• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Laksamana Malahayati : Ketika Cita-Cita Anak Perempuan Mendapat Dukungan

Kehebatan Malahayati ternyata tak terlepas dari dukungan orang tua dan keluarganya. Keluarga Malahayati adalah keluarga yang tidak membatasi cita-cita anak perempuannya. Meskipun di masa itu budaya subordinasi terhadap perempuan masih tumbuh subur

Belva Rosidea Belva Rosidea
24/01/2023
in Figur
0
Laksamana Malahayati

Laksamana Malahayati

594
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Zaman beralih, musim bertukar. Seiring berjalannya waktu, perempuan turut menunjukkan eksistensi diri dalam berbagai bidang. Bahkan bukti kemampuannya banyak yang telah tercatat dalam sejarah. Demikian pula posisi perempuan yang begitu mulia dalam Islam. Meski demikian, menghilangkan berbagai stereotipe tentang perempuan yang lama tumbuh subur di masyarakat tidaklah mudah. Hingga saat ini kita hidup di zaman modern dengan peradaban yang begitu maju.

Perempuan kerapkali dianggap kurang berdaya dalam beberapa hal. Salah satunya di bidang militer dan kepemimpinan. Selama ini nama-nama pahlawan wanita kurang begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia. Kebanyakan dari kita hanya mengenal sosok RA. Kartini. RA.Kartini terkenal sebagai pahlawan emansipasi wanita. Namun selain sosoknya ada banyak pahlawan perempuan lainnya yang turut memberi contoh emansipasi yang nyata dalam berbagai bidang kehidupan. Termasuk di antaranya seorang muslimah pemberani, Laksamana Malahayati.

Laksamana Malahayati, memiliki nama asli Keumalahayati, merupakan cicit dari Sultan Salahuddin Syah. Namanya memang tak seakrab RA.Kartini, bahkan sosoknya baru menjadi Pahlawan nasional pada tahun 2017 lalu. Oleh sebab itu, wajar jika banyak dari kita yang belum mengenal kehebatan seorang Malahayati. Kita sebagai perempuan Indonesia mestilah bangga memiliki sosok pahlawan wanita seperti Malahayati yang di abad ke 16 ia menjadi laksamana perempuan pertama di dunia.

Bahkan ketika di berbagai negara masih banyak perempuan yang mendapat perlakuan diskriminasi. Gelar militer seperti laksamana lumrahnya disandang oleh para pria. Namun Malahayati membuktikan bahwa perempuan juga pantas mendapat gelar tersebut karena kemampuannya. Bahkan dia ditunjuk secara langsung oleh Sultan Alauddin Mansur Syah, untuk menjadi laksamana.

Laksamana Perempuan Pertama di Dunia

Beberapa pustakawan menyebutkan bahwa Laksamana Malahayati merupakan laksama perempuan pertama di dunia modern yang juga menjabat sebagai Pemimpin 2.000 sampai dengan 3.000 lebih armada. Di mana bahkan negara-negara besar baik di Eropa maupun Amerika Serikat tidak memiliki sosok seperti dia. Lalu, bagaimana perempuan seperti Malahayati dapat menjadi seorang laksamana?

Baca Juga:

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

Kartini Tanpa Kebaya

Empat Cara Laki-laki Membuktikan Cinta pada Kartini

Sultanah Safiatuddin, Penggerak Literasi di Kesultanan Aceh

Kehebatan Malahayati ternyata tak terlepas dari dukungan orang tua dan keluarganya. Keluarga Malahayati adalah keluarga yang tidak membatasi cita-cita anak perempuannya. Meskipun di masa itu budaya subordinasi terhadap perempuan masih tumbuh subur. Ketika masyarakat luas bahkan masyarakat dunia menganggap perempuan sebagai makhluk nomer dua. Karena dianggap lemah dan tidak cakap kemampuan dalam berbagai hal, Malahayati tumbuh dengan cita-cita ingin menjadi seorang pelaut hebat, layaknya ayah dan kakeknya yang memang seorang laksamana.

Keluarga Malahayati menerbas batas-batas subordinasi tersebut dan mendukung penuh cita-cita Malahayati dengan memasukkannya ke Mahad Baitul Maqdis. Yakni akademi angkatan bersenjata milik kasultanan yang dibangun dengan dukungan Sultan Selim IIdari Turki Utsmaniyah.

Berawal dari dukungan keluarganya, Malahayati dapat meraih cita-citanya menjadi seorang pelaut. Bahkan diangkat menjadi laksamana yang disegani oleh banyak negara. Tercatat dalam sejarah bahwa Jenderal Cornelis de Houtman yang terkenal kejam tewas ditangan Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599.

Panglima Inong Balee

Tak lama setelah suaminya  gugur di pertempuran Selat Malaka saat melawan Portugis, Malahayati bersama para janda yang sama-sama kehilangan suaminya di medan pertempuran membentuk armada sendiri dengan dia sebagai panglima Inong Balee. Meskipun prajuritnya para janda, armada pimpinan Malahayati tak main-main. Mereka memiliki benteng di Teluk Lamreh Kraung Raya dan 100 kapal.

Tak hanya di bidang militer, Malahayati juga terkenal sebagai seorang diplomat ulung dan ahli politik dalam negeri. Dia berhasil menjalin ikatan persahabatan dengan utusan Ratu Elisabeth I dari Inggris, yakni Sir James Lancaster. Malahayati juga lah yang dengan kecerdikannya mampu menyelesaikan intrik istana dengan melengserkan putra mahkota dari Sultan Alaiddin Ali yang berencana melakukan kudeta. Lalu mengangkat Darmawangsa sebagai Sultan baru berjuluk Sultan Iskandar Muda yang membawa Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaanya.

Kisah Laksamana Malahayati adalah bukti bahwa perempuan berhak menjadi apa saja yang dicita-citakannya. Selama ini bahkan hingga saat ini masih tumbuh beberapa anggapan akan batasan peran perempuan terutama dalam hal kepemimpinan dan militer. Meskipun telah banyak sosok yang dapat menjadi bukti bahwa menjadi perempuan bukanlah batasan.

Salah satu penyebab adanya subordinasi perempuan khususnya di bidang kepemimpinan dan militer adalah karena kurangnya dukungan keluarga. Perempuan harus berusaha keras untuk menyakinkan keluarganya seperti suami, orang tua, dan anak-anak untuk berkompetisi dalam posisi tertentu. Untungnya semakin ke sini, makin banyak kita temui pemimpin-pemimpin perempuan di berbagai sektor dan jabatan. Bahkan negara Indonesia juga pernah memiliki presiden seorang perempuan. Karena pada intinya menjadi perempuan bukanlah batasan. (bebarengan)

Tags: AcehInong BaleeLaksamana MalahayatiPahlawan PerempuanPortugis
Belva Rosidea

Belva Rosidea

General Dentist

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version