• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Belajar Kesalingan dari Kembang Setaman

Zain Al Abid Zain Al Abid
15/02/2019
in Kolom
0
bunga setaman

Ilustrasi: pixabay[dot]com

219
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kembang Setaman yang identik dengan sejumput bunga beraneka warna dari berbagai jenis yang biasanya disajikan dalam upacara atau ritual dan berbau mistis. Ternyata memiliki makna yang sangat dalam dan mampu mengembalikan energi positif sebagai manusia.

Di tengah gejolak ancaman teroroisme, radikalisme, kebencian, kebohongan (hoax) dan adu domba yang melanda masyarakat di negeri ini. Kita sepatutnya kembali merenungkan kembali pesan-pesan yang sudah disampaikan melalui berbagai media dalam khazanah kearifan lokal bangsa ini. Agar mengasah kepekaan kemanusiaan kita tentunya.

Kembang Setaman atau bunga setaman terdiri dari dua suku kata yakni Kembang atau Bunga dan Setaman. Menurut filosofi Jawa, kembang atau bunga memiliki makna agar kita mendapat “keharuman ilmu” dari para leluhuratau guru. Keharuman merupakan kiasan dari berkah-syafa’at yang berlimpah dari para bijakbestari, dapat mengalir kepada anak turunnya.

Pun demikian, masing-masing bentuk dan aroma bunga memiliki ciri khas dan maknanya sendiri. Yang menyimpan harapan dan gambaran laku-lampah kita sebagai manusia yang beradab, sebagai simbol wanginya budi pekerti (ahlakul karimah).

Sedangkan “Setaman” bisa berarti kelompok bunga yang terdiri dari berbagai macam bunga, dengan beragam warna dan tentunya dengan bentuk dan aroma yang khas. Semuanya itu berkumpul dalam satu tempat, sehingga disebut setaman (satu taman).

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Adapun bunga yang biasa kita dapati dalam kembang setaman terdiri empat bunga khas seperti; Bunga Kanti, Melati, Kenanga dan Mawar. Meskipun pada perkembangnnya bisa diramu dengan bunga apa saja. Dari sekian bunga yang tergabung dalam kembang setaman ada makna dibaliknya yang patut kita renungkan;

Bunga Kantil filosofi jawa menjelaskan, kanthi laku tansah kumanthil. yaitu mengingatkan kita bahwa kesadaran spiritual (keberagamaan) tak akan bisa dialami secara lahir dan batin tanpa adanya penghayatan akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari (lakutama atau perilaku yang utama).

Bunga kantil berarti pula, adanya tali rasa, atau tansah kumanthil-kanthil, yang bermakna Kumanthil (berserah diri) kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai pengabdian yang mendalam tiada terputus. Pengejawantahannya mencurahkan kasih sayang dan manfaat kepada seluruh makhluk.

Bukankah hidup ini pada dasarnya untuk saling memberi dan menerima kasih sayang kepada dan dari seluruh makhluk. Jika semua umat manusia bisa melakukan hal demikian tanpa terkotak-kotak ego primordial, niscaya bumi ini akan damai, tenteram, dan sejahtera lahir dan batinnya.

Bunga Melati atau rasa melad saka njero ati. Artinya kita diajarkan dalam berucap dan berbicara, hendaknya selalu mengandung ketulusan dan kejujuran dari hati nurani yang paling dalam. Lahir dan batin haruslah selalu sama, kompak, tidak munafik. Menjalani segala sesuatu tidak asal bunyi mengandung hoax serta ujaran kebencian.

Bunga Kenanga, atau Keneng-a! atau gapailah..! Kenanga, kenang-en ing angga. Bermakna filosofis agar supaya anak turun selalu mengenang, semua “pusaka” warisan leluhur berupa benda-benda seni, tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat, dan ilmu spiritual, toriqoh, akhlak sopan santun, dan hal yang banyak mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Agar dirawat-lestarikan.

Bunga Mawar atau Mawi-Arsa. Dengan kehendak atau niat. Menghayati nilai-nilai luhur hendaknya dengan niat. Mawar, atau awar-awar ben tawar. Buatlah hati menjadi “tawar” alias tulus. Jadi niat tersebut harus berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih atau ikhlas. Dengan bahasa lain penuh kasih dan sayang.

Dari keempat bunga tersebut kita dapat mengambil kesimpulan sebagai generasi muda dan umumnya masyarkat Indonesia, dalam kehidupan kita harus berpegang teguh pada prisnip saling menyayangi, saling melakukan kebaikan dengan tulus, berdasarkan prilaku atau budi pekerti yang baik serta meramu sesuatu dengan penuh kesadaran untuk kebaikan bersama meski dengan aroma atau cara yang berbeda.[]

Pertama kali dimuat di Buletin Blakasuta Volume 45, tahun 2017.

Tags: bunga.kembang setamankebahagiaankeluargaKesalingankesejahteraanmakna bungapernikahanrumah tangga
Zain Al Abid

Zain Al Abid

Zain Al Abid. Penulis merupakan Staf Fahmina Institute Cirebon, Alumnus ISIF Cirebon dan Pondok Darussalam Buntet Pesantren.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version