• Login
  • Register
Minggu, 22 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Beriman dan Beramal Saleh, Syarat Suami-Istri Sehidup Sesurga

Maka, perempuan yang memiliki kekhawatiran bersama dengan suami yang tak saleh di surga nanti seharusnya tidak perlu takut. Kewajiban mereka adalah tetap teguh menjadi perempuan yang salihah. Allah SWT sendiri mustahil memberikan keputusan yang tak adil kepada hamba-hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan.

Ayu Rikza Ayu Rikza
14/11/2020
in Keluarga, Kolom
0
562
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Jika perempuan yang bersuami di surga akan dikembalikan ke pangkuan suaminya, lantas bagaimana jika perempuan memiliki suami yang jahat dan selalu melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadapnya. Apakah perempuan tersebut akan tetap dikembalikan kepada suaminya?”

Begitulah kira-kira pertanyaan yang dilontarkan oleh akun instagram @broom_334 sebagai respon atas tulisan saya berjudul “Surga Tak Hanya Monopoli Lelaki”. Bagi saya, pertanyaan ini kritis untuk dijawab terlebih kasus-kasus ketidaksalihan laku suami terhadap istri jamak kita jumpai di masyarakat kita.

Pembahasan perempuan yang bersuami tak saleh ini, kita bisa memulai dari firman Allah surat At-Thur ayat 21 yang berarti: “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

Pada Tafsir As-Sa’di (hal. 732), ayat ini mengukuhkan bahwa setiap orang berkumpul di surga tidak semata karena hubungan nasab, tetapi karena iman dan amal saleh yang dikerjakan oleh mereka. Hakikat iman dan amal saleh sebagai syarat bersama di surga juga dapat kita lihat pada Surat Ar-Ra’du ayat 22-23 berikut ini:

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.”

Baca Juga:

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

Melihat Istri Marah, Benarkah Suami Cukup Berdiam dan Sabar agar Berpahala?

Dalam menafsirkan ayat “…yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya…”, Imam Ibnu Katsir menulis bahwa Allah mengumpulkan mereka bersama orang-orang yang mereka cintai di dalamnya (surga ‘Adn); yaitu bapak-bapak, istri-istri, dan anak-anak mereka dari kalangan orang-orang beriman yang berhak masuk surga.

Prasayarat pahala surga yang telah diperuntukkan kepada siapa saja yang beriman dan beramal saleh telah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya. Prasayarat ini berarti perempuan dan laki-laki yang berada di surga adalah mereka yang beriman dan beramal saleh. Korelasinya dengan siapa pasangan perempuan di surga, maka ia merupakan sosok laki-laki yang sudah pasti beriman dan beramal saleh semasa menjalankan kehidupannya.

Artinya, jika pasangannya di dunia tidak memenuhi prasyarat ini dapat dipastikan bahwa perempuan tidak akan kembali dengan pasangannya yang demikian. Perempuan justru akan mendapat ganti pasangan yang sama beriman dan beramal saleh sebagaimana kualitas keimanan dan kesalehannya.

Kita bisa belajar dari kisah Sayyidatina Asiyah yang merupakan istri dari Fir’aun. Semasa hidupnya, Sayyidatina Asiyah menjadi istri dari laki-laki yang terkenal sangat zalim. Kisah suaminya bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai penguasa yang diazab dengan ditenggelamkan di Laut Merah karena berani menentang Allah ta’ala.

Namun, meski bersuami demikian, Sayyidatina Asiyah tetap berpegang teguh kepada keimanannya dan konsisten untuk menjalankan kewajibannya menjadi perempuan yang salihah. Berkat keteguhannya, ia mendapat jaminan dari Allah sebagai satu dari pemimpin perempuan di surga kelak. Sayyidatina Asiyah juga tidak dikembalikan kepada Fir’aun tetapi justru dinikahkan dengan Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut.

Dari Ibn ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– bahwasanya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– masuk menemui Khadijah yang sedang menghadapi kematian seraya berkata, “Wahai Khadijah, jika nanti kau bertemu dengan para madumu, maka sampaikanlah salamku kepada mereka.”

Khadijah berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kau pernah menikah sebelum menikah denganku?” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata, “Tidak. Akan tetapi Allah telah menikahkanku dengan Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Fir’aun, dan Kultsum saudari Musa.” (Ibn Katsir berkata di kitab “Tafsir al-Quran al-‘Azhim (8/166): bahwa hadis ini adalah daif)

Dari rangkaian penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa suami dan istri di dunia memiliki kemungkinan untuk tidak bersama di akhirat. Hal ini disebabkan oleh prasyarat yang telah Allah tetapkan untuk mendapatkan pahala surga itu sendiri. Artinya, pahala surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya bergantung pada kualitas iman dan amal saleh yang dilakukan oleh masing-masing dari suami dan istri.

Jika suami tak beriman dan berlaku saleh, istri bisa mendapatkan ganti pasangan di surga yang lebih baik. Sebaliknya, istri yang tak beriman dan berlaku saleh, suami juga akan mendapatkan ganti pasangan yang lebih baik. Ganti ini dapat berupa pasangan dari kalangan manusia ataupun dari bidadari dan bidadara. Konsep pahala pasangan yang resiprokal tercermin di sini, yakni lelaki salih untuk perempuan salihah dan perempuan salihah untuk laki-laki salih.

Maka, perempuan yang memiliki kekhawatiran bersama dengan suami yang tak saleh di surga nanti seharusnya tidak perlu takut. Kewajiban mereka adalah tetap teguh menjadi perempuan yang salihah. Allah SWT sendiri mustahil memberikan keputusan yang tak adil kepada hamba-hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan. Untuk itu, jika suami yang tak saleh ini tak lekas bertaubat, maka berbesar hatilah ia harus kehilangan kesempatan bersama istrinya di surga nanti. Wallahu a’lam bissawab wailaihil marji’ wal maab. []

Tags: islamkeluargaperkawinanRelasi Suami dan IstriSejarah Nabi
Ayu Rikza

Ayu Rikza

A herdswoman in the savannah of knowledge—but more likely a full time daughter and part time academia.

Terkait Posts

Teman Disabilitas

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

21 Juni 2025
Jangan Bermindset Korban

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

21 Juni 2025
Ekoteologi Kemenag

Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

20 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

20 Juni 2025
Revisi Sejarah

Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

19 Juni 2025
Lelaki Patriarki

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

19 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jangan Bermindset Korban

    Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Urgensi Ijtihad Fikih yang Berpihak Kepada Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Hubungan Seksual yang Adil bagi Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Kisah Yusuf Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Melalui Transisi Energi Berkeadilan
  • Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin
  • Cara Mengatasi Rasa Jenuh dalam Kehidupan Rumah Tangga
  • Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas
  • Urgensi Ijtihad Fikih yang Berpihak Kepada Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID