Mubadalah.id – Kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat terjadi di dalam rumah tangga dan di luar rumah tangga. Di dalam rumah tangga, biasanya pelakunya adalah orangtua, saudara, paman atau bibi, kakek, nenek, dan sebagainya.
Sementara di luar rumah tangga atau di luar lingkungan keluarga, pelakunya adalah orang lain yang tidak memiliki hubungan darah dengan korban. Biasanya terjadi di lingkungan bermain, sekolah, lingkungan kerja, jalan, tempat umum, dan sebagainya.
Adapun bentuk perlakuan kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat kita kategorikan sebagai berikut:
Pertama, penganiayaan fisik, yaitu cedera fisik sebagai akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman, atau pemberian racun. Keadaan tersebut dapat terjadi karena kelalaian yang tidak disengaja, atau akibat dari ketidaktahuan atau kesulitan ekonomi.
Beberapa bentuk kelalaian, antara lain: pertama, pemeliharaan yang kurang memadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh (failure to drive), anak merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, dan keterlambatan perkembangan.
Kedua, pengawasan yang kurang optimal, dapat menyebabkan anak mengalami risiko terjadinya trauma fisik dan jiwa. Ketiga, kelalaian dalam mendapatkan pengobatan, meliputi kegagalan merawat anak dengan baik. Misalnya, imunisasi, atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak.
Keempat, kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Kedua, penganiayaan emosional, ditandai dengan kecaman kata-kata yang merendahkan anak, atau tidak mengakui sebagai anak.
Keadaan ini sering kali berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasikan anak dari lingkungan atau hubungan sosial, atau menyalahkan anak secara terus-menerus. Penganiayaan emosi seperti ini umumnya selalu berbentuk penganiayaan lain. []