• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Apakah Lato-lato Permainan dari Indonesia?

Lato-lato sebenarnya merupakan permainan yang terinspirasi dari boleadoras, senjata yang digunakan gaucho/koboi Argentina untuk berburu guanako. Yakni hewan yang mirip dengan kancil dan berasal dari Amerika Selatan

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
19/01/2023
in Pernak-pernik
0
Lato-lato

Lato-lato

528
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tak-tek-tak-tek..

Mubadalah.id – Suara dua bola kecil yang kita kaitkan dengan tali itu mungkin sangat familiar di telinga kita akhir-akhir ini. Meski kini lato-lato amat populer di Indonesia, ternyata lato-lato bukanlah permainan asli nusantara.

Sejarah Lato-lato

Lato-lato sebenarnya merupakan permainan yang terinspirasi dari boleadoras, senjata yang digunakan gaucho/koboi Argentina untuk berburu guanako. Yakni hewan yang mirip dengan kancil dan berasal dari Amerika Selatan. Jika koboi Argentina membuatnya dari kayu atau logam, permainan yang booming di Amerika Serikat dari tahun 1960an ini dibuat dari materi yang lebih lunak.

Perusahaan pembuatnya kemudian menamai mainan tersebut dengan “clackers”. Meski dalam perkembangannya muncul juga nama lainnya: “clacker balls”, “click-clacks”, “bolas”, hingga “knockers”.

Pada awal 1970an, lato-lato bukan hanya mereka mainkan secara masif di Amerika, tapi juga merambah ke Eropa. Bahkan di Italia, kepopuleran lato-lato membuat warga lokal menggelar perlombaan khusus yang mereka adakan setahun sekali. Peserta kompetisinya pun bukan berasal dari Italia saja, tetapi ada juga yang datang dari negara-negara tetangga seperti Belanda, Prancis, Belgia, Swiss dan Inggris.

Meskipun mainan tersebut awalnya mereka pasarkan sebagai cara untuk mengajari anak-anak lebih terampil dalam memainkan gerakan tangan, namun faktanya sempat terjadi kejadian buruk yang menimpa seorang anak sekolah dasar di Inggris. Akibat kurang cermat memainkan lato-lato, pergelangan tangannya patah.

Baca Juga:

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Peristiwa itu kemudian memperlihatkan bahwa mainan tersebut dapat berubah menjadi proyektil yang cukup berbahaya jika tidak berhati-hati. Melihat risiko yang dapat lato-lato timbulkan, pemerintah Inggris secara tegas melarang permainan tersebut.

Standar Keamanan Alat Permainanan

Sejalan dengan penguasa Britania Raya, pada tahun 1971 FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat menetapkan standar keamanan baru untuk produsen clackers yang mencakup pengujian preskriptif dan pencatatan yang ketat. Syarat dan ketentuan yang berbelit-belit itu pada akhirnya menjadi hambatan besar bagi pembuat clackers yang akhirnya menyerah dan memutuskan gulung tikar.

Berbeda dengan pemerintah Amerika Serikat dan Inggris yang melarang lato-lato karena alasan keamanan. Di Mesir clackers tidak mereka perbolehkan karena warga menyebut mainan itu bola Sisi. Penamaan tersebut menimbulkan kemarahan pejabat penguasa karena mereka tengarai merujuk pada ejekan buruk kepada alat kelamin Presiden Abdel Fattah al-Sisi.

Meski memiliki risiko, namun lato-lato ternyata memiliki dampak positif jika dimainkan dengan penuh perhitungan. Menurut riset Yudiwinata dan Handoyo (2014), dibandingkan permainan digital melalui ponsel atau layar komputer, permainan konvensional seperti lato-lato dapat membantu melatih keseimbangan fisik dan ketelitian. Tidak hanya itu, bila kita lakukan secara konsisten, anak juga dapat terhindar dari kecanduan gadget yang membuat mata mereka cenderung cepat lelah.

Potensi dan Manfaat Permainan Tradisional

Untuk menghindarkan generasi muda dari adiksi permainan daring, sejumlah pakar merekomendasikan orangtua untuk mendorong anak-anaknya kembali memanfaatkan permainan tradisional. Seperti gobak sodor, engkel, lompat tali, bola bekel, dan congklak.

Permainan yang berakar dari budaya nusantara itu terbukti memiliki manfaat antara lain: membuat anak menjadi lebih kreatif, mengembangkan kecerdasan emosi antar personal anak, hingga membantu mengoptimalkan kecerdasan kinestetik anak.

Dalam permainan tradisional, aturan yang kita gunakan biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya, sehingga anak-anak dapat menggali wawasan terhadap beragam pengetahuan yang ada dalam permainan tersebut.

Salah satu contohnya adalah permainan gobak sodor atau kita sebut juga galasin atau galah asin. Melakukan permainan ini kerap kali berkelompok dengan jumlah pemain harus genap antara 6 sampai 10 anak (Achroni, 2012: 55). Dalam gobak sodor, anak-anak yang bermain akan mengelompokkan diri ke dalam 2 grup, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3-5 orang. Secara umum, para pemain harus berusaha untuk melewati pintu-pintu yang telah terjaga.

Untuk mencapai tujuan ini, mau tidak mau antar individu dalam satu kelompok harus menerapkan strategi yang efektif agar semua pemain dapat melewati penjagaan yang ketat. Dengan skema tersebut, akhirnya anak-anak memaksa diri mereka untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah dan bekerja sama. Hal ini berbeda dengan permainan online yang cenderung kita mainkan secara individu.

Keterbatasan Ruang Terbuka

Tidak hanya itu, ketika bermain gobak sodor, anak-anak juga harus bergerak dan berlari. Mereka pun harus aktif untuk menghindari sergapan lawan. Meski terbukti mendatangkan banyak manfaat, sayangnya banyak permainan tradisional kini tak lagi menarik perhatian anak.

Selain karena orangtua mengenalkan game ponsel terlalu dini. Harus kita akui bahwa fasilitas publik seperti tanah lapang atau taman bermain gratis jumlahnya masih sangat terbatas.

Oleh karena itu, bila pemerintah serius membangun generasi penerus, selain memperbaiki gedung sekolah, ada baiknya juga pemerintah membangun sarana prasarana bermain lebih banyak agar energi besar anak-anak dapat terakomodasi. Sebab minimnya fasilitas publik, dan ruang terbuka membuat risiko anak kecanduan permainan daring akan semakin besar. Bila tidak kita kendalikan, bukan tidak mungkin potensi keburukan dari game online kian mendorong peningkatan kenakalan remaja di masa depan. (bebarengan)

 

 

Tags: anak-anakbermainGame OnlineIndonesiaLato-latoPermaianantradisional
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Seksualitas

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

9 Juli 2025
Tubuh Perempuan

Mengebiri Tubuh Perempuan

9 Juli 2025
Pengalaman Biologis Perempuan

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

9 Juli 2025
Perjanjian Pernikahan

Perjanjian Pernikahan

8 Juli 2025
Kemanusiaan sebagai

Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

8 Juli 2025
Kodrat Perempuan

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

8 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Tradisional

    Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID