• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Fenomena “Waithood”: Perempuan Menunda Menikah Sampai Siap

Masyarakat cenderung menilai perempuan berdasarkan standar konvensional yang menempatkan pernikahan sebagai pencapaian utama dalam hidup

Nabila Hanun Nabila Hanun
30/12/2023
in Personal
0
Menunda Menikah

Menunda Menikah

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Dewasa ini ramai fenomena menunda menikah, terutama bagi kaum perempuan. Fenomena ini kemudian dikenal dengan istilah “waithood”.

Profesor Antropologi Hubungan Internasional di Yale University, Marcia Inhorn, menyatakan bahwa generasi perempuan muda yang berpendidikan menjadi generasi paling banyak yang mengikuti tren ini.

Banyak alasan yang melatarbelakanginya dan apakah masyarakat menganggap tren ini dianggap “baik”?

Faktor yang Melatarbelakangi

Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan para perempuan muda menunda pernikahan antara lain:

  1. Melanjutkan pendidikan

Kaum perempuan saat ini sudah sangat sadar akan pentingnya pendidikan. Mereka tak lagi takut akan stigma “pendidikan tinggi nanti juga bakal mengurus dapur” atau “jangan terlalu pintar nanti susah dapat pasangan”.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Sebaliknya, semakin meningkatkan ilmu dan value, akan semakin memperbesar peluang mendapatkan pasangan yang setara.

Selain itu, perempuan adalah madrasah pertama untuk keturunannya. Seorang ibu menurunkan kecerdasan kepada anak-anak mereka. Sehingga penting untuk memiliki ilmu agar mampu menciptakan generasi yang berkualitas.

  1. Mengejar karir

Banyak yang beranggapan bahwa kaum perempuan tidak perlu mengejar karir terlalu tinggi. Selain itu, sebuah studi pada tahun 2015 juga menemukan bahwa laki-laki cenderung merasa terintimidasi dan terancam di tempat kerja ketika mendapati atasan mereka adalah perempuan.

Namun, penting untuk diingat bahwa karir yang cemerlang akan sangat membantu dalam kehidupan berumah tangga nanti.

Perempuan seharusnya mendapatkan dukungan yang lebih dalam hal mengejar karir yang bagus.

  1. Biaya pernikahan mahal

Kondisi ini tidak terlepas dari budaya pernikahan yang menginginkan acara resepsi yang megah dan mewah. Namun, hal tersebut pastinya memerlukan biaya yang tinggi.

Padahal, banyak generasi muda yang sudah aware dan memilih menikah di KUA setempat. Serta tidak terlalu menginginkan acara pernikahan besar-besaran.

Masyarakat perlu memutus lingkaran budaya toxic seperti ini. Karena pada dasarnya tujuan utama pernikahan adalah untuk ibadah dan seharusnya tidak memberatkan pihak manapun.

  1. Biaya properti rumah

Saat ini, biaya properti rumah semakin tinggi dan tidak sedikit yang menjadikannya alasan untuk menunda pernikahan. Hal ini disebabkan ingin memiliki tempat tinggal layak terlebih dahulu.

Ini penting untuk keharmonisan rumah tangga serta kecakapan tumbuh kembang anak.

  1. Belum mempunyai tabungan dana darurat

Banyak yang ingin memiliki tabungan dana darurat terlebih dahulu untuk kebutuhan yang bersifat tidak dapat dipastikan. Namun, kondisi ini sulit tercapai jika penghasilan perempuan saja selalu lebih rendah daripada laki-laki.

Menghipun data dari Databoks Katadata.co.id, per tahun 2019 memperlihatkan bahwa rata-rata upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki.

Bahkan perbedaan ini tetap signifikan terhadap perempuan yang telah menikah, dengan rata-rata upah sebesar Rp 2.5 juta, sedangkan laki-laki memiliki upah sebesar Rp 3.5 juta.

Stigma Masyarakat

Dalam berbagai budaya, terutama yang masih menganut norma-norma tradisional, ada pandangan bahwa perempuan seharusnya telah menikah pada usia tertentu. Persepsi ini sering kali menciptakan tekanan sosial terhadap perempuan yang belum menikah di usia tersebut.

Masyarakat cenderung menilai perempuan berdasarkan standar konvensional yang menempatkan pernikahan sebagai pencapaian utama dalam hidup mereka.

Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan ini dapat menciptakan stigma negatif terhadap perempuan yang lebih memilih fokus pada karir, pendidikan, atau pengembangan diri sebelum pada akhirnya menikah.

Semua Memiliki Pilihan Masing-Masing

Penting untuk diakui bahwa setiap individu memiliki jalannya masing-masing. Menilai seseorang hanya berdasarkan status pernikahan adalah sesuatu yang tidak adil, terutama bagi perempuan.

Oleh karena itu, perlu adanya perubahan persepsi masyarakat terhadap perempuan yang belum menikah di usia 25 tahun ke atas.

Pendidikan dan kesadaran akan pentingnya kebebasan memilih jalan hidup sendiri dapat membantu mengurangi stigma ini dan menghormati pilihan hidup yang beragam. []

Tags: Fenomena WaithoodJodohmasyarakatMenunda Menikahperempuanpernikahan
Nabila Hanun

Nabila Hanun

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KDRT

    3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID