Mubadalah.id – Maraknya kekerasan verbal yang berdampak pada psikis orang lain seperti sebuah hal yang normali. Banyaknya orang tidak menghargai perbedaan pendapat, baik itu pilihan profesi, hobi, selera makan, sampai pada pilihan childfree. Interaksi sosial dipenuhi para manusia yang tidah memegang etika dalam berkomunikasi. Mereka merasa dapat melakukan hal secara bebas tanpa memikirkan perasaan lawannya, apakah akan berdampat dapat melukai hati pihak lawannya.
Hubungan antar individu tidak sehat, misalnya toxic relationship. Hubungan yang toxic memberikan dampak negatif pada individu yang mengalami. Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa mereka sedang berada dalam toxic relationship. Hal ini meningkatkan kesadaran mengenai berbagai aspek. Toxic relationship, memiliki ciri-ciri, yaitu tindakan yang memaksakan pihak lainnya, manipulatif, dengan unsur pemaksaan.
Toxic relationship dalam hubungan kerja misalnya, bermacam kasus dalam hubungan yang tidak harmonis. Seperti hubungan antara bos dan pegawainya, antara pegawai senior terhadap pegawai junior, antara pegawai laki-laki pada pegawai perempuan atau sebaliknya.
Dalam hal ini menunjukkan sikap superior dari pihak pelaku pada korbannya. Suatu hubungan yang terbangun tidak setara. Satu pihak menjadi superior atau dominan, sedangkan pihak lainnya inferior dan bahkan sengaja dilemahkan. Satu pihak merasa lebih kuat dan ingin memaksakan kehendak pada pihak lainnya. Pihak superior dapat melanggengkan aksinya karena memiliki kekuasaan, kekayaan, good looking, atau sifat licik untuk memperdayai korbannya.
Over controlling, dilakukan oleh pihak yang merasa superior
Nah, pihak superior ini ingin selalu mengontrol pihak inferior dalam segala hal. Dalam arti memperdayai pihak yang ingin dia kuasai. Inilah yang disebut over controlling. Not one person controls the other person’s actions. Misalnya saja dalam berinteraksi sosial, Nikita Mirzani yang sering kali melontarkan komentar-komentar heboh, pedas dan memaksakan sudut pandangnya pada pihak yang berbeda pendapat dengannya.
Dunia maya selalu dihebohkan dengan statement kontroversial. Sebagai artis, Nikita bukannya menghibur namun malah membuat gerah karena terkadang tidak etis dalam bersikap. Baik itu dalam penyampaian, gaya bahasa, ataupun perilakunya.
Di kehidupan sehari-hari kita akan bertemu dengan orang semacam tersebut. orang yang mencoba over controlling pada diri kita, di mana orang tersebut bukan dari anggota keluarga kita, bukan pasangan, bukan atasan, bukan partner kerja. Kita tidak menumpang hidup atau minta makan padanya.
Orang tersebut akan memaksa dalam memberi masukan dengan dalih “memberi saran demi kebaikan”. Lalu saat terabaikan maka orang tersebut mencari-cari kesalahan kita, gosip ke sana kemari, marah tanpa sebab, irrationally angry. Mereka akan beralasan dengan berdalih menggunakan kalimat, “Aku melakukan ini karena peduli sama kamu, perhatian sama kamu”.
Over controlling pada orang lain adalah keinginan merasa lebih hebat dari yang dikontrol, ingin menguasai pada pihak tersebut. Over controlling behavior is command red flag. Red flag adalah saat orang lain kerap bersikap egois, mendominasi, dan merasa memiliki kontrol penuh atas dirimu. Pelakunya akan berusaha mengontrol paga sikap, value, tindakan, bahkan gaya hidup. Mereka lebih peduli pada apa yang mereka mau, instead of apa yang terbaik untuk diri kita.
Prinsip-prinsip kesetaraan dalam membangun komunikasi
Membangun kesetaraan itu penting dalam menjalani sebuah hubungan. Hubungan apa pun dalam interaksi sosial. Kalau dia sudah berperilaku seenaknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain dan merasa paling mengerti, lebih baik cepat-cepat menjauh sebelum terlambat. Prinsip dalam membangun kesetaraan dalam berkomunikasi adalah dengan adanya keterbukaan. Yaitu mengakui perasaan dan pikiran setiap orang. Memahami bahwa setiap orang memiliki ide, setiap manusia adalah unik, setiap orang mampu bertanggung jawab atas pilihannya.
Adanya empati, yaitu kemampuan untuk mengetahui hal yang menimpa pada orang lain. Karena setiap orang memiliki pengalaman hidup yang berbeda dan masing-masing menganggap pengalaman sangat berharga. Berempati adalah melihat suatu masalah melalui kacamata orang lain. Turut merasakan sesuatu yang menimpanya. Menahan godaan untuk tidak menilai serta mengevaluasi hidup orang lain, mengkritik, menafsirkan, apalagi menghakiminya. Karena perilaku-perilaku tersebut akan memunculkan reaksi untuk menghambat rasa empati.
Prinsip selanjutnya adalah memberikan dukungan. Yaitu sikap menunjukkan dukungan pada suatu hal. Dalam komunikasi sering kali orang bersikap defensif, orang sering kali bereaksi terhadap evaluasi apa pun baik positif maupun negatif. Sikap positif dalam interaksi yang efektif, adalah membangun komunikasi antar pribadi, menghargai orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Prinsip terakhir adalah respek yaitu suatu komunikasi inter personal. Di mana terdapat pengakuan satu sama lain. Penghargaan dan toleransi terhadap kebaikan dan keburukan masing-masing. Memahami bahwa semua orang memiliki sisi baik sekaligur sisi buruk. Memahami hakekat manusia sejatinya tidak ada yang sempurna. Kesetaraan ini membuat manusia dapat menghargai pihak lawan bicara, dan menghormati keputusan yang dia ambil.
Hindari Hubungan yang tidak sehat (Red Flag)
Dalam sebuah relasi, baik itu pada pasangan, keluarga, saudara, pertemanan, rekan kerja bahkan pada pekerja rumah tangga sekalipun, tidak boleh ada perilaku Over controlling. Ini adalah sikap yang harus kita hindari. Orang yang memiliki karakter seperti ini harus menjaga kesehatan. Karena saat sarannya terabaikan dia akan uring-uringan. Dia akan membuang energi berupa melampiaskan kekesalannya dalam perilaku negatif, marah-marah, gosip sana-sini, dst. Energi tersebut mestinya untuk mengontrol dirinya sendiri. Supaya emosi dan egonya supaya tidak menyakiti dirinya sendiri dan orang lain.
Karakter teman tidak bisa kita lihat saat kita susah, namun termasuk saat kita bertumbuh, bahagia dan merdeka. Ada orang yang tulus dalam mengucapkan, “selamat atas kesuksesanmu”, ataupun kalimat lainnya, “aku ikut bahagia atas pencapaianmu”. Namun dalam batinnya dia kesal kenapa bukan dirinya yang mendapatkan ucapan selamat tersebut. Istilah di kalangan millenial dalam penyebutan terhadap seseorang yang maunya menjadi pusat perhatian, “pick me girl atau pick me boy”. segala pujian harus diarahkan padanya, orang lain dianggap tidak layak.
Ada pula individu yang malah kesal tanpa sebab dengan mencari-cari kesalahan, dia tidak rela melihat kesuksesan dan pencapaian kita, apalagi dalam kondisi bahagia dan merdeka. Inilah salah satu penyebab, alasan circle kita berjuang, dengan circle kita bertumbuh akan berbeda. Karena tidak semua orang dapat berbesar hati menerima kesuksesan orang lainnya.
Tidak perlu membalas orang yang berlaku buruk pada kita, apabila orang lain meremehkan, mencaci atau menyakiti. Sesekali perlu sedikit konfrontasi, kemudian lalu move on. menganggap masalah besar adalah sebagai masalah kecil, artinya tidak membesar-besarkan suatu hal. kemudian fokus untuk memperbaiki kualitas diri dan mengejar prestasi. Sejatinya pembalasan terbaik adalah dengan tetap merasa sabar, ikhlas, bahagia serta merdeka dalam segala situasi dan kondisi. []