“Dan kopi tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi, kita semua sama.”
-Filosofi Kopi
Mubadalah.id – Down Syndrom dan Mubadalah menjadi simbol perlawanan terhadap stigma. Barista Down Syndrom Kopi Kamu menghadirkan secangkir kopi penuh filosofi Mubadalah di Jalan Wijaya I Nomor 62, Petogogan, Jakarta Selatan. Bukan tentang bijinya yang langka, melainkan tangan-tangan barista penyandang Down Syndrome yang meraciknya. Inisiatif ini bukan tentang belas kasihan, melainkan praktik nyata dari prinsip Mubadalah dalam ranah ekonomi.
Aku, Kamu, dan Kopi
Selama ini, publik masih sering memandang isu disabilitas, termasuk Down Syndrome (DS), hanya dengan lensa belas kasihan, dan menempatkan mereka sebagai objek yang pasif. Kopi Kamu, menolak pandangan tersebut. Pemiliknya, Rocky J. Pesik memilih menempatkan barista DS sebagai subjek yang aktif berkontribusi dan memiliki hak atas martabat kerja. Filosofi ini menunjukkan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, berhak atas ruang yang setara dan bermartabat untuk berkontribusi.
Praktik Mubadalah terwujud melalui kemitraan strategis dengan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome). Barista DS tidak direkrut tanpa persiapan. Justru, mereka menjalani pelatihan barista yang terstruktur dan didesain khusus. Inilah bentuk kesalingan, di mana komunitas memberikan pelatihan terbaik, dan perusahaan menyediakan ruang profesional yang sesungguhnya. Keputusan ini merupakan pernyataan etika yang kuat, menentang persepsi bahwa disabilitas adalah beban.
Amanat Yang Terlupakan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 mewajibkan kuota pekerja disabilitas bagi perusahaan. Pasal 53 menetapkan kuota minimal 2% bagi perusahaan swasta. Namun, realisasinya masih jauh dari harapan, menunjukkan kegagalan implementasi sistem.
Meskipun demikian, Kopi Kamu memberikan solusi tuntas terhadap kegagalan ini. Mereka menantang narasi lama tentang disabilitas. Selanjutnya, Kopi Kamu menegaskan bahwa hambatan bukanlah terletak pada penyandang Down Syndrome. Justru, hambatan berasal dari eksklusivitas sistem kerja yang kaku. Kopi Kamu membuktikan bahwa dengan kemauan yang tulus, tantangan-tantangan ini dapat dirobohkan dengan mudah.
Buktinya, Kopi Kamu menerapkan akomodasi layak, melampaui kepatuhan hukum yang pasif. Barista DS bekerja tiga hari seminggu. Jam kerja mereka disesuaikan (sekitar lima jam per hari) guna menghormati keterbatasan energi. Mereka bertanggung jawab penuh meracik minuman, tetapi tidak menangani kasir secara mandiri. Perusahaan menunjukkan komitmen menyesuaikan diri demi karyawannya. Kesalingan ini memastikan hak-hak barista DS terpenuhi tanpa mengorbankan kualitas layanan, serta menciptakan model bisnis yang berkelanjutan.
Inklusi Bukan Beban, Melainkan Investasi Moral
Sejalan dengan praktiknya, keberhasilan Kopi Kamu menciptakan efek Mubadalah yang meluas. Bekerja dan menerima upah menegaskan hak ekonomi barista DS. Pekerjaan ini selanjutnya menumbuhkan kemandirian serta harga diri. Barista membuktikan kemampuan mereka kepada komunitas. Kehadiran mereka di ruang publik membantu menormalkan disabilitas dan menghilangkan rasa canggung yang selama ini membatasi interaksi.
Di sisi lain, setiap transaksi memberikan edukasi sosial bagi pelanggan. Pengunjung terlibat dalam pembelajaran langsung. Interaksi ini mewajibkan publik menerapkan empati dan kesabaran. Stigma sosial pun secara perlahan terkikis. Oleh sebab itu, bisnis inklusif menawarkan nilai ganda: Investasi Moral dan Keunggulan Kompetitif. Konsumen yang sadar akan cenderung memilih merek yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menjadikan inklusi sebagai strategi pemasaran yang kuat.
Dari sinilah, Kopi Kamu harus menjadi role model nasional. Bisnis inklusif meningkatkan brand value serta loyalitas pelanggan. Secara keseluruhan, praktik ini menguatkan konsep Down Syndrom dan Mubadalah di dunia kerja. Prinsip Mubadalah seharusnya menjadi fondasi utama kebijakan ketenagakerjaan di seluruh Indonesia. Mulai dari secangkir kopi, Kopi Kamu mengajarkan bahwa keadilan dan kesetaraan adalah tanggung jawab bersama, bukan sekadar tugas pemerintah semata. []











































