Mubadalah.id – Makna tulang rusuk bagi perempuan sangat beragam. Sebagaimana yang pernah Nea alami melalui kisah ini. Pada pukul 14:00 WITA, Nea tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya. Kali ini ia mimpi buruk. Nea Adalah anak Bungsu dari pasangan Nasir dan Mardia. Ia anak yatim yang ditinggal bapaknya semenjak ia duduk di bangku SMP. Dulu bapaknya sering sakit-sakitan karena penyakit yang menggerogoti selama 6 tahun, hingga akhirnya Tuhan memanggilnya di Usia 56 Tahun.
“astagfirullah. “astagfirullah” “astagfirullah” ucap Nea sembari mengatur Nafasnya perlahan-lahan
“Assalamu’alaikum” terdengar suara dari depan pintu rumah Nea
“wa’alaikumsalam” bergegas bangun dari tempat tidurnya. sambut Nea sambil membuka pintu selebarnya
Kali ini Nea kedatangan Tamu, Pak Burhan beserta anaknya Abdur. Ia teman sekolah bapak dulu yang ketika bapak masih hidup ia sering main ke rumah sekedar mengisi waktu kosong dan bersilaturahmi. Pak Abdur sekarang adalah seorang tokoh agama yang di hormati di kampung seberang. Ia dulu pernah menjabat sebagai kepala KUA kecamatan, dan telah pensiun 5 tahun lalu.
Sekarang ia mengisi waktunya dengan bertani. Baginya menjadi seorang petani adalah pekerjaan yang menentramkan hati. Di mana ia bisa memastikan keluarganya tidak kelaparan. Karena Sambil mengharap ridla Tuhan semuanya ia tanam dengan hasil keringat sendiri.
“silahkan duduk Pak, Abdur juga” ucap Nea
“eh ada tamu rupanya” Sapa ibu dari Dapur
“Iya. Tamu yang sudah lama dan jarang mampir” jawab Pak Burhan
Nea membawa dua cangkir Kopi dan sepiring kue klepon yang dibuat tadi Pagi bersama ibunya.
Bukan Tulang Rusuk
Kali ini pembahasan Pak Burhan bersama ibu terdengar begitu serius, mulai dari kabar harian dan sampai pada pembahasan anak-anak mereka yang sampai hari ini belum juga bertemu pasangannya masing-masing.
“Abdur bagaimana dengan perempuan yang dulu Nea kenalkan?” tanya ibu
“Belum pas bu, munkin dia bukan tulang rusukku.” Jawab abdur sambil cengingisan
Ibu tersenyum mendengar jawaban Abdur yang begitu singkat, padat dan jelas. Dulu Nea sempat mengenalkan Abdur dengan teman satu angkatan di kampusnya. Munkin ada ketertarikan di antara mereka, sehingga terdengar kabar mereka telah menjalin hubungan. Sampai suatu waktu si perempuan memutuskan hubungan karena telah keluarganya jodohkan dengan laki-laki lain.
“Wah wah patah hati dong. Untung tak patah tulang” ucap Nea sambil mencoba mencandai Abdur
“Eh kamu, sempat juga menyudutkan orang yang lagi patah hati. Perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki, lalu di mana tulang rusukmu?” goda ibu kepada Nea, selayaknya membela Abdur yang terpojokkan oleh Nea
“Sedang jalan-jalan mungkin. Tapi kenapa justru perempuan yang tercipta dari tulang rusuk laki-laki?” tanya Nea dengan serius, seakan tak setuju dengan kata-kata ibunya.
Tentang Penciptaan Manusia
Pernyataan bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki hanya bersifat asumtif. Jika merujuk pada ayat-ayat AL-Qur’an tentang penciptaan manusia termasuk perempuan, itu telah melalui proses reproduksi biologis sehingga terbentuk manusia Utuh.
Tak ada perbedaan penciptaan antara laki-laki dan perempuan. Termasuk juga tidak ada ayat yang menyebutkan perempuan tercipta dari laki-laki apalagi dari tulang rusuk. Lihat Qur’an Surah al-Mu’minun ayat 12 sampai ayat 14”. Jawab Pak Burhan
“ Iya Pak, tapi kalimat ini sering sekali terdengar di telinga kita.” sahut ibu
“iya. Tapi bisa jadi “tercipta dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok” merupakan kata kiasan atau perumpamaan mengenai relasi antara laki-laki dan perempuan. Tentang karakter perempuan yang lemah lembut tapi juga kadang kala keras. Karena setiap manusia memiliki kekurangan. Maka seperti tulang rusuk yang bengkok, jika laki-laki memaksakan kehendaknya untuk meluruskannya , dia akan mematahkannya, sehingganya harus hati-hati” Pak Burhan Melanjutkan kalimatnya
“Oh begitu, berarti yang bengkok itu pemikiran kita, karena keliru memahami, belum tahu dan tidak mau belajar mencari tahu”. Sahut Nea sambil tertawa, merasa sedikit dibela dan puas dengan apa yang dikatakan Pak Burhan.
Mengedepankan Sikap Thayyiban
“Seharusnya sebuah relasi antara laki-laki dan perempuan harus mengedapankan sikap “Thayyiban.” Apakah prosesnya baik untuk diri sendiri dan juga untuk pasangan. merasa seimbang, tak ada yang merasa lebih atau superior satu sama lainnya, tak ada yang dianggap rendah.
Maka dengan demikian tidak ada yang mempraktikkan relasi secara otoriter, temperamen dan dogmatis. Tetapi harus bersinergi dan berkolaborasi untuk bisa tumbuh bersama secara spiritual, intelektual dan fisik. Inilah relasi yang positif.” Tegas Pak Burhan dengan wajah yang begitu serius
“Kalian berdua, ingat itu apa yang dikatakan pak Burhan” ucap ibu sambil memandangi Nea dan Abdur
Nea hanya mengangguk mendengar apa yang ibunya katakan. Matanya kemudian tertuju kepada Abdur yang menggaruk kepalanya, karena ada seekor semut yang menggigit.
“Awas hati-hati nanti tulang rusukmu patah Durr” ucap Nea meengajak bercanda si Abdur
“Semut takkan mampu mematahkan tulang” jawab Abdur sambil tertawa
Ya, relasi yang baik adalah relasi yang mampu bersinergi tanpa merasa ada yang lebih dominan satu sama lainnya. Bergandengan tangan untuk belajar besama, dan setara satu sama lainnya. Bermanfaat bersama karena ingin seiring bukan digiring. Bersama menjadi sahabat dalam urusan dunia dan akhirat. []
*)Dialog imajiner dalan cerita pendek ini, terinspirasi Dari Buku “Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah” karya Faqihuddin Abdul kodir