• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Mampir dan Menginap: Refleksi Jelang Hiruk Pikuk Mudik

Setelah Ramadan, kita tak pernah bisa lepas dari kebiasaan mudik atau pulang ke kampung sana saudara, karib kerabat, juga orang tua

Hesti Anugrah Restu Hesti Anugrah Restu
24/03/2024
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Menginap

Menginap

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu aku terlibat obrolan dua ibu-ibu, yang bercerita tentang saudaranya yang tidak pernah mau menginap di rumahnya ketika berkunjung.

Saudaranya tersebut lebih memilih untuk booking hotel dan tidur di sana ketika mengunjungi kampung halaman bersama keluarganya.

“Apalah susahnya mampir ke tempat saudara dan tidur entah semalam dua malam melepas rindu. Setiap ada acara harus booking hotel.”, komentar ibu tersebut.

Aku mendengarkan saja.

Ibu satu lagi menyahut,

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

“Betul, apalagi anak muda zaman sekarang macam tidak berkenan untuk tidur bersama menggelar tikar.”

Aku masih mendengarkan.

Ingatanku melayang ke suatu hari di mana aku diajak oleh suami mampir ke rumah Pakde, di daerah Bantul dekat pantai.

Pakde punya beberapa orang anak. Satu di antaranya tinggal di Jakarta.

Anak yang berasal dari Jakarta ini selalu menolak jika ditawarkan tidur di rumah orang tuanya. Bersama keluarganya yang baru, anak-anak dan suami, ia lebih memilih untuk tinggal di hotel ketika berkunjung ke rumah orang tuanya.

Perspektif Berbeda

Saat Pakde bercerita tentang anaknya tersebut, ia sama sekali tidak menunjukkan kekesalan atau kesedihan. Pakde hanya berkata: “Ya senyamannya saja.”

Setiap orang punya perspektif berbeda dalam menilai orang lain. Bagi beberapa masyarakat daerah, mampir dan menginap ke rumah saudara adalah bentuk penghormatan sekaligus kebahagiaan tersendiri. Alasannya karena bisa melepas rindu lebih lama, meski harus berdesakan dan berimpitan ketika tidur. 

Namun bagi beberapa orang yang lebih suka dengan privasi dan tempat yang lebih nyaman, memilih menginap di hotel juga adalah pilihan personal yang menurutku boleh-boleh saja dan tidaklah buruk. 

Tidak semua orang nyaman dengan kondisi di mana mereka harus tidur di atas karpet, berjajar bersama orang lain. Bahkan, fakta mengatakan bahwa ketika seseorang tidak nyaman dengan suatu tempat, ia akan sulit tertidur lelap. 

Bayangkan jika besoknya masih melanjutkan perjalanan jauh dan tidak bisa tidur dengan nyaman. Tentu hal ini akan terganggu dan membuat badan rasanya jadi tidak enak.

Kedua ibu tadi lantas menanyakan pendapatku dan mengatakan agar sebaiknya aku tidak melakukan melupakan saudara saat berkunjung, apalagi dengan menginap di hotel. Aku hanya tersenyum dan mengiyakan, tapi jauh di dalam kepalaku, setiap orang berhak punya pilihan sendiri atas apa yang ia jalani.

Sikap Saling Pengertian

Mungkin yang perlu kita hindari untuk kesalahpahaman semacam ini adalah sikap saling pengertian dan tak mudah menyimpan prasangka.

Aku juga tidak bisa mengatakan buruk penilaian ibu-ibu tersebut terhadap apa yang saudaranya lakukan, kadang karena tidak mengalami, atau kurangnya komunikasi. Hal-hal semacam ini memang bisa membuat persaudaraan jadi buruk.

Bagi masyarakat kampung, rata-rata rumah dibuat dengan ruang keluarga yang sangat besar, termasuk rumah orang tuaku, rumah beberapa saudara, dan juga rumah nenek kami di kampung. Tujuannya tentu agar mempermudah setiap kali keluarga besar datang dan menginap bersama.

Namun kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan memiliki rumah dengan konsep minimalis, praktis, hemat tanah. Hal ini mungkin yang membuat perbedaan gaya hidup dan pola pemikiran soal mampir dan menginap. 

Setelah Ramadan, kita tak pernah bisa lepas dari kebiasaan mudik atau pulang ke kampung sana saudara, karib kerabat, juga orang tua. Mungkin nanti akan kita temui beberapa tipikal orang seperti yang kutuliskan di atas tadi.

Mari saling menghargai pilihan masing-masing, tanpa menyimpan prasangka buruk, bukankah yang paling indah dari silaturahim adalah menyambung kembali ‘tali-tali’ kasih sayang, dan penilaian buruk kita terhadap yang lain hanya akan melonggarkan bahkan memutus ‘tali’ tersebut. []

Tags: keluargalebaranLiburanMenginapMudik
Hesti Anugrah Restu

Hesti Anugrah Restu

Perempuan yang suka belajar, sedang berkhidmah di Afkaruna.id dan Rumah KitaB, bisa dihubungi melalui Facebook: Hesti Anugrah Restu Instagram: @perikecil97_______

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version