Mubadalah.id – Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Buku Qiraah Mubadalah menjelaskan bahwa bakti suami terhadap istrinya adalah bagian dari akhlak mulia yang sama pentingnya dengan bakti istri terhadap suaminya.
Hal ini sebagaimana dalam Musnad Ahmad (no. 10247), bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Keimanan yang paling sempurna di antara orang-orang beriman adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik perilakunya terhadap istrinya.”
Hadits ini menunjukkan bahwa ukuran kesempurnaan iman seseorang bukan pada statusnya sebagai laki-laki. Melainkan pada kualitas akhlak mulia terutama dalam memperlakukan pasangan hidupnya.
Melalui metode pembacaan mubadalah, Kiai Faqih mengajak kita melihat bahwa pesan-pesan hadits semacam ini tidak hanya berlaku untuk laki-laki. Perempuan, sebagai bagian dari orang-orang beriman, juga dipanggil untuk menyempurnakan imannya melalui akhlak yang baik terhadap suami mereka.
Artinya, jika suami terbaik adalah yang berbuat baik kepada istrinya, maka istri terbaik pun adalah yang berbuat baik kepada suaminya.
Pesan ini jelas bersifat timbal balik. Dengan begitu, relasi rumah tangga bukan lagi hubungan hierarkis antara yang “memerintah” dan yang “melayani”. Tetapi kemitraan dua insan yang sama-sama berjuang meneladani akhlak Rasulullah.
Al-Qur’an dan Prinsip Kesalingan
Persis seperti teks-teks hadits di atas, al-Qur’an pun menegaskan pentingnya perilaku baik sebagai pondasi relasi suami istri. Dalam QS. an-Nisaa’ (4): 19 disebutkan:
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara ma’ruf.”
Menurut Kiai Faqih kata mu‘asyarah bil ma‘ruf (saling bergaul secara baik) secara bahasa berasal dari bentuk mufa‘alah, yang berarti hubungan timbal balik. Maka, sekalipun ayat ini secara tekstual ditujukan kepada laki-laki, pesan moralnya juga berlaku bagi perempuan.
Jika dibaca dengan perspektif mubadalah, ayat ini dapat kita terjemahkan sebagai:
“Perlakukanlah, wahai laki-laki dan perempuan, pasanganmu dengan baik. Jika kamu tidak menyukainya, maka bisa jadi Allah menjadikan kebaikan dari apa yang tidak kamu sukai itu.”
Pembacaan semacam ini mengembalikan ruh keadilan dan kasih sayang yang menjadi inti ajaran Islam. Relasi rumah tangga yang berlandaskan semangat kesalingan akan melahirkan kedamaian, penghormatan, dan cinta yang utuh. []