Mubadalah.id – Ramadan tahun ini, konten berbagi antara Muslim dan non-Muslim menjadi topik yang cukup ramai. Dari kisah non-Muslim yang mendapat takjil gratis di masjid, hingga aksi non-Muslim bagi-bagi takjil gratis untuk buka puasa umat Muslim. Itu semua banyak menghiasi media sosial.
Fenomena-fenomena itu sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam masyarakat kita, namun entah kenapa menjadi ramai pada Ramadan kali ini. Mungkin efek domino dari konten war takjil nonis yang viral, sehingga bergulir ke konten-konten berbagi lintas iman di bulan Ramadan.
Mungkin juga sebab Ramadan kali ini berbarengan dengan hari besar umat non-Muslim, nyepi bagi Hindu dan paskah bagi Kristen, karenanya tema toleransi menjadi topik yang cukup mengedepan.
Atau, ada hal lain yang membuat konten terkait menjadi hangat di media sosial. Entahlah? Saya tidak sempat melakukan penelusuran mendalam perihal itu. Namun, apa pun algoritmanya, konten-konten itu turut menggambarkan keadaan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat Nusantara.
Paket Takjil untuk Non-Muslim: Rahmat Tuhan dalam Kehidupan Ini juga untuk Mereka yang Berbeda Iman
Kisah seorang non-Muslim yang kelaparan dan mendapat makan dari takjil gratis di masjid menjadi salah satu konten yang cukup ramai di media sosial. Momen haru itu tersebar di berbagai media sosial. Seperti, di Instagram, konten itu di-repost oleh akun Yogyakarta.keras dengan judul “cerita nonis anak kos yang dikasih makan di masjid.”
Konten berbagi lintas iman itu berkisah seorang mahasiswa non-Muslim, yang sudah kelaparan selama dua hari lamanya, pergi ke masjid menjelang momen berbuka puasa. Dia meminta sedikit sisa makanan dari takjil buka puasa bersama di masjid itu.
“Pak, saya boleh minta sisa kuenya? Sedikit saja. Saya belum makan, pak. Saya tidak berpuasa karena saya non-Muslim.” Permohonan mahasiswa non-Muslim oleh bapak-bapak Muslim itu disambut dengan senyuman, sambil mengatakan,
“Ayo, duduk sini. Makan yang banyak, habiskan. Kalau besok kamu kelaparan lagi, kamu bisa datang lagi.”
Non-Muslim itu pun makan sambil menangis. Dia berbuka puasa (baca: mengakhiri kelaparan dua harinya) dengan takjil gratis di masjid.
Apa itu kisah non-fiksi (benar adanya) atau hanya fiksi? Entahlah. Namun, sekurangnya konten tersebut mengajarkan kepada kita untuk tidak membatasi rahmat Tuhan dengan sekat perbedaan agama. Tidak seiman bukan berarti kita tidak bisa saling berbagi, kan?
Paket Takjil dari Non-Muslim: Rahmat Tuhan dalam Kehidupan Ini Bisa Datang Melalui Mereka yang Berbeda Iman
Tidak hanya Muslim yang berbagi takjil (kebaikan) kepada non-Muslim, giat berbagi lintas iman juga berlangsung sebaliknya. Non-Muslim ikut membagikan takjil gratis kepada Muslim. Saya mendapati konten seperti itu, salah satunya, melalui story WhatsAap seorang teman pendeta, yang mengepos momen mereka sedang membagikan takjil gratis di jalan.
Ada lagi yang barusan ramai di Instagram, seperti yang di-repost oleh Mojok, aksi mahasiswa-mahasiswi UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana) Yogyakarta yang membagikan takjil gratis. Dan, banyak lagi aksi serupa dari non-Muslim pada setiap momen bulan Ramadan. Giat bagi-bagi takjil gratis saudara sebangsa beda iman seperti itu berlangsung di banyak tempat di Indonesia.
Menarik rasanya membayangkan Muslim yang seharian berpuasa mengakhiri laparnya dengan paket takjil gratis dari non-Muslim. Saya malah jadi ingat dengan kisah Nabi Muhammad SAW. Di mana, Nabi pernah sangat kehausan, dan tiba-tiba datang seorang non-Muslim Yahudi yang memberikan air.
Nabi menyambut baik pemberian non-Muslim itu. Nabi meminum air itu, dan mendoakan kebaikan untuknya. “Jammalakallah (semoga Allah memperindah dirimu),” begitu ucap Nabi merespon kebaikan dari seorang non-Muslim.
Layaknya Nabi Muhammad SAW yang merespon baik pemberian non-Muslim, dan mengakhiri hausnya dengan itu. Tidak ada salahnya, jika kita juga bijak menerima pemberian takjil gratis dari non-Muslim.
Berbagi Takjil Muslim dan Non-Muslim: Rahmat Tuhan dalam Kehidupan Ini Melampaui Sekat-sekat Perbedaan Agama
Membaca kisah non-Muslim yang mengakhiri masa laparnya dengan takjil puasa di masjid, dan melihat aksi non-Muslim yang membagikan takjil gratis kepada umat Muslim yang berpuasa. Saya jadi ingat pandangan bahwa rahmat Allah di dunia ini melampaui sekat-sekat perbedaan agama. Rahmat-Nya dalam kehidupan ini tidak hanya bagi Muslim namun juga bagi non-Muslim.
Pandangan demikian sebagaimana yang Quraish Shihab jelaskan dalam Mutiara Hati: Mengenal Hakikat Iman, Islam, dan Ihsan Bersama bahwa, “Curahan rahmat-Nya menyentuh semua makhluk, baik Muslim maupun bukan…. Rahman artinya ‘Pelimpah rahmat buat semua makhluk dalam kehidupan dunia ini,’ karena itu semua mendapat rahmat yang dikehendaki-Nya, termasuk kepada yang berbeda agama, bahkan yang tidak beragama sekalipun.”
Jadi, dalam pandangan demikian, Allah tidak membatasi rahmat-Nya di dunia ini dengan sekat perbedaan agama. Tuhan yang kita sembah juga mencurahkan kasih-Nya kepada non-Muslim.
Laku hidup yang Nabi Muhammad SAW contohkan, memberi gambaran rahmat Tuhan dalam kehidupan ini melampui sekat perbedaan agama. Nabi dalam kehidupannya bersikap baik kepada non-Muslim, seperti sikap baik Nabi yang memberi makan seorang Yahudi tua yang buta. Dan, Nabi juga menerima kebaikan dari non-Muslim, sebagaimana sikap Nabi yang menerima air pemberian seorang Yahudi.
Dalam konteks di bulan Ramadan ini, momen Muslim memberikan takjil kepada non-Muslim, dan non-Muslim berbagi takjil kepada Muslim, menjadi relasi antarumat beragama yang menggambarkan rahmat Tuhan dalam kehidupan ini melampaui sekat perbedaan agama. []