• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Ajaran Pembebasan dalam 9 Nilai Utama Gus Dur

Satu yang perlu menjadi catatan bahwa gerak pembebasan sepatutnya kita lakukan dengan cara yang santun atau anti-kekerasan. Demikian yang Gus Dur teladankan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
26/06/2023
in Figur
0
Ajaran Pembebasan

Ajaran Pembebasan

859
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Satu dari sembilan ajaran (nilai) utama yang Gus Dur ajarkan adalah pembebasan. Ajaran pembebasan menjadi gerakan yang menghiasi nafas hidup dalam perjuangan Gus Dur untuk kemanusiaan.

Penting untuk kita catat, pembebasan di sini bukanlah pemberontakan, pengrusakan, dan pembangkangan. Melainkan, pembebasan yang bersumber dari prinsip untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bersama.

Seperti Apa Ajaran Pembebasan Gus Dur?

Sebagaimana penjelasan Nur Kholik Ridwan dalam Ajaran-ajaran Gus Dur, “Pembebasan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan….”

Oleh karena itu, semasa hidupnya, Gus Dur meneladankan kepada kita untuk membela mereka yang tertindas. Kelompok-kelompok minoritas yang karena “berbeda” sering mendapatkan diskriminasi. Keberpihakan Gus Dur terhadap etnis Tioghoa, rakyat Papua, dan lainnya, semuanya adalah untuk membebaskan manusia dari kungkungan diskriminasi menuju ke keadaan kesetaraan dan keadilan.

Sebagaimana penjelasan Gus Dur dalam Prisma Pemikiran Gus Dur bahwa, “Inti pembebasan adalah jika setiap orang bisa berkembang menurut pola yang dia inginkan.” Dalam konteks keberagamaan, perkataan Gus Dur ini dapat kita pahami bahwa, inti pembebasan adalah wujudnya kondisi di mana setiap pemeluk agama mendapat kemerdekaan dan terjamin rasa aman dalam menjalankan agama yang mereka anut.

Baca Juga:

Membincang Toleransi Muslim dan Kristen di Momen Idulfitri

Idulfitri, Hari Merayakan Toleransi: Sucinya Hati dari Nafsu Menyakiti Umat yang Berbeda Agama

Puasa Sebagai Perisai dari Bencana Kemanusiaan Akibat Perpecahan Antarumat Beragama

Pembebasan Manusia secara Bertahap dalam Islam

Jadi, pembebasan adalah untuk menghapus sekat dinding yang memisahkan mayoritas-minoritas. Sehingga, tak ada hasrat saling meniranisasi diri sebagai pihak paling kuasa. Namun, yang ada adalah hidup berdampingan dan saling memahami sebagai sesama manusia yang mengidamkan kedamaian.

Perlukah Gerak Pembebasan Itu?

Pembebasan dalam ajaran Gus Dur mengidealkan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan. Sehingga, mampu melahirkan kehidupan damai dalam bingkai kerukunan. Kondisi ini sangat penting dalam kehidupan beragama di Indonesia yang amat heterogen.

Di Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara, misalnya, sebab masyarakatnya multi-agama: ada umat Muslim, Kristiani, dan Hindu, maka setiap pemeluk agama mesti mendapat kemerdekaan dalam menjalankan agamanya masing-masing. Sehingga, umat Muslim sebagai mayoritas perlu mengedepankan wajah Islam ramah yang menghormati perbedaan dalam beragama.

Demikian pula dengan minoritas Kristiani dan Hindu yang juga perlu mengedepankan laku beragama yang toleran, agar dengan demikian sekat mayoritas-minoritas dapat runtuh sehingga menjadi masyarakat multi-agama yang rukun dan damai.

Pembebasan Mewujudkan Kesetaraan

Gerak pembebasan dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan perlu kita lakukan. Dalam masyarakat heterogen yang jelas chaos, maka pembebasan berarti “mewujudkan” kesetaraan dan keadilan demi kehidupan yang rukun dan damai. Sedangkan, dalam masyarakat yang sudah (nampak) rukun dan damai, bukan berarti tidak butuh gerak pembebasan dalam beragama. Kita tetap membutuhkannya dalam wujud “merawat” kesetaraan dan keadilan.

Ambil contoh Sulawesi Utara yang sering kita banggakan sebagai salah satu daerah toleran di Indonesia. Kadang kita terbuai dengan labelisasi toleran ini, dan “agak” abai merawat toleransi dalam beragama. Alhasil, bukan dongeng, melainkan sudah pernah ada kasus persekusi di beberapa daerah di Sulawesi Utara. Seperti pada Januari 2020 terjadi pengrusakan Musalah di Kanonang, Minahasa Utara.

Kasus di atas menjadi contoh, bahwa sekalipun satu daerah kita katakan dan banggakan sebagai daerah yang toleran, bukan berarti dapat mengabaikan upaya kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan beragama. Sehingga, tetap membutuhkan adanya upaya merawat laku toleran dalam beragama untuk menangkal bahaya intoleransi.

Caranya Bagaimana?

Dalam ajaran Gus Dur, sebagaimana penjelasan Nur Kholik Ridwan dalam Ajaran-ajaran Gus Dur, gerak pembebasan atau mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan dilakukan dengan: “…dua hal: Pertama, mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat, dengan memberikan dorongan untuk berefleksi, baik melalui tulisan, ceramah, wawancara, membuat lelucon, dan obrolan-obrolan dinamis….

Kedua, memberikan teladan dalam tindakan untuk berani berbuat, baik membantu yang membutuhkan, membela mereka yang terbelenggu oleh penindasan, dan melakukan kritik-kritik sosial tanpa kehilangan kesantunan dan bobot kekuatan dinamisnya dalam kritik-kritik yang dilontarkan.”

Jadi gerak pembebasan tidak hanya soal membela kaum tertindas atau meng-counter laku beragama yang berujung pada sikap tirani mayoritanisme, namun juga termasuk upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat agar berkesadaran kesetaraan dan keadilan. Sebab, tanpa kesadaran demikian potensi tirani mayoritanisme bisa meningkat. Gerakan awal yang dapat kita lakukan adalah dengan membangun kesadaran kesetaraan dan keadilan dalam “diri”.

Santun dan Anti-kekerasan

Satu yang perlu menjadi catatan bahwa gerak pembebasan sepatutnya kita lakukan dengan cara yang santun atau anti-kekerasan. Demikian yang Gus Dur teladankan. Jadi, bukan dengan melakukan kekerasan kemudian mengkambing-hitamkan agama untuk pembenaran.

Gus Dur mengingatkan, “Kita harus mengubah moralitas masyarakat dengan sabar, agar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang kita yakini kebenarannya, dengan memberikan contoh yang baik sebagai wahana utama dalam pembentukan moralitas yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.” (Sebagaimana dari Ahmad Nurcholish dalam Celoteh Gus Dur: 222 Ujaran Bijak Sang Guru Bangsa).

Sampai di sini, dapat kita pahami bahwa ajaran pembebasan dalam 9 nilai utama Gus Dur erat kaitannya dengan upaya menegakkan kesetaraan dan keadilan. Hal yang amat penting dalam lingkungan masyarakat Nusantara yang multi-agama. Sebab, dengan adanya kesetaraan dan keadilan dalam ekspresi beragama, upaya mewujudkan dan merawat kehidupan damai dalam bingkai perbedaan bukanlah dongeng semata. []

Tags: Dakwah ToleranKerukunan Antar Umat BeragamaKH. Abdurrahman WahidPembebasanToleransi beragama
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version