Kamis, 6 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Menikah

    Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

    Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    Fiqh Haid

    Menafsir Ulang Fiqh Haid

    Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    Fiqh Haid

    Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    Belum Punya Anak

    Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    Pengalaman Perempuan

    Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

    Wali Nikah

    Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    haid nifas dan istihadhah

    Persoalan Haid, Nifas, dan Istihadhah: Nabi Mendengar Langsung dari Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Menikah

    Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

    Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    Fiqh Haid

    Menafsir Ulang Fiqh Haid

    Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    Fiqh Haid

    Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    Belum Punya Anak

    Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    Pengalaman Perempuan

    Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

    Wali Nikah

    Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    haid nifas dan istihadhah

    Persoalan Haid, Nifas, dan Istihadhah: Nabi Mendengar Langsung dari Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dampak Ketidakamanahan Pemimpin Agama

Masyarakat harus penuh kesadaran dalam melegitimasi seorang pemimpin pendidikan agama dengan belajar, dan menyerahkan putra putrinya kepada mereka

Rochmad Widodo Rochmad Widodo
25 Januari 2023
in Publik
0
Pesantren

Pesantren

124
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada tulisan sebelumnya “Petaka Pemimpin Pendidikan Agama tidak Amanah” telah dibahas terkait kesakralan pemimpin pendidikan agama, kali berlanjut tentang persoalan yang menuai dampak buruk dari ulah pemimpin agama yang tidak amanah seperti HW, tidak hanya sekadar bagi dirinya sendiri. Tapi juga berdampak serius bagi lembaga pendidikan agama secara umum.

Kerapkali atas oknum seperti HW lantas banyak masyarakat umum yang kemudian men-genalisir ke yang lain. Seperti halnya petaka buruk dari ulah HW saat ini. Pemberitaan sejumlah media turut menyeret lembaga agama, bahkan mencitrakan seakan pemimpin agama banyak seperti HW.

Ini tentu sangat merugikan bagi seluruh lembaga pendidikan agama secara umum, serta mencitrakan buruk ke pemuka agama. Padahal apa yang dilakukan HW adalah pribadi HW sendiri, perilaku bejatnya adalah dosanya sendiri. Jadi memang dampak dari pemimpin agama tidak amanah justru lebih serius membawa kemadharatan semakin besar dan cakupannya sangat luas.

Ironisnya, bagi sebagian orang tua sampai turut berpikir negatif terhadap pendidikan agama dan akhirnya yang awalnya berencana menyerahkan putra putrinya ke lembaga pendidikan agama sampai diurungkan. Padahal lembaga pendidikan agama memiliki manfaat ganda untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ajaran umum bagi siswa didiknya dapat bekal untuk sukses dunia dan pendidikan agama sebagai bekal kesuksesan di akhiratnya.

Di samping itu, membincang soal pendidikan agama dalam konteks di Indonesia juga sudah berjuta-juta bukti output-nya sangat sukses. Terlebih lembaga pendidikan agama seperti pesantren yang bahkan sudah ada di Indonesia jauh sebelum bangsa ini merdeka. Lulusan pesantren telah terbukti bisa sukses di berbagai bidang, usaha, profesional, dan bahkan tak sedikit jebolan pesantren yang telah menduduki pimpinan tertinggi di pemerintahan di Indonesia sejak awal merdeka hingga saat ini. Tentu sangat disayangkan, jika gara-gara oknum seperti HW lantas lembaga pendidikan agama turut terciprak noda buruknya. Ini tentu sangat memprihatinkan.

Butuh Perhatian dan Penanganan Serius Bersama

Mengutuk perbuatan HW sebagai sanksi sosial memang perlu untuk menjadikan kesadaran berjamaah soal skandal asusila butuh perhatian serius. Tapi harapannya, tentu tidak hanya sekadar terhenti sampai di sini saja. Perlu dilakukan secara berjamaah untuk penanganan kasus seperti ini dengan menjalankan prinsip peventif, represif, dan kuratif-nya. Ini harus dilakukan dengan serius oleh semua pihak dan dengan strategi yang taktis agar tidak terulang kejadian sama oleh orang yang berbeda.

Hemat penulis setidaknya dari berbagai pihak dengan positioning-nya perlu turut terjun dengan serius menangani hal ini dan menjadikan kasus HW sebagai momentum bersama untuk berbenah demi menciptakan masyarakat yang berakhlakul karimah dan taat beragama.

Pertama, adalah kesadaran bersama dalam memilih pemimpin. Ini sebagai salah satu bentuk tindakan preventif (pencegahan) yang dilakukan dengan prinsip bottom up (dari bawah ke atas) untuk terjadinya kesalahan dalam memilih pemimpin agama yang selanjutnya sangat merugikan.

Dalam Islam diperintahkan dalam memilih pemimpin hendaknya menimbang beberapa hal, di antaranya yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat.

Dalam konteks pemilihan pemimpin lembaga pendidikan agama memang memiliki kekhasan tersendiri. Umumnya kepemimpinan mereka memang muncul dari kepercayaan masyarakat karena keilmuan dan kealimannya. Karena itulah, dalam proses pemilihan ini bisa dijadikan sebagai kontrol. Masyarakat harus penuh kesadaran dalam melegitimasi seorang pemimpin pendidikan agama dengan belajar dan menyerahkan putra putrinya kepada mereka. Hendaknya melihat bagaimana prinsip di atas, bagaimana diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari.

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT Yusuf ayat 55, “yakni seorang Muslim yang memiliki dua sifat, hafizhun ‘alim.” “Hafizhun” artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan. Tentu jika memilih pemimpin dengan kriteria tersebut, bisa dihindari atau meminimalisir akan terjadi kasus seperti skandal HW.

Kedua, tindakan preventif selanjutnya dilakukan dengan top down atau dari atas ke bawah. Dalam konteks lembaga pendidikan agama seperti madrasah yang di bawah naungan Kemenag RI perlu adanya penegakan regulasi.

Sejauh ini memang persoalan kompetensi menjadi kepala madrasah peraturannya menginduk kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendikas) Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, yang mencakup 5 kompetensi, yaitu kepribadian, manajerial, supervisi, kewirausahaan, dan sosial.

Adapun regulasi langsung dari Kemenag adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2018 yang diberlakukan mengganti PMA Nomor 58 Tahun 2017 tentang Kepala Madrasah (Kamad) memuat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seorang guru, baik pada madrasah negeri/swasta untuk diangkat menjadi Kamad.

Namun tidak ada secara spesifik yang mengatur soal kriteria Kamad dan sifatnya lebih kepada integritas. Sekalipun demikian, jika proses pemilihan dilakukan dengan cermat dalam menimbang kompetensi kepribadian berdasarkan Permendikbud, seharusnya tersaring juga Kamad yang memiliki kapabilitas dan integritas.

Sebab, dalam kompetensi kepribadian indikatornya adalah berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah, dan memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.

Menimbang hal itu memang penting pengetatan dalam penyaringan terkait calon Kamad di kompetensi kepribadiannya melalui supervisor dari Kemenag, atau jalan lainnya adalah bisa dibuat sekaligus PMA tersendiri sebagai penegasan untuk kompetensi kepribadian.

Nah, lebih dilematis bagi lembaga pendidikan agama yang berbentuk pesantren menjadi. Di sisi lain posisi pesantren memang bernauh di bawah Kemenag, namun sebagai lembaga pendidikan yang sifatnya didirikan oleh masyarakat, memiliki kemandirian tersendiri dan belum ada intervensi soal kompetensi atau syarat khusus untuk kualifikasi menjadi pimpinan pesantren.

Bahkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren pun tidak ada membahas perihal tersebut. Di sisi lain memang bisa dipahami bagaimana posisi Kemenag dan pesantren yang tidak bisa intervensi secara langsung perihal ini. Pasalnya, pesantren lembaga pendidikan agama tertua di Indonesia, berdirinya pesantren bahkan jauh sebelum bangsa ini merdeka, dan kontribusinya sangat besar bagi bangsa.

Pesantren juga sangat mandiri dalam pendiriannya, bisa dikatakan tidak ketergantungan dengan pemerintah. Kemenag pun jadi dilematis dalam hal ini memposisikan diri di hadapan pimpinan pesantren. Pasalnya, perihal agama mereka bahkan umumnya justru menjadi guru dari para pejabat di Kemenag sendiri.

Namun di lain sisi, beberapa oknum juga bisa memanfaatkan ini menjadi celah untuk tujuan dan kepentingannya sendiri. Ada sejumlah pimpinan pesantren yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi dalam kemampuan agama dan kepribadian, dan akhirnya justru membuat gaduh dengan dalil agama dan bahkan akhirnya banyak yang berkasus.

Ini artinya, perlu dipikirkan kembali dengan serius para pejabat berwenang dalam pembuatan regulasi terkait pimpinan pondok pesantren untuk disertakan juga kualifikasi dan kompetensi, serta mekanismenya. Meski mungkin di lapangan akan tidak mudah untuk dilakukan, tapi pemerintah dan DPR perlu memikirkan kembali dengan serius.

Ketiga, melihat begitu banyaknya kasus di lembaga pendidikan agama yang tidak ramah dalam memenuhi hak anak, meski tidak sampai seserius skandal HW, mengindikasikan sangat perlu dijalankan dengan serius program Madrasah Ramah Anak (RMA) dan Pesantren Ramah Anak (PRA) yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kemenag.

Program ramah anak yang digagas untuk diterapkan di madrasah dan pesantren tersebut pada dasarnya selain akan menjaga hak-hak anak sesuai Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Ratifikasi Konvensi Hak Anak, yang memuat tentang hak kelangsungan hidup, hak perlindungan (perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan, dan keterlantaran), hak tumbuh kembang (hak memperoleh pendidikan, dan hak mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial), dan hak berpartisipasi (hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang memengaruhi anak), juga sekaligus akan melindungi dari hal-hal yang merugikan bagi anak secara komprehensif baik potensi yang dilakukan dari pimpinan lembaga pendidikannya, tenaga pendidiknya, maupun dari sesama santri atau anak didik.

Artinya, keseriusan dalam menjalankan program ini juga bisa menjadi tindakan preventif top down dan sekaligus multimanfaat, ibarat sekali dayung dua pulau terlewati. Karena secara tidak langsung juga ada edukasi bagi pimpinan lembaga pendidikan.

Keempat, keseriusan dalam penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) dan pengesahannya juga bisa menjadi salah satu tindakan represif secara spesifik untuk kasus kekerasan seksualitas di lembaga pendidikan agama. Karena butuh payung hukum yang kuat untuk memberikan hukuman setimpal bagi para pelaku kekerasan seksual, bahkan tidak sekadar dalam konteks yang dilakukan oleh pimpinan pendidikan agama, namun juga sekaligus berlaku untuk melindungi kekerasan seksual secara umum bagi siapa pun dan potensi yang dilakukan oleh siapa saja. Ini bisa menjadi momentum untuk kembali serius bagi pemerintah dan DPR untuk mengetuk palu UU PKS.

Kelima, adalah langkah kuratif. Kasus seperti HW meski sangat tidak manusiawi, namun negara ini adalah negara hukum. Tidak dipungkiri, tentu harapan mayoritas masyarakat dengan skandalnya menginginkan diberikan hukuman yang stimpal agar berdampak jera bagi pelaku dan sekaligus kepada siapa saja agar tidak mencoba melakukan skandal yang sama. Namun apa pun itu keputusan yang akan dilakukan di pengadilan diharapkan akan menjadi langkah kuratif yang benar-benar berdampak bagi pelaku untuk menyesali perbuatannya dan berubah menjadi lebih baik ke depannya.

Prinsipnya, ini adalah permasalahan sangat serius menyangkut kepemimpinan lembaga pendidikan agama, sekaligus potret darurat kejahatan seksual yang terjadi di negara ini. Tidak bisa diselesaikan hanya dari satu pihak penegak hukum saja atau pemerintah, namun setiap kita memiliki peran untuk andil dalam membenahi krisis kepemimpinan dan demoralisasi yang akut ini. Wallahu a’lam bish-shawab. []

Tags: Lembaga PendidikanPemimpin AgamaPondok Pesantren
Rochmad Widodo

Rochmad Widodo

Rochmad Widodo adalah Asisten Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an Wal Hadits, Pendidikan Terintegrasi Kader Ulama-Pemimpin Berakhlakul Qur’ani Berwawasan Kebangsaan di Kota Bekasi.

Terkait Posts

Pendidikan Inklusif
Publik

Pendidikan Inklusif: Membuka Ruang Keadilan Bagi Penyandang Disabilitas

29 Oktober 2025
Kesalingan dalam Pendidikan
Publik

Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

28 Oktober 2025
Lembaga Pendidikan
Publik

Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

27 Oktober 2025
Perundungan
Publik

Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

23 Oktober 2025
Perempuan Disabilitas
Publik

Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

22 Oktober 2025
Resolusi Jihad
Aktual

Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

22 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menafsir Ulang Fiqh Haid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan
  • Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online
  • Menafsir Ulang Fiqh Haid
  • Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’
  • Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID