Mubadalah.id – Jika merujuk hasil penelitian para ahli kependudukan dan kesehatan reproduksi perempuan menunjukkan, komplikasi kehamilan dan persalinan benar-benar merupakan pembunuh utama perempuan usia subur.
Keadaan inilah yang menjadikan Indonesia menduduki rangking pertama di Asia Tenggara dan keempat di Asia Pasifik.
Mengingat hal ini, maka adalah sangat masuk akal dan sudah seharusnya mendapat pertimbangan semua pihak, terutama para suami, bahwa perempuan berhak memilih untuk hamil atau tidak
Demikian juga dalam menentukan jumlah anak yang diinginkan. Tidak seorang pun mengingkari bahwa di dalam rahim perempuan lah cikal bakal manusia dikandung.
Meskipun ada peran laki-laki bagi proses pembuahan, tetapi perempuan lah yang merasakan segala persoalannya.
Walaupun terdapat kontroversi mengenai siapa yang memiliki hak atas anak. Tetapi mayoritas ahli fikih menyatakan bahwa anak adalah hak ayah dan ibunya secara bersama-sama, karena keberadaannya merupakan hasil kerjasama keduanya.
Oleh karena itu, untuk memutuskan kapan mempunyai anak dan berapa anak yang ia inginkan seharusnya juga menjadi hak istri, dan harus keduanya bicarakan secara bersama-sama.
Dari sini juga mungkin dapat meningkatkan daya tahan para istri atau ibu sehingga kerentanan pada masa kehamilan dan melahirkan bisa kita perkecil sehingga resiko kematian bisa terminimalisir.
Penolakan istri untuk hamil dapat ia lakukan melalui berbagai cara atau alat sebagaimana dalam program Keluarga Berencana (KB).
Suami-istri dapat menggunakan cara pantang berkala, coitus interuptus (senggama terputus), atau dengan alat kontrasepsi lain yang tersedia.
Dalam hal penggunaan alatalat kontrasepsi ini istri juga berhak menentukan sendiri alat yang sesuai dengan kondisinya.
Untuk hal ini adalah logis jika dia juga berhak untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan yang jujur dari pihak-pihak yang ahli mengenainya, seperti dokter atau petugas kesehatan.
Apabila dia tidak memiliki pengetahuan mengenai alat-alat kontrasepsi yang sesuai dengan tubuhnya. Maka kewajiban dokter atau petugas tunjukan untuk memberikan yang terbaik bagi perempuan.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.