Jumat, 31 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pengalaman Perempuan

    Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

    Praktik Sunat Perempuan

    Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs

    Forum Perdamaian Roma

    Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma

    Sunat Perempuan

    Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

    Perspektif Trilogi KUPI

    Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Sunat Perempuan di Indonesia

    Dari SDGs hingga Akar Rumput: Jalan Panjang Menghapus Sunat Perempuan di Indonesia

    Backburner

    Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    Sunat Perempuan yang

    Ratifikasi CEDAW: Komitmen Negara Mengakhiri Sunat Perempuan

    Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pengalaman Perempuan

    Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

    Praktik Sunat Perempuan

    Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs

    Forum Perdamaian Roma

    Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma

    Sunat Perempuan

    Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

    Perspektif Trilogi KUPI

    Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Sunat Perempuan di Indonesia

    Dari SDGs hingga Akar Rumput: Jalan Panjang Menghapus Sunat Perempuan di Indonesia

    Backburner

    Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    Sunat Perempuan yang

    Ratifikasi CEDAW: Komitmen Negara Mengakhiri Sunat Perempuan

    Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Cuti Melahirkan bagi Pekerja, Penting untuk Ibu atau Ayah?

Fina Nihayatul Fina Nihayatul
22 September 2020
in Keluarga
0
Cuti Melahirkan bagi Pekerja, Penting untuk Ibu atau Ayah?
29
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa malam yang lalu, saya mengikuti ngaji Keadilan Gender Islam via WAG (whatsappgroup) yang diampu oleh Drs. Nur Rofiah. Awalnya saya hanya menyimak diskusi, selain karena saya belum sempat membaca bahan diskusi, saya juga baru bergabung dengan grup kajian tersebut siang tadi.

Materi kajian malam ini adalah fikih dan pengalaman perempuan. Diskusi kemudian diawali dari pertanyaan menarik seorang anggota grup laki-laki, perihal fikih fidyah dan qodlo puasa bagi perempuan yang baru melahirkan dan sedang menyusui. Ia bercerita bahwasanya terdapat temannya yang telah memiliki anak berusia tiga tahun dan tidak menjalankan puasa ramadhan dua tahun.

Nyai Nur Rofiah menanggapi bahwa fikih rukhsoh bagi perempuan menyusui sudah ada mekanismenya. Menurutnya, yang perlu menjadi perhatian bagi yang tidak merasakan pengalaman menyusui adalah empati. Sebaliknya, bagi yang mengalami adalah berhati-hati dan tidak menggampangkan.

Diskusi berlanjut hingga membahas mengenai pengalaman perempuan menjalani operasi oleh dokter dan tenaga medis laki-laki hingga perihal pernikahan kedua dengan tujuan menghindari zina. Nyai Nur Rofiah mengarahkan kembali diskusi agar dalam koridor tema ngaji malam ini dengan berbagi pengalaman dari grup tetangga, sembari menghimbau anggota lainnya turut aktif berpendapat dan berbagi pengalaman.

Saya akhirnya membuka suara perihal cuti melahirkan. Saya memang belum mengalaminya. Hanya saja saya memiliki pengalaman menjadi enumerator penelitian mengenai WEPs (Women Empowerment Principles), dimana salah satu instrumennya berupa kebijakan perusahaan perihal cuti bagi karyawan yang melahirkan atau memiliki istri yang melahirkan.

Instrumen Negara tentang cuti melahirkan dan realitanya

UU Ketenagakerjaan no 13 tahun 2003 telah mengatur tentang ketentuan cuti bagi perempuan yang melahirkan, termasuk perihal gaji selama mengambil cuti. Hal ini tercantum dalam pasal 82 ayat (1) yang berbunyi “Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”.

Ketentuan ini diperjelas dengan pasal 82 ayat (1) Ayat (1). Lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Di mana hal ini dipekuat bahwa perempuan juga masih diberikan hak atas upah penuh selama mengambil cuti. Sesuai dengan pasal 84.

Ketentuan mengenai upah ketika pekerja tidak melakukan pekerjaan apabila isteri melahirkan juga dibahas pada pasal 93 ayat (2) butir c yang berbunyi “pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia”.

Ketentuan untuk suami ini berlaku selama dua hari sesuai dengan pasal 93 ayat (4) butir e “suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari”. Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja jika “pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya” pasal 153 ayat 1e

Perlu diketahui, pada tahun 2000, ILO sebagai organisasi pekerja tingkat dunia juga memiliki instrumen serupa, yaitu K-183 tentang Konvensi Perlindungan Maternitas. Konvensi ini mengatur pula di dalamnya ketentuan lamanya cuti melahirkan sekurang-kurangnya adalah 14 minggu, dengan pembagian waktu pasca melahirkan minimal 6 minggu.

Meskipun telah berlaku sejak 2003, tidak sedikit perusahaan yang kemudian mengabaikan ketentuan yang ada. Fakta bahwa industri dan perusahaan dengan tenaga kerja ingin meminimalisir cost membuat mereka memberikan warning dari awal rekruitmen pegawai, baik berupa komitmen untuk tidak hamil dalam perjanjian kontrak kerja hingga bayang-bayang resign jika di kemudian hari akan melahirkan.

Di beberapa industri yang memerlukan tingkat hospitality tinggi, hal ini sangat mungkin terjadi. Seringkali, perempuan kemudian secara tidak langsung diarahkan untuk menanggalkan pekerjaannya. Sehingga, perempuan lebih rentan kehilangan pekerjaan dibandingkan laki-laki. Di sisi lain, meskipun laki-laki diberi ruang untuk mengambil cuti melahirkan, akan tetapi porsi yang didapat sangatlah sedikit. Seringkali mereka seringkali diminta mengambil jatah cuti tahunan jika ingin mengambil waktu yang lama.

Arti penting cuti melahirkan dilihat dari prinsip kesalingan

Penulis tidak hendak menyoroti bagaimana kemudian realita yang ada menempatkan perempuan dalam posisi sulit. Penulis hanya ingin melihat bagaimana kemudian cuti melahirkan penting diberikan bagi perempuan, pun juga bagi laki-laki.

Pengalaman melahirkan bagi perempuan tidak hanya sebatas pengalaman fisik, pun juga termasuk pengalaman non-fisik atau batin yang luar biasa. Lebih jauh lagi, perubahan sosial pasca melahirkan juga menjadi salah satu hal yang menguras energi. Mood swing hingga baby-blues juga tidak jarang menjadi fenomena di sekitar kita.

“Melahirkan itu akhir dari kehamilan, tetapi juga awal dari fase perawatan bayi yang akan berlangsung 24 jam setiap hari”, komentar Nyai Nur Rofiah pada postingan saya di grup.

Mari kita renungkan terjemah hadis ke-58 yang berbunyi : “Dari Aswad bin Yazid, berkata: “Saya bertanya kepada Aisyah RA mengenai apa yang diperbuat Nabi SAW di dalam rumahnya”. Aisyah menjawab: “Ia melayani keluarganya, ketika datang waktu shalat, ia bergegas pergi shalat”. (Sahih Bukhari, no. Hadis:680).

Teks tersebut bercerita tentang sisi kehidupan Nabi SAW yang jarang diungkapkan dan dijadikan dasar dalam rumusan pengelolaan kerja-kerja rumah tangga atau domestik. Seringkali pekerjaan di dalam rumah dilimpahkan kepada perempuan, dari mencuci, mengepel, bahkan sampai mengurus anak (terutama bayi).

Pembagian pekerjaan domestik barangkali tidak menjadi masalah jika tidak ada ketimpangan antara suami dan istri. Perlu diingat bahwa pekerjaan domestik yang selalu diklasifikasikan sebagai kewajiban perempuan semacam pekerjaan di atas sesungguhnya bukanlah mutlak bagi perempuan.

Alangkah berbahagia, jika pekerjaan mengurus anak yang masih bayi dilakukan secara bersama-sama dengan prinsip kesalingan. Dimana ketika itu terwujud, akan mengurangi beban ganda yang seringkali dilimpahkan kepada perempuan. Mengingat menyusui adalah fitrah bagi perempuan, akan tetapi merawat merupakan sebuah peran yang tidak hanya dapat dilakukan oleh ibu yang baru melahirkan tetapi juga bagi suaminya.

Maka, selain sebagai support system bagi istri yang mengalami perubahan sosial pasca melahirkan, pemberian cuti bagi seorang suami juga berarti memberinya kesempatan untuk melakukan sunnah nabi, melayani keluarga hingga menjalankan peran sebagai ayah paripurna. []

Fina Nihayatul

Fina Nihayatul

Terkait Posts

Dewi Candraningrum
Figur

Menakar Pemikiran Dewi Candraningrum tentang Ekofeminisme

30 Oktober 2025
Pengalaman Perempuan
Personal

Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

30 Oktober 2025
Praktik Sunat Perempuan
Keluarga

Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs

30 Oktober 2025
Forum Perdamaian Roma
Publik

Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma

30 Oktober 2025
Sunat Perempuan
Keluarga

Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

30 Oktober 2025
Perspektif Trilogi KUPI
Publik

Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

30 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengalaman Perempuan

    Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Negara untuk Menghapus Sunat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ratifikasi CEDAW: Komitmen Negara Mengakhiri Sunat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menakar Pemikiran Dewi Candraningrum tentang Ekofeminisme
  • Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan
  • Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs
  • Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma
  • Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID