Mubadalah.id – Banyak perubahan sosial dan budaya yang menguji nilai-nilai tradisional, termasuk pernikahan di era digital ini. Pertanyaan apakah pernikahan masih relevan sering muncul, terutama di kalangan generasi muda yang terpapar berbagai pandangan modern. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan pentingnya pernikahan dari perspektif Islam dan bagaimana nilai-nilai ini dapat diaplikasikan di zaman sekarang.
Pernikahan, sebagai institusi yang telah ada selama ribuan tahun, terus menjadi pondasi masyarakat yang stabil dan harmonis. Namun, dengan kemajuan teknologi, perubahan nilai-nilai budaya, dan peningkatan individualisme, pernikahan kini menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Apakah ikatan pernikahan masih memiliki tempat dalam dunia yang semakin cepat berubah ini? Inilah yang perlu kita renungkan dengan kembali kepada nilai-nilai Islam yang telah teruji oleh waktu.
Pandangan Islam tentang Pernikahan
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah ikatan suci yang tidak hanya memenuhi kebutuhan biologis. Tetapi juga berfungsi sebagai institusi sosial yang menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
“Nikah itu adalah sunnahku. Barangsiapa yang tidak suka sunnahku, maka dia bukan golonganku.” (HR. Ibnu Majah).
Pernikahan tidak hanya kita anggap sebagai kontrak sosial, tetapi juga sebagai sarana untuk menjaga moral dan etika masyarakat. Dalam pernikahan, suami dan istri saling melengkapi dan mendukung, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak-anak yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Hal ini tercermin dalam hadis lainnya,
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, seyogyanya pernikahan kita lihat sebagai salah satu cara utama untuk mencapai kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan sejati. Kesucian pernikahan dalam Islam mengajarkan kita untuk menghargai pasangan kita, mencintai mereka dengan ikhlas, dan menjalankan kewajiban kita dengan penuh tanggung jawab.
Sebagai suami atau istri, menjalankan peran kita dengan baik bukan hanya membawa keharmonisan dalam rumah tangga tetapi juga mendatangkan ridha Allah.
Tantangan Pernikahan Zaman Now
Di zaman now, nilai-nilai tradisional pernikahan seringkali teruji oleh pengaruh globalisasi, teknologi, dan media sosial. Kehidupan modern yang serba cepat dan individualistik seringkali membuat pernikahan kita anggap sebagai beban atau bahkan tidak relevan. Krisis nilai-nilai ini menyebabkan banyak generasi muda ragu untuk menikah atau menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang.
Contoh nyata dari tantangan ini bisa kita lihat pada kasus meningkatnya angka perceraian di kalangan pasangan muda di Indonesia. Banyak pasangan muda yang merasa tidak siap menghadapi tanggung jawab besar dalam pernikahan, terutama ketika berhadapan dengan tekanan karir dan ekspektasi sosial yang tinggi.
Jika kita coba telusuri data resmi yang BPS keluarkan, angka perceraian di Indonesia meningkat setiap tahunnya, dengan sebagian besar kasus terjadi pada pasangan yang baru menikah kurang dari lima tahun.
Fenomena lain yang menarik adalah trend “menikah virtual” atau “pernikahan online” yang muncul selama pandemi COVID-19. Meskipun ini tampak praktis, pernikahan semacam ini seringkali mengabaikan proses pemahaman mendalam dan komitmen yang seharusnya terbangun sebelum menikah.
Salah satu kasus terkenal adalah pernikahan selebriti yang dilakukan secara online. Kemudian berakhir dalam perceraian setelah beberapa bulan, semakin membuktikan pentingnya menyoroti kesiapan mental dan emosional dalam pernikahan.
Kewajiban Suami-Istri
Di antara konsekuensi pernikahan adalah adanya kewajiban yang harus terpenuhi oleh kedua belah pihak. Suami bertanggung jawab memberikan nafkah, melindungi, dan memimpin keluarga. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34).
Istri, di sisi lain, memiliki kewajiban untuk taat kepada suami, mengurus rumah tangga, dan mendidik anak. Sebagaimana suami juga melakukan hal yang sama dalam relasi keluarga. Mengurus rumah tangga dan mendidik anak dilakukan bersama-sama.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila seorang wanita melaksanakan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.'” (HR. Ahmad).
Hak-hak dalam Pernikahan
Suami berhak atas ketaatan dari sang istri, sedangkan istri berhak atas perlindungan dan pemeliharaan dari sang suami. Penerapan hak-hak ini di era modern memerlukan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip Islam dan bagaimana mereka dapat kita terapkan dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, dalam pengelolaan keuangan keluarga, meskipun suami bertanggung jawab atas nafkah, istri juga berhak untuk berdiskusi dan memberikan masukan demi kesejahteraan bersama.
Suami dan istri harus berkolaborasi dalam mengambil keputusan-keputusan penting terkait keuangan, pendidikan anak, dan aspek lain dari kehidupan keluarga. Misalnya, ketika suami mungkin bekerja di luar rumah dan istri mengelola rumah tangga, keputusan tentang alokasi anggaran bulanan harus mereka lakukan bersama.
Hal ini memastikan transparansi dan kepercayaan dalam hubungan, hingga akhirnya memperkuat ikatan pernikahan. Sebagai analogi, sebuah keluarga yang beroperasi seperti tim sepak bola yang solid akan lebih sukses daripada dengan satu yang pemainnya tidak saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari, istri yang berperan aktif dalam memberikan masukan dapat membantu suami dalam menghadapi tekanan eksternal. Misalnya, jika suami menghadapi tantangan di tempat kerja, diskusi dengan istri dapat memberikan perspektif yang berbeda dan solusi yang lebih efektif.
Prinsip kesalingan ini bukan hanya menyeimbangkan hak dan kewajiban. Tetapi juga meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban
Prinsip kesalingan (mubadalah) dalam pernikahan menekankan pentingnya saling tolong-menolong antara suami dan istri. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71).
Dengan demikian, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mendukung dan menolong satu sama lain dalam menjalankan kehidupan yang diridhai Allah Ta’ala.
Prinsip mubadalah ini tentunya tetap menegaskan adanya peran dan tanggung jawab yang berbeda, namun saling melengkapi. Sebagai contoh, dalam situasi di mana istri memiliki kemampuan finansial yang lebih baik, suami dan istri dapat bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan keluarga tanpa melanggar prinsip-prinsip dasar kewajiban suami sebagai penafkah utama.
Mubadalah dalam pernikahan menciptakan keseimbangan yang harmonis, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi terbaik sesuai dengan kapasitasnya. Hal ini tidak hanya menciptakan lingkungan rumah tangga yang stabil tetapi juga memperkuat ikatan emosional dan spiritual antara suami dan istri.
Suami dan istri yang saling menghormati dan mendukung, akan mampu menghadapi berbagai tantangan hidup bersama, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pada kerjasama dan kasih sayang.
Relevansi Pernikahan dalam Konteks Modern
Meskipun zaman berubah, prinsip-prinsip dasar pernikahan dalam Islam tetap lah relevan. Pernikahan memberikan kerangka yang jelas tentang hak dan kewajiban masing-masing pasangan, yang jika dijalankan dengan benar, dapat mengatasi berbagai tantangan modern.
Tekanan karir, misalnya, seringkali menjadi sumber konflik dalam rumah tangga modern. Namun, dengan pemahaman yang baik tentang peran dan tanggung jawab, pasangan dapat saling mendukung dalam mencapai keseimbangan antara kehidupan profesional dan keluarga.
Contohnya, seorang suami yang memahami pentingnya mendukung karir istri akan menciptakan suasana yang kondusif untuk istri mencapai potensinya, tanpa merasa terbebani oleh ekspektasi tradisional yang tidak relevan.
Teknologi juga membawa tantangan baru dalam pernikahan modern, seperti ketergantungan pada media sosial yang dapat mengganggu komunikasi langsung antara pasangan. Maka, untuk membijaksanai hal ini, Islam menekankan pentingnya komunikasi dan kebersamaan sebagai solusi efektif. Hendaklah lebih fokus pada interaksi nyata dan memperkuat ikatan emosional mereka.
Misalnya, menetapkan waktu khusus tanpa gadget untuk saling berbicara dan beribadah bersama dapat membantu menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga sehingga Suami dan Istri dapat menavigasi tantangan modern ini dan membangun rumah tangga yang harmonis dan berkah.
Epilog
Pernikahan masih sangat relevan di zaman now jika dilihat dari perspektif Islam yang menekankan pada keseimbangan antara kewajiban dan hak. Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana menjalani pernikahan yang harmonis dan adil, meskipun dalam konteks kehidupan modern yang penuh tantangan.
Islam menekankan pentingnya adil dalam relasi suami-istri, di mana keduanya memiliki hak dan tanggung jawab yang setara namun berbeda. Contoh nyata ini dapat kita lihat dalam banyak keluarga Muslim yang berhasil membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan mengikuti ajaran Islam. Seperti pentingnya saling menghormati, berkomunikasi secara efektif, dan mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan hidup. Oleh karenanya, pernikahan dapat menjadi fondasi yang kuat untuk keluarga dan masyarakat yang lebih baik.
Mari kita renungkan dan terapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan pernikahan kita. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menyesuaikannya dengan tantangan zaman modern. Dengan memahami dan menghargai peran masing-masing, pasangan suami istri dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan pribadi dan spiritual.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita kekuatan untuk menjalani pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Aamiin. Panduan yang Islam berikan, seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan hadits, menawarkan solusi praktis dan spiritual untuk mengatasi konflik dan memperkuat ikatan pernikahan. Yaitu menjadikan rumah tangga sebagai tempat berlindung dari dunia luar yang penuh tekanan dan tantangan. []