhir, maka harus berpisah dengan baik (fa imsik bi maaf au tasrih bi ihsin) (QS. al-Baqarah (2): 229).
Apabila pernikahan benar-benar tidak menghadirkan kebaikan-kebaikan, al-Qu’ran memberi kesempatan kepada suami atau istri untuk mengajukan perceraian.
Bahkan, kata al-Qur’an, bisa jadi perceraian membuat jalan suami istri menjadi lebih baik, lapang, dan menguatkan. (QS. al-Bagarah (2:130). Perceraian pada kondisi pernikahan yang tidak baik dan tidak maslahat.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik.