Mubadalah.id – Sayyidah Nafisah menghabiskan hari-harinya untuk melayani masyarakat, mengadvokasi mereka, dan mengajar al-Qur’an serta tafsirnya kepada masyarakat Mesir, termasuk para ulama.
Sayyidah Nafisah melalui malam-malamnya dengan membaca al-Qur’an, shalat Tahajud, dan munajat. Usianya semakin bertambah dan tenaganya berkurang. Ia sering sakit.
Ia menjalani semua itu dengan sabar dan tidak pernah mengeluh kepada siapa pun, kecuali memohon pertolongan kepada Allah saja.
Ketika merasa ajal akan tiba, Sayyidah Nafisah menggali kubur dengan tangannya sendiri. Kubur itu berada di dalam rumahnya.
Al-Allamah al-Ajhuri mengatakan, Sayyidah Nafisah mengkhatamkan al-Qur’an di dalam kubur yang telah digalinya berkali-kali. Lalu, ia menghadiahkan pahalanya untuk kaum muslimin yang telah wafat.
Ia juga menulis surat kepada suaminya, Ishaq al-Mu’tamin, yang masih berada di Madinah dan memintanya pulang bersama kedua anaknya: Al-Qasim dan Ummu Kultsum.
Kemudian, pada hari Jum’at, 15 Ramadhan 208 H, sakitnya semakin bertambah. Para sahabat dekatnya mengatakan bahwa saat itu mereka melihat Sayyidah Nafisah membaca surat al-An’aam Manakala telah sampai pada ayat:
“Lahum dar as-salam ‘inda rabbihim” ruhnya lepas dari tubuhnya. Ia pulang ke pangkuan Tuhannya.
Kemudian, seluruh penduduk Mesir berduka amat dalam. Mereka menangis tersedu-sedu. Sebagian tersedak-sedak dan histeris.
Jenazahnya di antarkan ribuan rakyat Mesir. Ia dikebumikan di suatu tempat yang kini berada di dalam masjid besar yang disebut dengan namanya: Jami’ Sayyidah Nafisah. Tiap hari, masjid ini tak pernah sepi peziarah hingga hari ini. []