Mubadalah.id – Masih mengupas hasil penelitian Shaunti terhadap ribuan laki-laki. Sejumlah lelaki mengungkapkan pada Shaunti Feldhahn, bahwa dalam lubuk hati mereka, mereka sadar bahwa pasangan/istri mereka menghargai dan mengapresiasi mereka. Tetapi masalahnya, para istri tidak selalu menunjukkan itu ke permukaan. Atau bahkan, tidak selalu tahu bagaimana caranya.
Ada kebutuhan-kebutuhan batin yang banyak lelaki sangat ingin pasangannya tahu, tapi mengungkapkan itu tidak selalu mudah. Kunci utamanya ialah respek (penghargaan). Tapi berbeda dengan perempuan, perempuan cenderung akan mengapresiasi ucapan “Aku sayang kamu”. Sedangkan lelaki tidak ingin mendengar ucapan “Sayang, aku sangat menghargaimu”.
Lelaki lebih mengapresiasi ungkapan seperti “Aku sangat bangga padamu”, “Aku mempercayaimu”, dan “Terima kasih atas apa yang kamu lakukan”. Mempraktikkan penghargaan itu dalam tindakan sehari-hari tentu akan sangat bermakna lebih dari sekadar kata-kata.
Berdasarkan pengakuan para responden, Shaunti merumuskan bentuk-bentuk penghargaan yang dibutuhkan lelaki ke dalam 6 ‘bahasa kasih’ yang tidak selalu diketahui perempuan:
- Menghargai penilaiannya
Beberapa lelaki bercerita bahwa teman-teman kerja cenderung lebih mempercayai penilaian mereka, ketimbang istri mereka sendiri. Para kolega jarang memberitahu apa yang harus dilakukan (baca: ngatur-ngatur). Mereka cenderung bertanya, memberi saran, atau berkolaborasi dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan para istri seperti sudah terbiasa mengatur-atur mereka, seperti yang dilakukan pada anak-anak. Banyak lelaki berharap bisa bilang pada pasangan mereka untuk lebih yakin pada kemampuan mereka dalam mengambil keputusan.
- Menghargai kemampuannya
Bagi lelaki, menghabiskan waktu berjam-jam memahami bagaimana menyetel DVD baru itu menyenangkan. Masalahnya, istri ingin membantu. Tapi apa yang dipahami suami? Ya, ketidakpercayaan.
Kata Shaunti, “Lelaki ingin—bahkan butuh—memahami sesuatu untuk dirinya sendiri. Dan ketika mampu, ia merasa seperti telah menguasai sesuatu dan terafirmasi sebagai laki-laki.”
Ini berlaku juga ketika sedang muter-muter mencari jalan ke alamat tertentu. Istri biasanya akan bilang, “Tanya orang sekitar aja, Pah/Pak.” Dan suami tidak mau berhenti. Sekali lagi; laki-laki senang memahami sesuatu untuk dirinya.
Dan ketika berhasil sampai ke alamat tujuan yang rumit itu, hanya dengan Google Maps dan akal, lelaki merasa seolah telah menaklukkan sesuatu. Merasa terafirmasi, gembira, merasa percaya diri, merasa ‘hidup’.
- Menghargai prestasinya
Setelah tahu betapa menyakitkan bagi laki-laki saat merasa tidak dihargai, dan begitu penting baginya untuk memahami sesuatu dengan caranya sendiri, mungkin Anda bisa mengerti bahwa sama pentingnya bagi lelaki untuk merasa diapresiasi ketika ia melakukakan sesuatu dan menyelesaikannya dengan baik.
Berbeda dengan perempuan, ucapan “Kamu hebat saat meeting tadi”, atau “Kamu adalah ayah yang baik/keren/hebat” jauh lebih powerful secara emosional bagi laki-laki ketimbang ucapan “Aku sayang kamu”.
- Menghargai saat berkomunikasi
Perempuan mempunyai kekuatan luar biasa dalam caranya berkomunikasi dengan laki-laki di hidupnya (termasuk anak laki-laki); kekuatan untuk membangun atau mematahkan, kekuatan untuk memberi semangat atau menyakiti hati.
Misalnya, ketika istri mengingatkan mereka bahwa dinding dapur rusak dan masih harus diperbaiki. Lebih dari sepertiga dari jumlah laki-laki ini menangkap pengingat itu sebagai omelan, ketidakpercayaan, kekecewaan, atau tuduhan kemalasan.
Tapi menarik bahwa jumlah mereka yang melompat pada kesimpulan negatif masih dalam jumlah minoritas. Jumlah yang lebih besar (separuh dari responden) hanya menganggap bahwa pengingat itu tidak sedang dalam prioritas mereka dan bilang pada istri mereka bahwa itu akan dikerjakan nanti.
Sejumlah besar lelaki mengungkapkan pada Shaunti betapa menyakitkan ketika istri/pasangan mereka mengkritik mereka di depan umum, menghina, atau bahkan mempertanyakan penilaian mereka di depan orang lain.
Ada perbedaan besar antara perasaan bangga diri dan perasaan ‘memadai’ sebagai laki-laki. Apa yang terjadi saat ‘penghinaan’ pada laki-laki di depan publik itu bukanlah ego lelaki yang tinggi lalu terhempas ke tanah, tapi bahwa perlakukan itu membuat mereka merasa cupet dan terhina sebagai lelaki.
- Menghargai dalam berasumsi
Bagi perempuan, berulang kali bertanya “sudah dikerjakan belum?” mungkin hal yang biasa saja. Tapi kata Shaunti, inti dari pertanyaan itu adalah asumsi bahwa laki-laki perlu diingatkan—menganggap bahwa laki-laki itu pelupa, atau menganggap laki-laki itu ingat tapi perlu didesak untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Tidak heran banyak laki-laki benci diomeli. Karena apa yang mereka dengar adalah “aku tidak mempercayaimu”.
Maka ketika suami tiba-tiba menjauh, lalu bersikap tidak mencintai, itu sebenarnya bisa ditelusuri kembali pada sesuatu yang istri katakan/lakukan secara tidak sengaja.
Misalnya, seorang istri yang selalu kritis (ngomel) pada suaminya, bisa mendorong suaminya menjauh secara emosi untuk melindungi dirinya sendiri, kemudian bersikap kurang mencintai, yang mana sebelumnya tidak begitu.
Jadi, kunci utama mengasihi lelaki adalah dengan penghargaan dan kepercayaan. Salah satu responden Shaunti berkata:
“Kamu tahu pepatah ‘Di balik pria yang baik ada perempuan yang hebat’? Itu sangat benar. Jika seorang istri mendukung dan percaya pada suaminya, suami bisa menguasai dunia—atau paling tidak, satu sudut kecil dari dunia. Dia akan bekerja lebih baik di kantor, di rumah, di mana pun.
Sebaliknya, sedikit sekali laki-laki yang bisa bekerja dengan baik di kantor atau di rumah jika istri mereka membuat mereka merasa cupet.”[]