Mubadalah.id – Peneliti dan Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Yulianti Muthmainnah, menegaskan bahwa al-Qur’an tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam martabat kemanusiaan maupun tanggung jawab keagamaan. Pandangan tersebut ia sampaikan melalui tulisannya yang dipublikasikan di website Kupipedia.id.
Menurut Yulianti, al-Qur’an secara eksplisit menyebut bahwa kemuliaan manusia di hadapan Allah hanya ditentukan oleh ketakwaan, bukan jenis kelamin. Ia merujuk pada Surah al-Hujurat ayat 13 yang menegaskan persamaan status laki-laki dan perempuan sebagai makhluk ciptaan Allah.
Selain itu, Yulianti menekankan bahwa al-Qur’an juga memberikan beban dan tanggung jawab yang setara kepada laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan kehidupan yang baik melalui amal saleh.
Hal ini, menurutnya, tercermin dalam Surah an-Nahl ayat 97 yang menjanjikan kehidupan yang baik bagi siapa pun yang beriman dan beramal saleh, tanpa pembedaan gender.
Ia juga menyoroti konsep kekhalifahan manusia di muka bumi yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Menurut Yulianti, mandat memakmurkan bumi dan menjaga kehidupan sosial tidak terbatas oleh jenis kelamin, melainkan oleh kapasitas dan komitmen moral.
Yulianti menambahkan bahwa praktik kesetaraan tersebut langsung Rasulullah Muhammad SAW contohkan kepada kita. Ia menyebutkan pengakuan Rasulullah terhadap kecerdasan dan otoritas keilmuan Aisyah binti Abu Bakar yang menjadi perawi ribuan hadis. Bahkan menjadi rujukan utama para sahabat.
Menurut Yulianti, fakta-fakta normatif dan historis tersebut menunjukkan bahwa pembatasan peran perempuan dalam kepemimpinan dan keulamaan tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam.
Ia menilai pembatasan tersebut lebih banyak terpengaruhi oleh konstruksi sosial dan budaya patriarkal yang berkembang dalam sejarah.
Melalui Kupipedia.id, Yulianti mendorong umat Islam untuk kembali pada prinsip-prinsip Al-Qur’an yang menjunjung keadilan, kesetaraan, kemaslahatan dan martabat kemanusiaan.
Ia berharap pemahaman tersebut dapat membuka ruang yang lebih luas bagi perempuan untuk berperan aktif dalam kehidupan keagamaan dan sosial. []










































