Mubadalah.id – Setiap 1 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Pancasila adalah dasar negara dan ideologi Indonesia. Meski Pancasila tidak secara khusus memberikan gambaran makna bagi perempuan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat kita artikan dan kita interpretasikan secara inklusif untuk melibatkan semua warga negara, termasuk perempuan.
Ada lima bulir Pancasila yang bisa menjadi acuan masyarakat Indonesia untuk menjalankan hidup dengan lebih moderat dan bijaksana. Lima bulir itu, jika kita deskripsikan maknanya lebih dalam kepada pemaknaan terhadap perempuan, maka memiliki interpretasi yang jauh lebih dalam sehingga dapat mencegah perempuan dari berbagai penindasan, diskriminasi, maupun peminggiran.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai sila pertama ini menyiratkan keberagaman keyakinan agama di Indonesia. Bagi perempuan, ini berarti kebebasan untuk memilih dan mengamalkan agama sesuai kepercayaan mereka, serta mendukung hak-hak keagamaan perempuan.
Selain itu, sila pertama juga menjamin perempuan bebas dari berbagai macam perendahan, penistaan, diskriminasi, subordinasi atas nama agama. Kartini, pernah berkata “Agama memang menjauhkan kita dari dosa, tapi berapa banyak dosa yang dilakukan atas nama agama?”. Ucapan Kartini ini jika kita maknai dengan lebih dalam membawa kita pada kesadaran bahwa agama selayaknya tak boleh menjadi senjata untuk melakukan dosa.
Ada banyak sekali dalil keagamaan yang sebenarnya menuju ke arah kebaikan. Tapi malah terpelintir sedemikian rupa oleh beberapa orang sebagai dalil penundukan dan kekuasaan. Karenanya, sila pertama tak hanya kita maknai sebagai kebebasan memilih agama. Namun juga bisa kita maknai sebagai acuan agar atas nama agama, selayaknya kita tak boleh menggunakan agama untuk keburukan, apalagi terhadap perempuan.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Nilai ini menekankan pentingnya menghormati martabat manusia. Bagi perempuan, ini mencakup perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Termasuk hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan yang layak, dan perlindungan dari kekerasan.
Dalam buku Nalar Kritis Muslimah, berkali-kali Nur Rofiah menjelaskan bahwa selain sebagai hamba Allah, perempuan juga adalah khalifah fi al-ardh. Artinya perempuan juga adalah khalifah di muka bumi.
Sebagai khalifah, perempuan juga memiliki hak untuk kita perlakukan sama sebagaimana laki-laki. Yakni berhak memperoleh akses yang sama, kita perlakukan secara bermartabat, dan juga adil.
Konsep keadilan hakiki yang kerap Nur Rofiah usung dalam banyak kesempatan menegaskan bahwa keadilan bukanlah perlakuan sama rata. Melainkan perlakuan yang memperhatikan kondisi khusus masing-masing personal.
Dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab inilah, sudah selayaknya kita membuang narasi yang menganggap bahwa adil terhadap perempuan dan kesetaraan gender adalah permintaan agar perempuan siap untuk menjadi kuli atau pun angkat beban berat.
Kenyataannya, kita semua tahu bahwa secara fisik, laki-laki dan perempuan berbeda. Apa yang saya maksud memberikan keadilan yang beradab ialah memberikan akses yang sama untuk memperoleh kesempatan. Apabila laki-laki kita anggap wajar untuk memimpin, maka perempuan juga kita perbolehkan jika memenuhi kapasitas. Apabila laki-laki bekerja, maka perempuan juga harus kita berikan akses memperoleh pekerjaan dengan gaji yang layak.
Sampai hari ini, kita semua tahu banyak fakta bahwa di beberapa negara dan komunitas, termasuk di Indonesia, perempuan masih terhalangi untuk mengakses pendidikan yang layak. Perempuan sering kali mendapatkan pendidikan berkualitas rendah dibandingkan dengan laki-laki, terutama di wilayah-wilayah miskin.
Ada banyak narasi yang menganggap untuk apa perempuan berpendidikan jika pada akhirnya kembali ke dapur, sumur, dan kasur. Selain itu, karena anggapannya bukan sebagai pencari nafkah utama, perempuan sering kali terkonsentrasi di sektor pekerjaan yang berbayar rendah dan tidak stabil.
Perempuan juga kerap mendapatkan penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Bahkan jika mereka melakukan pekerjaan yang sama atau setara. Inilah mengapa penting menerapkan nilai pancasila kedua, karena dengan memandang perempuan sebagai manusia secara adil dan beradab, maka kita akan lebih bisa memperlakukan perempuan secara bermartabat.
Persatuan Indonesia
Nilai dari sila ketiga ini menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keragaman. Bagi perempuan, ini berarti mendukung kesetaraan gender dan pengakuan terhadap peran penting perempuan dalam membangun masyarakat yang bersatu. Seorang Sosiolog berkebangsaan Jerman, Erich Fromm, berkata bahwa “Bersatu dengan orang lain adalah kebutuhan terdalam dari setiap manusia.”
Tanpa persatuan, barangkali akan sangat sulit memperoleh kemerdekaan. Karenanya, perempuan satu dan lainnya perlu untuk saling bersatu, mendukung, juga menguatkan satu sama lain. Pola pikir patriarki kerap membuat perempuan saling memusuhi lainny. Atau menganggap perempuan lain sebagai saingan, padahal, hanya dengan bersatu, kita bisa saling menguatkan dan memperoleh tujuan bersama dengan lebih cepat dan mudah.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat Pancasila ini menyoroti pentingnya demokrasi dan keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan. Bagi perempuan, ini mencakup hak perempuan untuk terlibat dalam proses politik dan memimpin dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam salah satu siaran langsung bersama Afkaruna.id, Faqihuddin Abdul Kodir mengatakan bahwa penting untuk memberikan kuota bagi perempuan dalam berpolitik. Penulis merasa sependapat dengan beliau, karena dengan memberikan kesempatan kepada perempuan, maka kebijakan yang melibatkan perempuan akan lebih mendapat perhatian. Mengapa demikian?
Karena seharusnya, kebijakan yang melibatkan perempuan, harus juga melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan. Pengambilan kebijakan tanpa melibatkan pihak terkait adalah kebijakan yang tak bijak. Kebijakan yang berhubungan dengan perempuan yang tak melibatkan perempuan adalah kebijakan yang tak bijaksana.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Bulir sila kelima menekankan pentingnya keadilan sosial, termasuk kesetaraan ekonomi dan penghapusan kemiskinan. Bagi perempuan, ini berarti mendukung akses perempuan ke pekerjaan yang layak, pendidikan, dan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Keadilan sosial bagi perempuan juga merujuk pada usaha untuk menciptakan kondisi di mana perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan. Di mana hak-hak mereka dihormati dan perlindungan mereka terjamin.
Pancasila, jika kita artikan dengan inklusif, mencakup prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, dan hak asasi manusia bagi semua warga negara, termasuk perempuan. Oleh karena itu, bagi perempuan, Pancasila memiliki makna sebagai landasan untuk mendukung kesetaraan gender, keadilan sosial, dan hak-hak perempuan di berbagai aspek kehidupan.
Semoga kita semua bisa menerapkan nilai-nilai yang telah Pancasila ajarkan. Selamat memperingati Hari Kesaktian Pancasila! []