• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Adakah Akhlak Berpacaran (Ta’aruf) dalam Islam?

Berpacaran dengan cara melakukan hal-hal mesum berduaan. Terutama di tempat sepi, adalah jelas terlarang dan haram dalam Islam

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
25/01/2024
in Keluarga, Rekomendasi
0
Akhlak

Akhlak

1.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika berpacaran kita persepsikan, dan kita praktikkan sebagai ikatan relasi antara laki-laki dan perempuan yang membawa mereka pada kontak-kontak fisik seksual, sebelum pernikahan, maka hukumnya adalah haram. Karena Islam mengharamkan segala jenis kontak seksual di luar atau tanpa ikatan pernikahan. Berpacaran dengan cara melakukan hal-hal mesum berduaan. Terutama di tempat sepi, adalah jelas terlarang dan haram dalam Islam.

Namun, jika ia kita praktikkan sebagai ajang perkenalan diri dan pengenalan relasi, untuk melihat dan mempertimbangkan sejauhmana bisa kita lanjutkan ke jenjang ikatan pernikahan. Maka hukumnya boleh.

Berpacaran seperti ini, biasa kita sebut sebagai ta’aruf, atau ajang saling mengenal antara laki-laki dan perempuan. Ia bisa juga menjadi bagian dari proses ikhtiar, mencari dan memilih calong pasangan, sebelum memutuskannya melalui ungkapan pelamaran (khithbah).

Dalam proses ikhtiar ini, seseorang akan mencari dan memilih orang yang ia pandang layak menjadi calon pasangannya. Laki-laki memilih perempuan, dan perempuan memilih laki-laki. Fase ikhtiar ini terjadi sebelum fase kepastian dan penetapan calon, melalui proses khitbah, atau lamaran. Perkenalan (ta’aruf) antara laki-laki dan perempuan adalah sesuatu yang perlu, bahkan niscaya, sebelum masuk ke jenjang pernikahan, berkeluarga, dan berumah tangga.

Memulai Perkenalan dalam Relasi

Perkenalan akan menjadi modal awal seseorang memulai sebuah relasi. Kemudian melanjutkannya secara lebih kuat, melalui prosesi peminangan dan kemudian akad pernikahan. Perkenalan ini yang Nabi Muhammad Saw sarankan (Sunan Turmudzi, no. hadits: 1110). Yakni untuk melihat calon pasangan, agar rencana pernikahan lebih kokoh. Dan yang kita pilih adalah seseorang dengan karakter diri yang dapat bekerjasama dalam membangun dan melestarikan rumah tangga.

Baca Juga:

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

Kala Kesalingan Mulai Memudar

Melihat calon pasangan, tidak bisa hanya sekedar fisik. Tentu saja, ketertarikan seseorang pertama kali adalah pada hal-hal fisik. Namun, relasi pernikahan tidak hanya kita bangun atas dasar pertimbangan fisik. Bahkan, yang utama justru adalah tentang karakter diri dan mental relasi. Di mana ini akan menjadi pondasi pasangan suami dan istri dalam membangun rumah tangga.

Karakter diri dan mental relasi inilah yang saya maksud dengan akhlak berelasi. Yang memiliki karakter ini dianggap beragama (shahib wa shahibatu din) dan  berakhlak (dzu khuluq wa dzatu khuluq). Di mana kata Nabi Muhammad Saw, sebagai prasyarat utama dalam memilih calon pasangan menikah (Sunan Turmudzi, no. hadits: 1108).

Mempertimbangkan kemolekan fisik (jamal), kecukupan finansial (mal), dan kekuatan nasab atau status sosial (hasab), adalah tidak salah dan itu manusiawi. Nabi Saw juga mengakui pertimbangan-pertimbangan ini, tetapi modal utama dalam relasi adalah akhlak relasi, yang tersebutkan sebagai din (Sahih Bukhari, no. hadits: 5146).

Mengutamakan Akhlak dalam Relasi

Dalam sebuh hadis lain (Sunan Ibn Majah, no. hadits: 1932), kemolekan fisik saja bisa membuat seseorang berselingkuh, atau terbawa ajakan selingkuh orang ketiga. Kekayaan harta saja, juga bisa membuat seseorang sombong dan menyakiti pasangannya. Sekali lagi, yang harus kita pastikan sebagai hal utama adalah akhlak relasi seseorang. Ssehingga bisa bekerjasama, untuk saling menyenangkan, saling melayani, dan saling memenuhi kebutuhan pasutri.

Akhlak relasi inilah yang oleh Nabi Saw disebut sebagai kesalihan pasangan suami dan istri. Seorang perempuan harapannya menjadi istri yang salihah bagi suaminya, dan seorang laki-laki juga kita harapkan menjadi suami yang salih bagi istrinya (Sunan Abu Dawud, no. hadits: 1666).

Yaitu, karakter diri untuk bisa menyenangkan pasangan, memenuhi kebutuhannya, melayaninya, dan menjaga diri agar tidak mencederai ikatan perkawinan karena ajakan orang ketiga. Karakter ini harus laki-laki dan perempuan miliki. Di mana hal ini yang akan mengikatkan diri dalam perkawinan dan menempuh kehidupan baru membangun keluarga serta rumah tangga.

Dengan demikian, berpacaran sebagai ajang ta’aruf, yang harus menjadi fokus adalah pengenalan diri dalam berelasi dengan orang lain. Selain itu perkenalan dengan orang yang berpotensi akan berlanjut pada pernikahan.

Sejauhmana seseorang dan orang yang dalam relasinya, masing-masing dan sama-sama, memiliki kepribadian yang bertanggung-jawab (amanah). Yakni untuk berelasi secara sehat dan bekerjasama dalam mewujudkan kebaikan (jalb al-mashalih) dan menghilangkan keburukan (dar’ al-mafasid) dalam kehidupan berkeluarga dan berumah tangga.

Berpacaran sebagai Upaya Ta’aruf untuk Menikah

Dengan konsepsi berpacaran sebagai ta’aruf untuk menikah, ia sama sekali tidak baik dilakukan remaja usia sekolah yang belum cukup umur untuk menikah. Begitupun jika sudah dewasa dan cukup umur secara aturan untuk menikah, jika tidak ada tujuan mencari calon pasangan, berpacaran tidak baik dan tidak perlu bagi mereka.

Karena, hubungan ini biasanya akan melibatkan emosi yang mendalam yang tidak mudah terkelola dan berdampak pada aktivitas sehari-hari. Tanpa berpacaran, laki-laki dan perempuan masih bisa bekerjasama dan saling mengenal dalam relasi pertemanan, persahabatan, relasi kerja, bisnis, organisasi, dan keluarga. Relasi-relasi seperti ini, bisa menjadi awal untuk meneruskan. Jika kita anggap perlu dan dirasa cocok, ke jenjang ikhtiar, ta’aruf, dan kemudian khitbah.

Dalam semua relasi seperti ini, sebagaimana sudah saya tegaskan di awal, yang berlaku adalah prinsi-prinsip akhlak relasi.

Yaitu cara pandang yang bermartabat (karamah insaniyah), perilaku yang adil (‘adalah) dan maslahat (maslahah), menguatkan persaudaraan (ukhuwwah), membawa kenyamanan (basth al-wajh), tidak menzalimi (‘adam azh-zhulm), tidak menyakiti (kaff al-adza), tidak membawa keburukan dan bahaya (‘adam adh-dharar), tidak menipu (‘adam al-gharar), tidak mempecundangi (‘adam al-khudzlan), tidak mempersulit (‘adam at-ta’sir wa syiqaq), melainkan menghormati (ihtiram), menolong dan menguatkan (‘auwn), menyayangi (rahmah), memudahkan (taysir), dan melayani (khidmah). []

 

Tags: akhlakBerpacaranKhitbahmenikahRelasiTa'aruf
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Mengantar Anak Sekolah

Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?

18 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Representasi Difabel

Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

16 Juli 2025
Menikah

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

15 Juli 2025
Krisis Ekologi

Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

14 Juli 2025
Mas Pelayaran

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

13 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penindasan Palestina

    Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID