Mubadalah.id – Meski diadakan secara virtual, acara Temu Nasional (TUNAS) Jaringan Gusdurian 2020 tidak mengurangi semangat para penggerak untuk memeriahkan acara rutin dua tahunan tersebut. Sejak dibuka dari tanggal 7 Desember kemarin rangkaian acara terus dilaksanakan dengan berbagai kegiatan dan salah satunya adalah forum diskusi Hukum dan HAM.
Rabu (09/12) menjadi hari kedua forum diskusi isu strategis yang diisi dengan berbagai tema diantaranya: Hukum dan HAM, Lingkungan dan Sumber Daya Alam serta Media, Hoaks dan Hatespeach. Kegiatan yang bisa disaksikan lewat kanal Facebook, YouTube dan Zoom ini diisi oleh para pemateri dan panelis yang sudah concern dibidangnya. Pada kesempatan diskusi forum isu strategis Hukum dan HAM yang dilaksanakan pukul 09.00-12.00 WIB menghadirkan Beka Ulung Haspara dan Siti Aminah Tardi sebagai narasumber
Setidaknya ada tiga poin utama yang menjadi sorotan dalam bincang isu tersebut yakni: pertama, Isu Hukum dan HAM apa yang muncul dalam kurun waktu tahun 2020. Kedua, Bagaimana pemikiran serta sikap Gus Dur dalam menyikapi persoalan Hukum dan HAM di tanah air. Serta, ketiga, apa saja yang harus dilakukan oleh Gusdurian dalam menyikapi masalah Hukum dan HAM yang terjadi.
Berikut beberapa temuan dari para narasumber. Tercatat ada 31 kasus pelanggaran kebebasan beribadah dan beragama yang terjadi di 15 provinsi, 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, kebebasan berekspresi, berkumpul, berserikat dan berpolitik yang angkanya terus bertambah.
Kemudian terbit UU KPK yang justru melemahkan fungsi KPK, Diskriminasi kekerasan dan rasisme terhadap masyarakat Papua yang terus bergejolak, kekerasan yang menimpa puluhan mahasiswa saat demonstran dan terbitnya berbagai regulasi yang tidak berpihak pada rakyat seperti UU Ciptaker dan UU minerba serta semakin tak diacuhkannya aturan-aturan pro rakyat seperti RUU-PKS, RUU Masyarakat adat, dan RUU Perlindungan Terhadap Pekerja Rumah Tangga. Tak hanya itu, kondisi pandemi seperti ini juga memperparah kasus pelanggaran Hukum dan HAM yang kian meningkat.
Bila berkaca pada semangat demokrasi yang dibawa dan diajarkan oleh Gus Dur, hal ini tentu sangat jauh dengan apa yang diharapkan. Karena sejatinya setiap individu memiliki hak dan kebebasannya tidak boleh diciderai apalagi direnggut. Melalui pendekatan humanis, Gus Dur meneladankan bahwa sikap lemah lembut dengan mengedepankan dialog adalah solusi melerai masalah, bukan malah menghadapinya dengan senjata apalagi kekerasan.
Para penggerak Gusdurian harus mampu dan hadir pada ranah ini menjadi pelerai sekaligus memberi keterangan di tengah situasi yang kian gaduh. Konkretnya adalah: menjembatani proses rekonsiliasi perdamaian ditingkat akar rumput, melakukan pengarusutamaan gender dan melerai kekerasan terhadap perempuan, memberikan dukungan pada korban dengan membantu pemenuhan dan pemulihan korban, menggunakan hak kebebasan berpendapat dengan bertanggungjawab dan tidak terjebak pada ujaran kebencian dan berita bohong.
Lalu ditambah dengan mendorong para aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus-kasus hukum berbasis kekerasan HAM dengan prinsip restorative justice juga membangun masyarakat yang inklusif, toleran, kritis, partisipatif serta mendukung kebijakan-kebijakan yang adil setara bagi semua tanpa beda dan kecuali. []