Mubadalah.id – Pada peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025 lalu, penyanyi Yura Yunita kembali menarik perhatian publik. Ia membagikan kembali kolaborasinya bersama para penari disabilitas yang sebelumnya tampil bersamanya di panggung DBL Festival 2025, Grand Atrium Kota Kasablanka, Mei lalu.
Apa yang Yura lakukan, bagi saya hal ini menjadi momen perayaan sekaligus pengakuan bahwa panggung seni adalah ruang publik yang seharusnya dapat diakses semua orang.
Dalam unggahan di media sosialnya, Yura menulis, “Hari ini kita kembali diingetin, kalau semua orang punya cara sendiri untuk bersinar… Selamat Hari Disabilitas Internasional 2025.” Kalimat ini menegaskan bahwa setiap manusia, dengan kondisi apa pun, memiliki hak untuk dirayakan.
Penampilan Yura bersama para penari disabilitas bukan sekadar pertunjukan artistik. Ia adalah simbol. Panggung tidak lagi diposisikan sebagai ruang eksklusif bagi tubuh-tubuh tertentu, melainkan ruang bersama yang mengakui keberagaman.
Kehadiran penyandang disabilitas di atas panggung untuk semakin menunjukkan bahwa bakat, ekspresi, dan kreativitas tidak pernah dibatasi oleh kondisi fisik.
Langkah Yura ini semakin menunjukkan kepeduliannya terhadap isu disabilitas. Dalam acara Merakit Ruang Kolaborasi, Yura pernah mengungkapkan bagaimana pertemuannya dengan Delia seorang penyandang disabilitas.
Seperti mengutip dari Liputan6, Yura menyampaikan bahwa pertemuan tersebut bahkan melahirkan karya dan album Merakit. Pernyataan ini menegaskan bahwa ketika ruang inklusif kita buka secara lebar. Maka yang mendapat keuntungan bukan hanya penyandang disabilitas, tetapi juga ekosistem kreatif secara keseluruhan.
Kolaborasi yang kembali ditampilkan Yura pada 2025 ini sesunggunya memberikan kepada kita semua bahwa setiap orang berhak tampil, berkarya, dan berekspresi. Ketika penyandang disabilitas diberikan ruang yang setara, potensi dan kreativitas mereka dapat tumbuh dan terlihat.
Sebab, inklusivitas bukan konsep abstrak, melainkan praktik yang bisa kita wujudkan secara konkret, salah satunya melalui seni dan budaya populer.
Masih Banyaknya Tindakan Diskriminatif
Sayangnya, realitas sosial belum sepenuhnya sejalan dengan semangat tersebut. Di tengah upaya menghadirkan ruang inklusif, tindakan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas masih kerap terjadi.
Bahkan, banyak orang masih memandang disabilitas sebagai kekurangan, bukan sebagai bagian dari keberagaman manusia. Cara pandang keliru ini berdampak serius bagi pembatasan akses pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, hingga ruang sosial dan budaya.
Padahal, seperti melansir dari Mubadalah.id, mengutamakan hak penyandang disabilitas adalah bagian dari upaya menjaga kemaslahatan umum. Bahkan penghormatan terhadap hak-hak disabilitas bukan hanya kewajiban negara, tetapi tanggung jawab seluruh masyarakat.
Sebab, inklusivitas tidak akan terwujud jika hanya dibebankan pada regulasi, tanpa perubahan sikap dan perilaku sosial.
Hingga hari ini, masih banyak penyandang disabilitas yang belum mendapatkan akses yang adil dan setara. Karena itu, Hari Disabilitas Internasional 2025 harus kita maknai lebih dari sekadar perayaan. Ia harus menjadi titik balik untuk mengubah perspektif dan tindakan kita.
Oleh karena itu, sudah saatnya, kita berhenti melihat penyandang disabilitas sebagai objek belas kasihan. Mereka adalah subjek penuh, bagian dari keberagaman yang justru memperkaya kehidupan sosial kita.
Apa yang dilakukan Yura Yunita menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari ruang mana pun. Termasuk panggung musik. Ketika ruang dibuka dan kesetaraan dipraktikkan, maka inklusivitas adalah keniscayaan yang bisa dirasakan bersama. []




















































