Mubadalah.id – Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam) buatku tidak hanya sekedar ngaji tapi juga arena untuk proses pencarian jati diri yang sangat menarik lagi menantang. Khususnya sebagai seorang Muslimah yang hidup pada masa kini di sini. Lingkar Ngaji KGI yang baru masuk episode ketiga tadi malam menjadi ruang bersama untuk merefleksikan tema-tema penting dalam kehidupan. Utamanya tema-tema mendasar yang berkaitan dengan kemanusiaan dan keislaman seorang perempuan.
Semua tema Ngaji KGI kita bidik melalui lensa keadilan hakiki perempuan dalam Islam. Ini adalah perspektif yang secara sadar mempertimbangkan aneka pengalaman biologis khas perempuan, terutama menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Pengalaman ini disertai dengan sensasi biologis yang disebut al-Quran dengan sakit (adza), kelelahan (kurhan), bahkan sakit dan kelelahan berlipat-lipat (wahnan ala wahnin). Istilah-istilah yang digunakan al-Quran ini jelas sedang mengajarkan manusia untuk bersikap empatik pada perempuan.
Sayangnya, banyak masyarakat justru menjadikan pengalaman berdarah-darah ini sebagai alasan untuk meremehkan bahkan menistakan kemanusiaan perempuan. Islam sebaliknya mengajarkan manusia untuk supportif, meringankan, dan respek!
Respek pada pengalaman biologis khas perempuan ini adalah salah satu cita-cita tertinggi sistem kehidupan yang menjadi rahmat bagi semesta termasuk bagi perempuan. Karenanya, sikap empatik, supportif, dan respek pada pengalaman biologis khas perempuan sah sebagai karakter orang yang shaleh/shalehah, muslih/muslihah, dan karakter keluarga/masyarakat/negara/semesta yang Islami/syar’ie.
Perspektif keadilan hakiki juga secara sadar mempertimbangkan kerentanan perempuan secara sosial untuk mengalami stigmatisasi, subordinasi, marjinalisasi, kekerasan, dan beban handa hanya karena menjadi perempuan. Tentu ini adalah bentuk-bentuk kezaliman yang bertentangan dengan perintah Islam untuk bersikap adil pada siapapun.
Bahkan adil, termasuk adil pada perempuan, adalah syarat seseorang menjadi taqwa (i’diluu huwa aqrabu lit-taqwa) sedangkan taqwa atau hubungan baik manusia dengan Tuhan yang melahirkan hubungan baik dengan sesama makhluk-Nya adalah satu-satunya standar nilai manusia di hadapan Allah.
Tiga episode Ngaji KGI telah dibahas dalam 3 Jum’at malam secara berturut-turut: penciptaan laki-laki dan perempuan, selaput dara dan konsep kesucian dalam Islam, serta tabu menstruasi dalam perspektif Islam.
Banyak sekali tema-tema menantang untuk dijadikan tema Ngaji KGI :
Pertama. Terkait erat dengan pengalaman biologis seperti akhlak hubumgan seksual dalam Islam, wasiat Islam pada manusia tentang kehamilan dan persalinan, pesan Islam untuk memanusiakan ibu dalam proses penyusuan, tuntunan Islam untuk support pada perempuan selama nifas, menopause dan andropause dalam perspektif Islam.
Dua. Terkait dengan pengalaman sosial seperti Tauhid anti patriarki, sejarah kehadiran Islam sebagai sejarah penghapusan kekerasan berbasis gender pada perempuan, praktek-praktek berbahaya pada perempuan dalam pandangan Islam, mewaspadai nilai misoginis dalam pemahaman atas Islam, dll.
Tiga. Terkait dengan sistem perkawinan dan keluarga seperti qiwamah dan wilayah yang menjadi basis relasi gender dalam perkawinan. Dua konsep kunci yang sangat mempengaruhi banyak sekali topik-topik turunannya. Pada pra perkawinan misalnya ada konsep kafaah, khitbah, jodoh, baligh, saat prosesi nikah seperti akad nikah, mahar, wali nikah, saksi nikah dll, selama menikah seperti konsep kepemimpinan keluarga, ketaatan (ithoah), nafkah, pengasuhan anak, pemukulan istri, poligami, nusyuzz dll, pasca nikah berakhir (kematian/perceraian): thalak, khulu’, waris, mut’ah, dll, dsb.
Empat. Terkait dengan problem kekinian: pemotongan dan perlukaan genitalia perempuan (P2GP) termasuk khitan perempuan, perkawinan anak, perempuan bekerja, kepemimpinan perempuan di ruang publik, single parent, LDR, dll.
Lima. Tentu penguatan metodologi studi Islam perspektif keadilan hakiki perempuan juga tak kalah pentingnya untuk dibahas. Kalau yang ini ada mekanisme khusus karena serial. Terdiri dari 3 seri @ 2 materi sehingga total 6 pertemuan. Setiap materi dan seri menjadi syarat untuk mengikuti materi dan seri lainnya.
Kapan nulis bukunya? Nah ini dia yang sdengan difikirkan sambil jalan, eh duduk. Gimana caranya Ngaji KGI bisa sekalian menjadi arena penajaman yang sedang ditulis.
Mengamati respon peserta/jamaah Ngaji KGI, baik yang disampaikan melalui medsos maupun japri, sepertinya Ngaji KGI juga menjadi proses bagi mereka untuk menemukan jati diri sebagai seorang Muslimah yang bermartabat. Tidak direndahkan atas nama apapun termasuk atas nama pemahaman atas Islam. (pemahamannya loh yes!).
Ternyata refleksi peserta Ngaji KGI yang laki-laki juga tak kalah menarik. Khususnya pada perubahan cara pandang atas kehidupan. Ingin rasanya ku-tag mas itu yang sering japri melaporkan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Refleksi dari peserta Ngaji KGI, baik perempuan maupun laki-laki, sering menjadi amunisi yang mengobarkan kembali semangat yang karena sesuatu hal suka terjun bebas. []