Mubadalah.id – Sabtu 2 Desember 2023, BCL atau Bunga Citra Lestari melepas status jandanya dan menikah kembali dengan seorang pengusaha, Tiko Aryawardhana. Doa-doa dan ucapan bahagia membanjiri kolom instagram BCL. Penuh haru karena dalam perayaan itu juga turut hadir ayah, ibu dan adik Ashraf Sinclair.
Di tempat yang lain, netizen justru salah fokus dan sibuk melontarkan nasihat-nasihat pernikahan bahwa tidak seharusnya BCL menikah lagi. Klaim sepihak netizen bermunculan bahwa pernikahan BCL yang kedua ini hanyalah melanjutkan hidup dan tanpa dasar cinta. Hingga pemaknaan cocoklogi lagu Cinta Sejati yang merupakan OST film Habibie Ainun sebagai kisah asli BCL dengan Ashraf.
Perempuan dan Laki-Laki Adalah Makhluk yang Setara
Komentar-komentar netizen di atas berakar pada subordinasi perempuan. Pandangan subordinat ini, menjadikan BCL sebagai seorang perempuan tidak layak menikah kembali, ia harus terus menjanda untuk kesetiaan kepada suaminya. Anggapan seperti ini tidak akan ada jika yang menikah kembali adalah seorang laki-laki.
Fenomena subordinasi masih sangat marak terjadi khususnya di desa-desa di mana edukasi soal kesetaraan masih amat kurang. Perempuan yang menikah lagi mendapatkan anggapan sebelah mata seperti tidak menyayangi anak dan lebih memilih kebahagiaan pribadi. Hal ini berbanding terbalik jika yang menikah kembali adalah laki-laki. Komentar yang ada justru bernada simpatik dan mendukung, meskipun jarak pernikahan dengan kematian sang istri terhitung singkat.
Seolah-olah perempuan mendapat beban lebih dalam pengasuhan anak dan oleh karenanya tidak berhak untuk memutuskan menikah. Dalam pernikahan, baik pihak laki-laki maupun perempuan, keduanya adalah manusia yang setara dan berhak meraih kebahagiaan masing-masing.
Makna Asli/Ashl Pernikahan
Netizen mungkin juga lupa akan makna asli pernikahan hingga bisa berkomentar sedemikian tidak etis atas keputusan BCL untuk menikah lagi.
Dalam Islam, pernikahan adalah sebuah hubungan antara laki-laki dengan perempuan dengan asas kesalingan dan timbal balik. Ayat-ayat Al-Quran tentang pernikahan menggambarkan secara apik makna kesetaraan dalam sebuah pernikahan. Beberapa di antaranya :
….اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ
…….. فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ …..
Dua ayat di atas adalah penggalan surah Al-Baqarah : 187 dan Ali Imran : 159. Keduanya menggambarkan kesalingan dan hak serta kemampuan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Pemaknaan atas ayat ini tentu bisa kita tarik lebih jauh untuk memahami bahwa dalam kasus perempuan yang menikah, ia punya hak yang sama dengan laki-laki untuk memilih keputusannya sendiri. Perihal menjaga kesetiaan dan pengasuhan anak, tentu juga merupakan tanggung jawab bersama dan bukan merupakan kewajiban salah satu pihak saja.
Islam Tidak Mengharamkan Perempuan Menikah Kembali
Secara khusus, islam tidak melarang perempuan yang ditinggal mati suaminya untuk menikah lagi. Bahkan semasa Rasulullah SAW, ada Sahabat Atiqah Bin Zaid yang menikah sebanyak 4 kali. Sama seperti tujuan pernikahan untuk menyempurnakan iman seorang muslim, maka menikah kembali juga boleh-boleh saja asal mendatangkan kebaikan untuk kedua belah pihak.
Prasyarat seorang perempuan untuk menikah kembali setelah meninggalnya suami adalah selesainya masa iddah, yakni 4 bulan 10 hari selama tidak hamil.
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) 4 bulan 10 hari.” (QS Al-Baqarah (2): 234)
Maka, keputusan BCL untuk menikah kembali bukanlah sebuah pengkhianatan atas kesetiaan terhadap mendiang suaminya terdahulu. 3 tahun adalah waktu yang lebih dari cukup. Terlebih, sebagai manusia yang setara BCL juga berhak atas hidupnya sendiri. []