Mubadalah.id – Ajaran toleransi dalam keluarga memiliki banyak sekali manfaat. Apalagi jika kita menjadikannya sebagai pendidikan pertama untuk keluarga. Menjadi makhluk sosial mengajarkan kita melihat kemajemukan begitu unik dan luas. Menjalani Hidup untuk saling berdampingan, menyayangi, dan mengharapkan kebahagiaan satu tanpa memusingkan segala perbedaan menjadi penghalang. Kemajemukan ini akan menghantarkan kita kepada pemahaman esensial yang kita butuhkan demi pencapaian level kebahagiaan individu terdekat dan kelompok.
Saya teringat sebuah quote dari guru bangsa kita, Gus Dur, yang mengatakan, “Yang dilarang oleh agama Islam adalah perpecahan bukan perbedaan.” Terlahir dari bangsa yang majemuk terhadap perbedaan, mulai dari ras, suku, budaya, serta identitas melahirkan kesadaran untuk hidup berdampingan dengan perbedaan itu sendiri.
Salah satu contoh ajaran toleransi dalam keluarga adalah bagaimana kita menerima mereka tetap hadir dan saling percaya diri terhadap apa yang mereka miliki. Tentu merupakan sebuah anugerah Tuhan agar kita sebagai hamba tetap menebar kebaikan dan memahami bahwa perbedaan adalah sebuah kekayaan Tuhan untuk kita miliki.
Ajaran Toleransi dalam Keluarga
Ajaran toleransi dalam keluarga sebagai pendidikan pertama dalam keluarga bisa dimulai dari sebuah lingkup terdekat dengan kita menjadi satu hal penting untuk mengajarkan hal kecil, umum, bahkan yang sifatnya privasi. Keluargalah yang darinya bisa memahami kehadiran kita saat terlahir menjadi manusia. Keluarga merupakan madrasah pertama sekaligus guru sehari-hari kita.
Oleh karena itu, mendamba keluarga harmonis merupakan harapan semua orang. Orang tua ini yang menjadi aktor utama untuk mencipta, dan menumbuhkan rasa kekeluargaan yang nyaman, adil, hubungan takwa pada Tuhannya (hablum minallah) dan hubungan cinta kasih sesama manusia (hablum minannas).
Ketika kita berbicara tentang pendidikan di lingkup keluarga, mungkin beberapa dari kita akan bertanya-tanya, pendidikan apa yang seharusnya diajarkan agar seluruh anggota keluarga memiliki rasa saling percaya, cinta kasih, dan dapat bersikap ramah menerima perbedaan dari seseorang yang merupakan saudara terdekat kita. Dan untuk menjawabnya, kita harus paham apa juga yang menjadi alasan mengapa keluarga menjadi jejak awal ajarkan rasa keterbukaan, sikap lapang, dan ramah menerima perbedaan.
Mayoritas dari kita mungkin spontan mengamini bahwa keluarga merupakan kunci penting belajar segala hal. Dari keluarga, kita dikenalkan pada sikap simpati, komunikasi, dan memahami orientasi diri untuk akhirnya mengarungi lingkungan luar.
Untuk memulainya, orang tua memiliki peran penting dalam membangun semua itu. Cita-cita membangun sebuah rumah tangga harmonis, orang tua harus memiliki kesadaran pengetahuan bahwa apa yang diberikan merupakan anugerah yang terbaik. Jika orang tua telah menanamkan sikap tersebut, upaya menebar cinta kasih melalui toleransi terhadap segala perbedaan menjadi satu hal yang mudah untuk orang tua ajarkan pada anak-anak.
Memahami toleransi sebagai pendidikan pertama dalam keluarga dapat dimaknai dengan sikap terbuka dan menghormati setiap perbedaan yang ada di antara manusia dengan belajar dari diri dan orang lain menemukan kesamaan sehingga terjalin kenyamanan setiap manusia. Orang lain belum bisa dibilang memahami makna bahwa manusia adalah makhluk sosial jika belum dapat menerima perbedaan baik karakter, wujud, kemampuan, serta apa-apa yang dimiliki dari diri. Dan dari berbagai perbedaan tersebut seharusnya tertanam jiwa saling melengkapi yang nantinya terjalin hubungan yang dicita-citakan tadi.
Adanya usaha kesadaran muncul karena beberapa dari kita barang kali perlu mengadakan evaluasi dan edukasi ketika melontarkan ungkapan perasaan atau alih-alih menasihati untuk melakukan sesuatu sesuai versi mereka. Dalam upaya menasihati, terkadang orang tua seakan membatasi kemampuan atau hak yang dimiliki anak. Beberapa pengalaman membuat anak semakin tertutup kepada orang tua dan hal ini tidak memungkiri mereka bersikap intoleran dan kesulitan menerima dan mencintai diri mereka sendiri.
Upaya yang Dapat Dilakukan
Ada beragam upaya yang dapat dilakukan untuk mengajarkan kepada anggota keluarga dalam menerima perbedaan terlahir dari sanak saudara kita. Pertama, sikap saling terbuka. Memiliki sifat saling terbuka baik komunikasi atas apa yang terjadi dari anggota keluarga merupakan hal penting dalam mewujudkan hubungan yang harmonis dan saling percaya.
Termasuk anak yang perlu dibimbing dalam pertumbuhannya, orang tua memiliki tugas memberi pemahaman untuk saling terbuka atas pengalaman yang telah terjadi. Untuk dapat saling terbuka, self disclourse yang merupakan pengungkapan hal yang sangat pribadi dan privat dalam diri kepada orang lain tanpa adanya paksaan menjadi satu cara yang dapat dilakukan.
Kedua, tanamkan sikap saling menerima dan percaya terhadap perbedaan dan kemampuan yang dimiliki dari kejadian sehari-hari. Tiap anak pasti akan berproses dan tumbuh menyesuaikan diri dengan kemampuan yang dimiliki. Apa yang dimiliki anak merupakan anugerah dan orang tua berhak menerima dengan membimbingnya tumbuh sesuai kemampuan mereka.
Pengalaman yang tumbuh darinya baik fisik, psikologi, dan emosi adalah hal yang wajar dan kita terima apa adanya. Apa yang tumbuh darinya perlu kita yakinkan bahwa tak lain adalah anugerah Tuhan yang Maha Esa. Sebab sulitnya penerimaan dan ketidakpercayaan anggota keluarga secara tidak langsung mengajarkan sikap intoleransi itu sendiri. Pun, orang tua jangan terlalu membatasi dan melarang apa yang dilakukan anak karena hal yang disenangi. Cobalah, ajarkan dan bimbing anak dengan kata-kata yang meningkatkan percaya diri bukan membandingkan atau menjatuhkan.
Ketiga, edukasi anak tentang toleransi dan intoleransi. Seperti dalam sebuah kutipan Hellen Keller yang mengatakan “Hasil pendidikan tertinggi adalah toleransi”, maka sepatutnya orang tualah teladan terbaik anak-anaknya. Sebab apa yang dilihat dan dilakukan orang tua cenderung menjadi contoh bagi anak. Banyak cara atau tindakan kecil yang dapat keluarga utamanya lakukan untuk menanamkan toleransi pada anggota keluarga lainnya.
Hal paling krusial dapat dilakukan adalah memberi pengetahuan kepada anggota keluarga tentang pentingnya toleransi hadir dalam diri masing-masing dan menghindari sejauh mungkin tindakan intoleransi yang dapat menyebabkan perpecahan dan perasaan saling menyakiti.
Kemudian dalam praktiknya dapat menyelipkan nilai toleransi dari tindakan yang dilakukan sehari-hari, baik terhadap keluarga di rumah maupun orang lain di luar. Selanjutnya apresiasi dan hargai atas apa yang telah dilakukan, yang akhirnya dapat menumbuhkan percaya diri muncul sehingga ia dapat belajar mengapresiasi dan menghargai pula apa yang orang lain lakukan.
Tekankan bahwa jika perbedaan selalu muncul dari diri adalah alami dan suatu karunia terbaik Tuhan yang diberikan untuk manusia lakukan sesuai porsinya masing-masing dalam hidup berdampingan dan berkeberagaman.
Demikian tulisan tentang ajaran toleransi dalam keluarga sebagai pendidikan pertama untuk keluarga. Semoga bermanfaat.[]