Mubadalah.id - Surat ini kutulis saat usiaku genap 33 tahun. Untukmu, namun kukirimkan pada malam, kukabarkan pada angin. Biarlah rasa...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - Ini adalah kali pertama aku keluar rumah semenjak mudik seminggu yang lalu. Setelah berpuluh purnama berada di rantauan,...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - Sebelumnya pada cerita yang telah lalu aku telah bercerita tentang tubuh dan luka ibu. Hari-hari berlalu tanpa jeda....
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - Kereta Joglosemarkerto berhenti di Stasiun Gombong pukul sembilan lewat beberapa menit. Kuambil ranselku yang nangkring di bagasi atas....
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - Aroma sebra limbah pesulingan yang dibakar bersama kotoran kerbau kering merebak perlahan dari sela-sela atap welit alang-alang yang...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - Aku masih duduk di sudut warung ini, menatap sendok kopi yang kuputar tanpa niat. Entah sudah berapa kali...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - Murni berdiri di depan pintu rumah kontrakan, memegang kantong belanjaan majikannya. Wajahnya letih, rambutnya basah oleh keringat meski...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - “Malam adalah sahabat umat yang berperan membawa kedamaian dan keharibaan yang mengagumkan, Qais. Ia mengirimkan semilir rindu pada...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - "Layla, Angin Sya'ban telah berlabuh, dan sebentar lagi Ramadan akan melepas sauh. Dari dalam kapalnya kulihat wajahmu ikut...
SelengkapnyaDetailsMubadalah.id - "Mak, besok Nok gak sekolah ya!" ucap Wasni setengah berteriak memastikan neneknya mendengar apa yang ia katakan, suaranya...
SelengkapnyaDetails