Judul Buku : Toleransi Dalam Islam
Penulis : KH. Husein Muhammad
Penerbit : Fahmina Institut
Jumlah Halaman : 97
Cetakan : Cetakan Pertama, Desember 2015
ISBN : 978-602-73831-0-4
Mubadalah.id – Setiap menjelang Natal, perdebatan yang sama selalu muncul. Bolehkah mengucapkan selamat Natal? Apakah itu membuat seseorang jadi kafir atau sesat? Di media sosial, pertanyaan ini sering berubah menjadi penghakiman. Ada yang merasa paling benar dengan menolak, ada pula yang disalahkan hanya karena memilih mengucapkan selamat.
Di tengah situasi seperti ini, buku Toleransi dalam Islam karya KH. Husein Muhammad terasa sangat relevan untuk dibaca ulang. Buku ini mengajak kita untuk menyelami makna toleransi. Dalam pandangan Buya Husein, toleransi atau menghargai keyakinan orang lain merupakan etika sosial yang diajarkan oleh Islam.
Islam secara tegas melarang umatnya merendahkan atau mencaci agama lain. Al-Qur’an bahkan mengingatkan agar umat Islam tidak memaki sembahan agama lain, karena hal itu hanya akan memicu kebencian yang lebih besar. Artinya, menjaga ucapan dan sikap adalah bagian dari menjaga iman.
Makna Natal dalam Islam
Gagasan ini menjadi sangat penting ketika dikaitkan dengan Natal. Bagi umat Kristiani, Natal adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus, momen yang penuh sukacita, doa, dan kebersamaan. Sementara dalam Islam, Yesus dikenal sebagai Nabi Isa AS, salah satu nabi yang dimuliakan dan disebut dalam Al-Qur’an.
Islam tidak menolak Isa, justru mengimaninya sebagai salah satu utusan Allah yang mulia. Dari sini, kita bisa mulai melihat titik temu yaitu sama-sama menghormati figur yang kita anggap suci, walau cara dan keyakinannya berbeda.
Buya Husein mengajak kita membaca ulang makna Natal dalam konteks Islam. Mengucapkan selamat Natal bukanlah bentuk pengakuan teologis terhadap ajaran Kristiani, melainkan cara sederhana untuk menunjukkan penghormatan kepada sesama manusia.
Ucapan itu juga bisa kita pahami sebagai penghormatan terhadap Nabi Isa, yang bagi umat Islam termasuk Nabi yang kita hormati dan cintai. Dengan kata lain, toleransi bukan soal melemahkan iman, tetapi soal menjaga hubungan baik antar sesama manusia.
Di realitas sosial saat ini, masih banyak orang yang mudah melabeli orang lain dengan kata kafir atau sesat, termasuk terhadap sesama muslim yang mengucapkan selamat Natal.
Padahal, menurut Buya Husein, hal seperti ini justru menunjukkan kurangnya pemahaman tentang toleransi. Islam mengajarkan kita untuk tidak mudah menilai atau menghakimi orang lain.
Momen Refleksi
Mengucapkan Natal juga bisa menjadi momen refleksi. Kita diajak untuk melihat lebih jauh bahwa toleransi bukan sekadar kata-kata. Ia adalah sikap yang nyata, menghargai orang lain, mengedepankan empati, dan bersikap lembut dalam perbedaan.
Natal, dalam pandangan Buya Husein, adalah contoh bagaimana umat Islam bisa tetap berpegang pada keyakinannya, sambil tetap menghormati orang lain yang berbeda.
Lebih jauh lagi, memahami makna Natal dari perspektif toleransi dalam Islam membuat kita belajar bagaimana Islam sebenarnya mengajarkan kasih sayang universal. Kasih sayang itu tidak terbatas pada orang dengan agama tertentu, tetapi justru pada sesama manusia.
Sebab, sebagaimana yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib, “Jika dia bukan saudaramu dalam agama, maka dia adalah saudaramu dalam kemanusiaan”. []







