Mubadalah.id – Salah satu ukuran utama dalam menilai kemuliaan seseorang dalam perspektif Islam bukanlah seberapa tinggi jabatan atau popularitas yang ia raih di masyarakat. Melainkan bagaimana perilakunya terhadap keluarga.
Nabi Muhammad Saw. pernah menegaskan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.”
Dengan semangat Hadits tersebut menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah menjelaskan bahwa langkah pertama dari kehidupan keluarga yang harus dipastikan adalah moral dan perilaku seseorang terhadap keluarganya.
Sebab, relasi keluarga bukan sekadar hubungan darah atau ikatan hukum. Melainkan relasi dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi dalam Islam.
Namun realitasnya, di sebagian masyarakat kita, laki-laki sering ditempatkan sebagai pihak yang memiliki otoritas lebih besar. Baik dalam ranah domestik maupun publik.
Sayangnya, sejarah maupun realitas hari ini masih menunjukkan adanya praktik penyalahgunaan otoritas laki-laki. Tidak jarang, kewenangan itu justru mereka pakai untuk menegasikan kemanusiaan perempuan yaitu mengontrol mereka secara berlebihan, membatasi akses terhadap pendidikan. Hingga menyingkirkan mereka dari ruang publik. Padahal, Islam datang dengan misi kebebasan dan penghormatan martabat manusia.
Pesan Nabi: Perlakukan Perempuan dengan Baik
Dalam hadits riwayat Ibnu Majah (no. 1924), Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Saling berpesanlah di antara kalian agar selalu berbuat baik kepada perempuan. Karena mereka seringkali tidak kalian perhitungkan. Sesungguhnya, kalian tidak memiliki hak sama sekali atas mereka, kecuali dengan hal tersebut (berbuat baik).”
Pesan Nabi ini, sebagaimana dijelaskan Kiai Faqih, memiliki konteks sosial yang sangat penting. Penegasan ditujukan kepada laki-laki agar mereka memiliki empati sekaligus memberikan dukungan yang memadai kepada perempuan.
Sebab, perempuan secara kodrati mengalami siklus biologis yang khas: menstruasi, hamil, melahirkan, hingga menyusui. Siklus ini kerap membuat mereka menghadapi keterbatasan tertentu, baik dalam urusan domestik maupun publik.
Dalam situasi seperti itu, dukungan dari suami dan kebijakan sosial yang berpihak menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa kita tawar. []