Kamis, 21 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

    Sikap Moderat

    Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

    Sifat Fleksibel

    Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    Gus Dur

    Gus Dur Sosok yang Rela Menanggung Luka

    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Uang Panai

    Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah

    Pernikahan Terasa Hambar

    Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    Menikah

    Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nasihat Anak

    Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak

    Sikap Moderat

    Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak

    Sifat Fleksibel

    Mengapa Orangtua Perlu Sifat Fleksibel dalam Pola Asuh Anak?

    Gus Dur

    Gus Dur Sosok yang Rela Menanggung Luka

    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

Perannya tak hanya pemberian gelar, melainkan lewat film biografi, monumen, dan kajian sejarah yang menempatkannya pada peta narasi kebangsaan Indonesia.

Aji Cahyono Aji Cahyono
21 Agustus 2025
in Figur
0
Nyai Siti Walidah

Nyai Siti Walidah

13
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir abad ke-19, Yogyakarta sebagai saksi lahirnya seorang perempuan yang kelak menjadi suara perempuan dalam arus pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Nyai Siti Walidah, yang terkenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Dia bukan sekadar sebagai istri dari tokoh pembaharu; melainkan terkenal pejuang pendidikan dan emansipasi perempuan yang mempunyai peran penting dalam gerakan Aisyiyah serta perkembangan Muhammadiyah.

Kisah hidupnya mengikatkan ranah pribadi, keagamaan dan politik kolonial menjadi satu kesatuan instrumen perjuangan perempuan yang seringkali terpinggirkan dari sejarah besar bangsa. Kauman menjadi saksi awal mula perempuan sebagai aktor dalam panggung pergerakan.

Nyai Siti Walidah, lahir di Yogyakarta, 3 Januari 1872, terkenal sebagai bagian keluarga yang bernuansa Islami yang berkarismatik. Ayahnya bernama Kyai Haji Muhammad Fadlil, terkenal sebagai penghulu Keraton sehingga keluarganya amat kental tradisi keagamaan dan pendidikan Islam bercirikan tradisional.

Pada usia remaja, ia menikah dengan Muhammad Darwis (yang kemudian terkenal bernama KH. Ahmad Dahlan). Pernikahan yang menempatkan di pusat transformasi pemikiran keagamaan Jawa di saat modernisme Islam mulai menyingkapkan bentuk baru dakwah dan organisasi.

Menjadi “Nyai” pada masanya bukan sekadar gelar sosial; melainkan posisi yang memberikan akses pengaruh dalam komunitas muslim setempat. Siti Walidah memanfaatkan status sosial untuk bekerja di ranah pendidikan informal. Mengajar santri laki-laki dan perempuan, terlibat dalam pengelolaan majelis taklim, serta membangun kapasitas perempuan agar tak hanya sekadar menjadi objek ajaran agama, melainkan menjadi subjek yang aktif.

Beberapa catatan sumber Muhammadiyah dan Aisyiyah menegaskan bahwa sejak awal ia terlibat dalam aktivitas organisasi Muhammadiyah, yang mendampingi gagasan pembaharu suaminya.

Aisyiyah: Penyadaran Pendidikan dan Model Kepemimpinan Siti Walidah

Warisan yang konkrit hingga waktu kini adalah Aisyiyah—organisasi perempuan yang tumbuh bagian dari integral gerakan Muhammadiyah. Dalam konteks Jawa kolonial, adanya praktik “pemisahan” gender dan pembatasan akses perempuan terhadap ruang publik masih lekat, pembentukan Aisyiyah membuka jejaring baru bagi perempuan untuk belajar, mengajar, serta mengorganisir kegiatan sosial-keagamaan.

Dalam kepemimpinan Nyai Siti Walidah pada dekade 1920-an, Aisyiyah memfokuskan pada pendidikan anak perempuan dan anak usia dini. Catatan organisasi ini menunjukkan inisiatif pendirian taman kanak-kanak model Froebel. Kemudian berkembang menjadi Bustanul Athfal—inovasi monumental karena menempatkan pendidikan pra-sekolah sebagai bagian dari dakwah sosial-keagamaan.

Menginisiasi sekolah, kursus keterampilan dan pengajian khusus perempuan bukan sekadar program teknis—melainkan strategi melawan dua tekanan besar. Budaya patriarki lokal yang membatasi ruang gerak perempuan dan hegemoni “civilizing mission” kolonial yang berupaya untuk memodernkan orang Indonesia. Yakni dengan model Eropa yang seringkali abai terhadap akar sosial-keagamaan yang lokalitas.

Menempatkan pendidikan sebagai prioritas, Siti Walidah beserta rekan-rekannya mempromosikan kemandirian perempuan. Yakni dengan menempattkan agama sebagai basis legitimasi sekaligus jembatan menuju perbaikan sosial. Hal ini menandakan bahwa historitias menunjukkan bagaimana pembaruan internal menjadi salah satu cara masyarakat lokalitas merespon modernitas sekaligus melawan dominasi kolonial dalam ranah budaya.

Label sebagai “Ibu Muhammadiyah” yang lekat pada Nyai Siti Walidah bukan sekadar penghormatan sentimental. Ia merefleksikan peran multifaset—sebagai pembina keluarga, guru, pembentuk kader perempuan, dan pemimpin organsasi yang mampu menjaga kesinambungan gerakan. Saat tekanan politik kolonial meningkat dan Muhammadiyah berada fase ekspansi—Siti Walidah bukan hanya sebagai pendukung di balik layar, melainkan pembina aktif.

Ia aktif dalam pengorganisiran melalui aksi penggalangan dana, membuka kelas pengajian, serta merangkul perempuan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan. Keberanian dalam ruang publik—mengemukakan gagasan tentang pendidikan perempuan dalam penggunaan jilbab secara syar’i. Ini menjadi contoh praktik perempuan Muslim modern yang dapat negosiasi tradisi dan modernitas.

Dalam Bayang Kolonialisme dan Warisan Praktis

Kehidupan Nyai “Siti Walidah” berlangsung dalam bayang pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Periode yang penuh dengan sarat kontrol politik, aturan sosial yang diskriminatif serta kampanye “pendidikan” oleh pemerintah kolonial yang tidak sepenuhnya melayani kepentingan masyarakat setempat.

Dengan hadirnya gerakan pendidikan Muhammadiyah-Aisyiyah di bawah kepemimpinan oleh tokoh seperti Ahmad Dahlan dan Siti Walidah mencerminkan bentuk perlawanan lunak terhadap dominasi kolonial. Mengurangi ketergantungan dan menguatkan solidaritas sosial yang berakar pada nilai Islam progresif.

Meskipun strategi tersebut berisiko, aktivitas organisasi berada di bawah pengawasan kolonial dan berhadapan dengan kelompok oposisi konservatif lokal. Aisyah mengambil jalan perjuangan pelayanan—seperti mendirikan sekolah, klinik, dan kegiatan sosial. Kemudian memanfaatkan potensi membangun legitimasi massa dan memperluas basis sosial gerakan pembaruan.

Dengan pekerjaan akar rumput (grass roots), Siti Walidah hadir membantu secara alternatif dalam modifikasi modernitas yang bukan impor, melainkan produk masyarakat yang ingin mengelola sendiri dalam transformasinya.

Dalam warisan praktis yang Nyai Ahmad Dahlan bawakan dalam cara mendefinisikan tentang standar berbusana dan tata cara pendidikan perempuan—bagaimana ia menuliskan pedoman jilbab yang dianggap syar’I pada masanya. Lalu bagaimana Aisyiyah dapat mengadopsi metode Froebel untuk pendidikan anak usia dini.

Langkah-langkah tersebut bukan bersifar eksklusif religius semata; melainkan juga merupakan upaya teknis membangun identitas kolektif perempuan berpendidikan modern namun berakar pada Islam.

Riset terbitan Jurnal Islamica UIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul “Siti Walidah, Gender Equality and Modernist Islamic Women’s Movement in Indonesia: A Critical History” dalam dokumen organisasi maupun riset akademik menunjukkan bahwa tindakan praktis berkontribusi pada meningkatnya tingkat partisipasi perempuan dalam pendidikan formal dan informal Jawa pada paruh pertama abad ke-20.

Pengakuan Nasional, Kritik dan Kompleksitas Warisan dan Relevansi Terkini

Pada 10 November 1971, Siti Walidah terakui secara resmi oleh negara sebagai Pahlawan Nasional. Hal ini beralasan bahwa pengakuan formal tersebut berdasarkan pada peran historis dalam perjuangan sosial-keagamaan dan pendidikan.

Perannya tak hanya pemberian gelar, melainkan lewat film biografi, monumen, dan kajian sejarah yang menempatkannya pada peta narasi kebangsaan Indonesia. Pengakuan semacam ini membingkai ulang perempuan dalam sejarah nasional—dalam rentetan sejarah Indonesia kerap didominasi narasi tokoh laki-laki dan peristiwa perjuangan militer.

Meskipun ia kita kenal sebagai tokoh perempuan emansipasi, warisan dan gagasan Siti Walidah terdapat beragam tafsir. Sejumlah kajian historis modern menyoroti bentuk emansipasi dikembangkan oleh Aisyiyah cenderung terakses oleh perempuan kelas menengah perkotaan—dan kecenderungan terikat pada struktur keluarga patriarkal. Dalil lain memperdebatkan tentang sejauhmana gerakan perempuan seperti Aisyiyah meanntang atau mereproduksi batas-batas gender tertentu.

Kritik di atas bukan sekadar untuk meremehkan kontribusi sejarahnya, melainkan memahami batasan-batasan konteks di mana gerakan itu lahir dan berkembang. Ruang kritik juga membantu generasi sekarang dalam meneruskan tradisi pembaruan dengan sensitivitas sosial yang lebih kompleks dan luas. Diksusi tentang peran perempuan dalam agama dan publik seyogyanya menjadi perhatian penting.

Siti Walidah dapat menawarkan dua pembelajaran menjadi tauladan. Pertama, transformasi sosial yang berkelanjutan jarang lahir dari retorika semata. Ia memerlukan institusi, praktik pendidikan dan kerja kolektif di lapangan. Kedua, sinergi antara tradisi religius dan gagasan modernitas dapat menghasilkan bentuk emansipasi yang berakar dan tahan terhadap tekanan eksternal—baik kolonialisme zaman dulu maupun arus globalisasi hari ini.

Generasi saat ini, dapat mencontoh metodologi historisnya. Membangun kapasitas, menciptakan ruang pembelajaran, dan menyusun strategi perubahan sosial yang bersifat kontekstual. Bukan berarti mengulang persis apa yang dijalankan pada awal abad ke-20, tetapi menelaah bagaimana praktik konkrit seperti sekolah, kursus, majelis—menjadi medium ekspansi akses dan kesetaraan.

Siti Walidah: Sosok Menautkan Dari Masa Ke Masa

Sosok Siti Walidah—hidup dalam bayang-bayang politik kolonial yang terkenal sebagai zaman yang keras, berjuang dengan keterbatasan gender dan tekanan rezim. Tetapi ia mengubah tantangan menjadi gagasan membangun melalui sekolah, organisasi dan jaringan perempuan—hingga berbuah hingga kini.

Keberadaannya mengingatkan kita sebagai generasi pewaris ajaran Nyai Siti Walidah. Mendorong pada perubahan besar yang seringkali bermula dari kerja-kerja kecil yang konsisten. Mengajar satu anak, memimpin satu majelis, mendirikan satu taman kanak-kanak.

Di zama ketika kita masih memerdekakan makna kemerdekaan itu sendiri. Dari akses pendidikan hingga kebebasan beragama, kisah Nyai Ahmad Dahlan memberi pelajaran berharga tentang iman, kecerdasan, dan keberanian bersatu untuk menggugah perubahan sosial. []

Tags: AisiyahIndonesiaMuhammadiyahNyai Siti WalidahPahlawan Perempuansejarahulama perempuan
Aji Cahyono

Aji Cahyono

Direktur Eksekutif Indonesian Coexistence dan Alumni Master Kajian Timur Tengah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Terkait Posts

Hari Kemerdekaan
Publik

Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

20 Agustus 2025
Hakikat Merdeka
Hikmah

Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

19 Agustus 2025
Upacara Bendera
Personal

Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

19 Agustus 2025
Kemerdekaan
Publik

Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

18 Agustus 2025
Kemerdekaan Sejati
Publik

Kemerdekaan Sejati dan Paradoks di Tanah yang Kaya

16 Agustus 2025
Gerakan Ekofeminisme
Publik

Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

15 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme
  • Bertahap dalam Memberi Nasihat Kepada Anak
  • Uang Panai: Stigma Perempuan Bugis, dan Solusi Mubadalah
  • Pentingnya Memiliki Sikap Moderat dalam Mengasuh Anak
  • Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID