• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Tradisi Bapasiar di Poso; Cermin Kesalingan dalam Beragama dan Kemanusiaan

Fatikha Yuliana Fatikha Yuliana
01/01/2020
in Publik
0
tradisi, bapasiar

mosintuwu(com)

37
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Konflik Poso yang terjadi pada 1990 – 2000an menyiarkan kabar dan pemberitaan tidak baik tentang tana ini santer terdengar. Keributan yang menyebabkan dua agama saling benci hingga berdampak kekerasan. Orang-orang menjadi takut untuk datang ke Poso.

Kristen dan Islam, dua agama yang saling kisruh dan konflik berkepanjangan. Keributan itu dipicu oleh oknum yang tak bertanggung jawab, sengaja mengadu para penganut dua agama tersebut agar saling berseteru.

Konon, kehidupan bertoleransi sempat terancam karena radikalisme yang beredar massif melalui media sosial, belum lagi peran pemerintah orde baru juga tidak kalah besar.

Beberapa tahun setelah konflik, Poso menjadi daerah dengan masyarakatnya yang rukun berdampingan antar umat beragama. Meski kabar tak baik tentang Poso masih bertebaran di luar sana.

Di Poso, setiap Natal ada tradisi Bapasiar. Bapasiar adalah aktivitas warga desa untuk saling berkunjung dari rumah ke rumah, bahkan dari desa ke desa. Kegiatan warga desa saling berkunjung ke rumah-rumah, berjabat tangan dan bercengkrama sudah dilakukan turun temurun di tana Poso hingga saat ini. Kisah ini saya dapatkan dari cerita seorang warga sekitar ketika saya berkunjung ke Poso pada Maret lalu.

Baca Juga:

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Orangtua, lansia, anak muda, remaja, hingga anak-anak menjadi bagian dari tradisi besar di peringatan hari raya. Bapasiar, menjadi aktivitas utama setelah ibadah di gereja.

Ucapan ‘Selamat Natal’ selalu terdengar di depan pintu rumah pada tanggal 25 Desember sampai hari-hari setelahnya. Seruan ini semacam kata kunci di banyak rumah di desa-desa Kabupaten Poso dan Morowali.

Hiruk pikuk perdebatan tentang larangan mengucapkan selamat natal sama sekali tidak berpengaruh bagi warga desa di Kabupaten Poso, Tojo Una-una, dan Morowali.

Beberapa desa di Kabupaten Poso seperti Peura, Dulumai dan Wea masih mengikuti tradisi lama pasiar, tradisi pasiar yang unik bagi anak-anak. Yakni pulang membawa beragam macam kue dan permen dalam kantong plastik. Anak-anak yang berkunjung ke rumah-rumah dibagikan kue-kue dan permen untuk dibawa pulang. Meski di sebagian desa tradisi ini mulai berganti dengan uang.

Menariknya, tradisi Bapasiar ini tidak hanya dilakukan pada saat Natal saja, tradisi Bapasiar pun dilakukan warga saat hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Bedanya jika hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, banyak mobil dan motor dari Tentena menuju Poso Kota. Namun saat Natal pada bulan Desember, giliran mobil dan motor dari Poso Kota yang banyak menuju Tentena.

Lia, seorang Muslim berasal dari Makassar yang tinggal di Tentena mengikuti suaminya, tak pernah merasa asing dan kesepian setiap merayakan lebaran jauh dari keluarganya. Sebab para tetangga yang meskipun berbeda keyakinan banyak berdatangan ke rumahnya untuk bersilaturahmi dengan membawa kue-kue.

Yang menyenangkan lagi, kata Lia, di perayaan Idul Fitri di Poso, seruan berbuat kebaikan dikumandangkan dalam khutbah.

Saling mengunjungi di hari raya bagi warga setempat adalah merawat pertemanan dan untuk merayakan kegembiraan di tengah makin menguatnya ekslusifisme masyarakat perkotaan seperti yang ditunjukkan beberapa hasil survei belakangan.

Tradisi pasiar menjadi simbol dan cerminan sifat kesalingan, keterbukaan, dan kehangatan warga desa terhadap yang lain. Momen keagamaan menjadi pintu masuk yang dimanfaatkan untuk menjaga silahturahmi antar warga yang terdiri dari beragam agama dan suku.

Konflik kekerasan dan bagaimana dinamika komunitas menghadapinya tidak lagi diceritakan dengan kengerian yang menguatkan trauma, sebaliknya menyadarkan pentingnya menguatkan pengertian dan kepercayaan .

Kini, Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, Natal, dan tahun baru menjadi momen berharga untuk refleksi bersama agar saling mempererat dan memperkuat ikatan saudara lintas agama. Sebab beragama menjadi urusan pribadi, yang lebih penting adalah bersaudara antar sesama.[]

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana

Fatikha Yuliana, terlahir di Indramayu. Alumni Ponpes Putri Al-Istiqomah Buntet Pesantren Cirebon. Berkuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Jatuh cinta pada kopi dan pantai.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID