Mubadalah.id – Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Siti Maimunah mengungkapkan bahwa ekspansi pertambangan dan perkebunan sawit di Indonesia telah memicu kerusakan lingkungan dalam skala besar. Hal tersebut ia paparkan dalam tulisannya di Kupipedia.id.
Menurut Siti, pemberian konsesi tambang dan perkebunan sawit secara masif telah mendorong alih fungsi lahan hutan dan pertanian dalam jumlah besar.
Ia mengutip data Sawit Watch yang menyebut luas perkebunan sawit di Indonesia telah mencapai hampir 13,3 juta hektare. Dengan sebagian besar produksi minyak sawit mentah diekspor ke luar negeri.
Siti juga menyoroti data Forest Watch Indonesia (FWI) tahun 2023 mencatat angka deforestasi Indonesia mencapai 30,8 juta hektare dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan, pada periode tertentu, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia.
Menurutnya, laju deforestasi yang tinggi tidak dapat dilepaskan dari kebijakan negara yang membuka kawasan hutan untuk kepentingan industri ekstraktif. Ia menilai lemahnya perlindungan hutan dan lahan telah memperparah krisis ekologis, mulai dari banjir bandang, longsor, hingga kekeringan.
Siti Maimunah juga mengaitkan kerusakan lingkungan dengan meningkatnya bencana alam. Ia mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mencatat peningkatan signifikan jumlah kejadian bencana dalam rentang waktu satu tahun.
Ia menegaskan bahwa bencana ekologi bukan hanya soal fenomena alam. Melainkan hasil dari akumulasi kebijakan dan praktik pembangunan yang abai terhadap daya dukung lingkungan.
Melalui tulisannya di Kupipedia.id, Siti Maimunah mendorong agar negara menempatkan perlindungan lingkungan sebagai prioritas utama dalam perencanaan pembangunan.
Menurutnya, tanpa perubahan kebijakan yang mendasar, kerusakan ekologi akan terus berulang dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. []








































