Mubadalah.id – Menjelang akhir tahun 2022 kemarin hingga saat ini, cuaca ekstrem terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Hujan deras dan mendung sepanjang hari menyebabkan masyarakat pengguna media sosial saling membagikan ceritanya mengenai hawa dingin yang semakin menjadi-jadi. Bahkan di beberapa kota yang di hari-hari biasanya memiliki suhu udara cukup panas.
Hujan deras berkepanjangan ini tak hanya berdampak pada penurunan suhu udara yang cukup dingin. Namun juga berakibat pada bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di beberapa daerah.
Peringatan cuaca ekstrem bahkan sempat menjadi perdebatan hangat antara lembaga berwenang BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional ) yang menghimbau masyarakat Jabodetabek untuk WFH (Work From Home) akhir tahun kemarin. Lalu sebenarnya, bagaimana cuaca ekstrem ini dapat terjadi? Benarkah krisis iklim turut menjadi penyebabnya?
Penyebab Cuaca Ekstrem
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya cuaca ekstrem belakangan ini. Berdasarkan penjelasan Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto menjelaskan bahwa cuaca ekstrem ini terpicu oleh aktifnya sejumlah fenomena dinamika atmosfer di sekitar wilayah Indonesia, antara lain:
Pertama, peningkatan aktifitas Monsun Asia yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.
Kedua, meningkatnya intensitas fenomena ‘cold surge’ atau seruakan dingin. Sehingga aliran massa udara dingin dari Asia yang memasuki wilayah Indonesia dapat meningkatkan pembentukan awan hujan. Terutama di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.
Ketiga, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif dan berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi. Peningkatan kecepatan angin permukaan, serta peningkatan tinggi gelombang di perairan sekitarnya.
Keempat, terpantaunya fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang aktif bersamaan dengan fenomena gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial. Di mana kondisi tersebut berkontribusi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia terutama di bagian tengah dan timur.
Krisis Iklim
Di samping faktor-faktor di atas, ada penyebab lain yang turut menjadi pemicu cuaca ekstrem belakangan ini. Pasalnya cuaca ekstrem tak hanya terjadi di wilayah Indonesia saja. Namun juga terjadi di berbagai belahan dunia. Penyebab tersebut adalah krisis iklim. Ini merupakan krisis yang masyarakat alami di seluruh dunia akibat perubahan iklim.
Krisis iklim bukanlah isu baru. Melainkan sudah menjadi isu hangat sejak beberapa tahun ke belakang seiring dampaknya yang semakin terasa di kehidupan sehari-hari. Pembahasan krisis iklim ini bahkan sempat menjadi topik pada konferensi internasional, yakni COP 27 (the Conference of the Parties) Bulan November 2022, di Sharm El-Sheikh, Mesir.
Dalam penutupannya Sekjen PBB telah menggariskan peringatan, bahwa saat ini planet bumi masih berada di ruang gawat darurat dan memerlukan langkah-langkah untuk mengurangi emisi secara drastis.
Era industri yang menggunakan bahan bakar fosil secara besar-besaran dalam berbagai bidang menjadi penyebab awal terjadinya perubahan iklim. Melalui pembakaran bahan bakar fosil, manusia telah meningkatkan suhu planet bumi hingga lebih dari 1 derajat Celcius sejak Revolusi Industri.
Perubahan Iklim
Sejarah mencatat dari tahun 2010 hingga 2019 menjadi dekade dengan suhu bumi terpanas. Stefan Rahmstorf, kepala departemen penelitian Analisis Sistem Bumi Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK), menjelaskan bahwa suhu di Kutub Utara meningkat lebih cepat dua kali lipat dari rata-rata kenaikan suhu global selama 40 tahun terakhir.
Perubahan iklim ini tidak hanya menyebabkan kenaikan suhu Bumi. Tetapi juga menjadi penyebab fenomena cuaca ekstrem. Banyak yang masih mengira bahwa perubahan iklim hanya berdampak pada peningkatan suhu bumi dan tidak ada kaitannya dengan suhu dingin ekstrem yang terjadi di berbagai negara. Padahal jelas ada pengaruhnya.
Polar vortex merupakan fenomena aliran udara dingin bertekanan rendah yang terus berputar pada lapisan stratosfer. Biasanya kita temukan di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Aliran udara tersebut berhubungan erat dengan fenomena jet stream. Yakni sebuah gelombang angin kencang di ketinggian sekitar 10 kilometer di atas tanah.
Ancaman Besar Kemanusiaan
Di bagian depan kutub, jet stream berada di antara udara hangat dari daerah tropis dan subtropis, dengan udara dingin dari kutub. Ketika gelombang jet stream lemah dan bergelombang, polar vortex juga ikut melemah bahkan terkadang rusak total. Hawa dingin di seluruh Eropa adalah akibat dari gelombang jet stream yang lemah dan menyebabkan rusaknya polar vortex.
Jika kita biarkan terus-menerus tanpa perubahan dan perbaikan yang kita mulai dari diri sendiri, krisis iklim ini dapat menjadi ancaman besar bagi kemanusiaan, ekonomi, sistem keuangan, dan cara hidup manusia. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Indonesia diperkirakan berpotensi memiliki kerugian ekonomi akibat krisis iklim mencapai 112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) di tahun 2023.
Cuaca ekstrem di akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023 ini semoga menjadi pengingat untuk merubah gaya hidup menjadi gaya hidup ramah lingkungan. Yakni sedapat mungkin menghemat penggunaan bahan bakar fosil. Bijak menggunakan energi listrik, memilih barang elektronik yang hemat energi atau mulai beralih ke energi terbarukan. []