Mubadalah.id – Ketika Nabi Muhammad Saw diutus menjadi nabi, tentu semua orang pada mulanya belum beriman. Namun, dengan kekuatan akhlak Nabi, sebagian orang kemudian memilih beriman dan masuk Islam. Adapun yang tidak beriman terbagi menjadi dua: ada yang memusuhi dengan keras, dan ada pula yang tidak memusuhi bahkan memberikan dukungan, meski tetap tidak masuk Islam.
Pada fase Makkah ini, akhlak Nabi Muhammad Saw. terhadap mereka yang berbeda agama selalu ditunjukkan dengan kebaikan. Beliau sama sekali tidak menampakkan sikap permusuhan.
Bahkan, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama, Nabi Saw. melarang para sahabat untuk bersikap buruk, apalagi membalas permusuhan dengan kekerasan, meski mereka kerap menerima hinaan dan siksaan dari kaum Quraisy.
Beberapa sahabat bahkan harus gugur, seperti Sumayyah Ra. dan suaminya, Yasir Ra. Begitu juga kisah Mus‘ab bin ‘Umair Ra. yang memilih beriman hingga membuat ibunya murka.
Dalam kasus ini, Allah Swt. tetap memerintahkan Mus‘ab untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama ibunya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Luqman (31): 15.
Dukungan Pada Masa Sulit
Karena akhlak mulia inilah, Nabi Muhammad Saw. kerap mendapat dukungan pada masa-masa sulit. Misalnya, perlindungan dari Muth‘im bin ‘Adi ketika para tetua Quraisy bersepakat memboikot dan mengusir beliau dari Makkah.
Dukungan besar juga datang dari sang paman, Abu Thalib, yang dalam riwayat Sunni tetap tidak beriman. Hingga akhir hayatnya, tetapi senantiasa melindungi Nabi dengan sepenuh hati.
Sebaliknya, Nabi Saw. menyesali dan tidak memiliki hubungan yang baik dengan pamannya yang lain, Abu Lahab, bukan semata karena ia tidak beriman. Tetapi karena permusuhan keras yang ditunjukkannya—dari menghina, memfitnah, hingga melakukan berbagai tindak kekerasan terhadap Nabi.
Sementara dengan paman beliau yang lain, Abbas bin Abdul Muthalib Ra., meski awalnya belum beriman, Nabi tetap menjalin hubungan baik dan menghormatinya. Abbas baru masuk Islam pada masa akhir kehidupan Nabi, ketika Islam telah berkembang pesat di Madinah dan Makkah.
Namun, selama ia belum beriman pun, Nabi Saw. tidak pernah bersikap memusuhinya. Bahkan, dalam sebuah riwayat, beliau berpesan kepada para sahabat agar tidak membunuh Abbas pada Perang Badar. Meski ia berada di pihak Quraisy.
Alasannya, Abbas selama ini dikenal memberikan dukungan kepada Nabi, baik berupa informasi maupun logistik, secara diam-diam. []