Minggu, 28 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Laras Faizati

    Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bencana Ekologi

    Bencana Ekologi dan Hilangnya Rumah Gajah Sumatera

    Disabilitas sebagai Kutukan

    Memaknai Disabilitas sebagai Keberagaman, Bukan Kekurangan atau Kutukan

    Disabilitas

    Di Mana Ruang Keadilan bagi Penyandang Disabilitas?

    CBB

    Cewek Bike-bike (CBB) Vol. 2: Mengayuh Bersama, Merayakan Tubuh Perempuan

    Taubat Ekologis

    Saatnya Taubat Ekologis dan Kembalikan Sakralitas Alam

    Perempuan Disabilitas

    Kasus Gowa dan Rapuhnya Perlindungan bagi Perempuan Disabilitas

    Era Scroll

    Hidup di Era Scroll: Masihkah Kita Memiliki Fokus Utuh?

    Ikan Asin

    Mengubah Limbah Ikan Asin Menjadi Pakan Mandiri

    Parenting Anxiety

    Parenting Anxiety: Ketika Mengasuh Anak Berada di Bayang-bayang Parenting Goals

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Laras Faizati

    Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bencana Ekologi

    Bencana Ekologi dan Hilangnya Rumah Gajah Sumatera

    Disabilitas sebagai Kutukan

    Memaknai Disabilitas sebagai Keberagaman, Bukan Kekurangan atau Kutukan

    Disabilitas

    Di Mana Ruang Keadilan bagi Penyandang Disabilitas?

    CBB

    Cewek Bike-bike (CBB) Vol. 2: Mengayuh Bersama, Merayakan Tubuh Perempuan

    Taubat Ekologis

    Saatnya Taubat Ekologis dan Kembalikan Sakralitas Alam

    Perempuan Disabilitas

    Kasus Gowa dan Rapuhnya Perlindungan bagi Perempuan Disabilitas

    Era Scroll

    Hidup di Era Scroll: Masihkah Kita Memiliki Fokus Utuh?

    Ikan Asin

    Mengubah Limbah Ikan Asin Menjadi Pakan Mandiri

    Parenting Anxiety

    Parenting Anxiety: Ketika Mengasuh Anak Berada di Bayang-bayang Parenting Goals

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Demokrasi Cedera; Perlukah Istirahat dan Ganti Sementara?

Kata Bung Hatta, “...demokrasi di sini (Indonesia) berurat-berakar di dalam pergaulan hidup. Sebab itu, ia tidak akan bisa dilenyapkan untuk selama-lamanya.

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
1 Oktober 2024
in Publik, Rekomendasi
0
Demokrasi

Demokrasi

992
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah. Id – Mengejutkan! Prof. Mahfud MD kala menjadi pembicara di Kongres Pancasila UGM berspekulasi. “Jangan-jangan, mungkin kita perlu sistem pemerintahan yang kuat bahkan otoriter. Tapi otoritarianisme yang korektif bukan yang populis”. Tangkas beliau, seolah-olah menyarankan bahwa sudah saatnya sistem demokrasi “istirahat”.

Spekulasi itu — saya kira — muncul dari sikap pesimis (atau kejengkelan) Pak Mahfud MD pada demokrasi yang cedera oleh sistem pemerintahan Jokowi, khususnya, dan partai-partai politik. Karena hukum tercerabut dari sukmanya: etika dan moral dan keadilan dan kebenaran dan kebijaksanaan. Hukum hanya menjadi legitimasi kemenangan partai dan elitis. Ironisnya, itu semua diatas-namakan demokrasi.

Dan 22 Agustus 2024 lalu dengan beredarnya slogan “Peringatan Darurat” adalah satu dari beberapa pertanda bahwa demokrasi sedang “sakaratul maut”. Untungnya, masih terselamatkan. Jadinya, demokrasi hanya cedera sebab berbagai kebijakan penguasa — tidak sampai meninggal dunia.

Bagaimana tidak, sudah biasa kita melihat para koruptor senyam-senyum di layar televisi di saat yang sama ada rakyat bunuh diri karena kelilit hutang. Anehnya, koruptor itu akan mencalonkan lagi dengan santainya atas nama demokrasi. Atas demokrasi pula, politik dinasti menjadi tontonan bersama — mirisnya.

Bahkan, Prof Mahfud, mengutip Ikrar Nusa Bhakti yang berceramah di Jogja menandaskan. Kerusakan yang terjadi selama 10 tahun era Jokowi sulit memperbaiki bahkan sampai 5 periode ke depan. Itulah keresahan para tokoh melihat fakta kerusakan “moral bangsa” yang mencederai demokrasi.

Dalam sepak bola, bila ada pemain cedera maka tentu akan istirahat dan pemain lain menggantikan posisinya. Sementara dalam sistem negara, bila demokrasi yang saat ini ibaratnya sedang cedera. Maka perlukah rehat dan sistem lain menggantikannya?

Demokrasi yang Cedera atau Orang-Orangnya yang Rusak?

Tentu saja, demokrasi itu sendiri sehat dan segar bugar. Tidak cedera. Tapi yang rusak adalah lapangan dan bolanya. Sesehat dan sehebat apapun pemain bolanya, tidak akan berkutik bila bermain di lapangan yang buruk.

Dengan kata lain, sebagaimana Rocky Gerung berkali-kali menyampaikan, mengutip Jean Jacques Rousseau, demokrasi layaknya buah. Baik untuk lambung yang sehat. Saat ini, lambungnya sedang bermasalah.

Maka, boleh jadi, dari sini timbul “angan-angan” Prof Mahfud bahwa Indonesia membutuhkan sistem pemerintahan yang digdaya semisal otoritarian. Terlepas otoritarian apa yang hendak diajukan Prof Mahfud. Poinnya, demokrasi seharusnya rehat karena lambung orang-orangnya sedang sakit.

Bung Hatta: Demokrasi Hilang Sementara

Bersinggungan dengan itu, teringat tulisan pendiri bangsa Bung Hatta. Dalam Tulisan Demokrasi Kita, Bung Hatta mengatakan, “Suatu barang yang bernilai seperti demokrasi baru dihargai, apa bila hilang sementara waktu. Asal bangsa kita mau belajar dari kesalahannya dan berpegang teguh pada ideologi negara dengan jiwa yang murni, demokrasi yang tertidur sementara akan bangun kembali”.

Hal ini mengisyaratkan bahwa ada saatnya demokrasi istirahat sejenak untuk memperbaiki orang-orangnya. Ibarat pemain bola, sebelum menurunkan pemain bola maka mempersiapkan kualitas lapangan dan bola terlebih dulu.

Dan kita tak perlu ribut-ribut karena sistem ini akan ditanggalkan sementara. Bila itu demi kebaikan bangsa dan demokrasi yang sehat ke depannya. Sebab, demokrasi sendiri tidak akan pernah lenyap selamanya dari bumi Indonesia.

Kata Bung Hatta, “…demokrasi di sini (Indonesia) berurat-berakar di dalam pergaulan hidup. Sebab itu, ia tidak akan bisa dilenyapkan untuk selama-lamanya.”

Negara dan Sistemnya Dalam Islam

Di sisi lain, saya sendiri ketika mendengar pengucapan Prof Mahfud sempat terkesiap dan terlempar ke ingatan dua tahun lalu ketika bertengkar pikiran dan berdebat terkait sistem negara, negara, dan Islam.

Terinspirasi dari (atau kritik untuk) buku Kiai Afifuddin Muhajir yang mencoba merumuskan  Fikih Tata Negara, menjelaskan bahwa “negara dalam pandangan Islam bukanlah tujuan. Melainkan perantara yang menghantarkan tujuan. Tujuan dari negara yakni menjamin kemaslahatan manusia secara lahir dan batin, dunia dan akhirat”. (Afifuddin Muhajir, Fikih Tata Negara: 23)

Bagi teman saya, pandangan demikian “lemah” secara teori karena bisa saja dibantah bahwa mewujudkan kemaslahatan manusia terkadang lebih efektif tanpa negara. Dengan demikian, bila tujuan sudah tercapai tanpa perlu pada sarana, maka negara tak lagi dibutuhkan. Jangankan sistem demokrasi, negaranya saja sudah tidak perlu — inilah salah satu gagasannya Karl-Marx kalau tidak salah.

Teman lain mengusulkan, justru itu bila mana sistem negara semisal Demokrasi hanya sebagai insttumen atau alat perantara. Maka melihat fakta “gagalnya” atau tidak efektifnya sistem demokrasi di Indonesia, menuntut sekelompok orang untuk mengganti sistem demokraso dengan khilafah.

Dan itu rasional mengingat sistem demokrasi sudah cukup tua berjalan di negeri ini dan belum menghasilkan apa-apa, hal yang boleh jadi “khilafah” lebih efektif dari demokrasi.

Saya pun membantah, bahwa sarana-tujuan dalam konteks negara sifatnya lazim-malzum atau keniscayaan sehingga tak bisa dikatakan bahwa tujuan (kemaslahatan) tercapai tanpa sarana (negara). Kedunya, negara dan agama, sarana dan tujuan tak bisa terpisah. Al-Ghazali merumuskan bahwa negara dan agama layiknya dua bayi kembar.

Dan lagi, bila sistem demokrasi sudah tua dan kurang efektif, yang boleh jadi khilafah lebih baik, pertanyaannya, apakah sistem khilafah akan diterima segenap warga Indonesia? Apa gunanya, bila sistem yang katanya bagus dan islami tetapi memecah bangsa? Di saat yang sama demokrasi tak bertentangan bahkan selaras dengan Islam?

Terlepas dari itu, kami bersepakat bahwa sistem negara seperti demokrasi, otorianisme, teokrasi, hanyalah sarana. Maka teorinya, sarana sifatnya lentur dan adaptif (murunah) sementara tujuan bersifat permanen (tsubut). Dari logika ini, maka sangat mungkin dalam satu waktu menggeser satu sistem negara ke pada sistem yang lain selama menjamin tujuannya tercapai.

Perlukah Demokrasi Istirahat dan Ganti Sementara?

Dalam konteks ini, spekulasi Prof Mahfud MD tentang kebutuhan bangsa ini pada sistem pemerintahan yang kuat seperti otoritarianisme bukan saja memungkinkan tetapi bisa mendapat sokongan Hukum Islam. Dengan catatan, sebagaimana Prof. Mahfud, otoritarianisme yang dimaksud bukan populis melainkan korektif. Seperti apa otoritarianisme korektif? Tentu saja jawabannya Prof. Mahfud yang tahu.

Tetapi bila menelisik dalam sejarah pemerintahan Islam, Sayyidina Abu Bakar dan Umar cukup sebagai preseden di mana kekuasaan berpusat pada satu orang tapi terbuka akan kritik dan koreksi. Sejak awal pengangkatan Abu Bakar misalnya, beliau menyampaikan pidatonya yang berisi, “… taatlah padaku selagi aku taat pada konstitusi: Allah dan Rasulnya. Dan bila saya menyimpang darinya, jangan taati aku.”

Sayyidina Umar bahkan meminta koreksi dalam pidato kepemimpinan yang langsung mendapat tanggapan dari warganya untuk mengoreksi kebijakan dengan pedangnya bila menyimpang.

Dalam suatu ketika, Sayyidina Umar juga mendapat koreksi kebijakan mahar di tengah publik oleh perempuan dan langsung merevisi kebijakannya. Di lain waktu, dalam membuat kebijakan Sayyidina Umar melibatkan perempuan sebagai entitas warga. Itukah yang maksud otoritarianisme korektif Prof Mahfud? []

 

 

 

 

Tags: demokrasiHukum Tata NegaraIndonesiaKH Afifudin MuhajirMahfudz MDPancasilapolitik
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Laras Faizati
Aktual

Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

28 Desember 2025
Selamat Natal
Publik

Selamat Natal sebagai Perayaan Spiritual dan Kultural: Suara Seorang Muslim

26 Desember 2025
Perempuan Difabel
Publik

Mengapa Perempuan Difabel Sulit Mengakses Keadilan Hukum?

23 Desember 2025
Kepemimpinan Perempuan
Publik

Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

19 Desember 2025
Feminisme
Aktual

Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

15 Desember 2025
Laras Faizati
Publik

Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

11 Desember 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Taubat Ekologis

    Saatnya Taubat Ekologis dan Kembalikan Sakralitas Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Gowa dan Rapuhnya Perlindungan bagi Perempuan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengubah Limbah Ikan Asin Menjadi Pakan Mandiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diskriminasi Berlapis Perempuan Disabilitas di Negara yang Belum Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hidup di Era Scroll: Masihkah Kita Memiliki Fokus Utuh?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bencana Ekologi dan Hilangnya Rumah Gajah Sumatera
  • Memaknai Disabilitas sebagai Keberagaman, Bukan Kekurangan atau Kutukan
  • Di Mana Ruang Keadilan bagi Penyandang Disabilitas?
  • Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan
  • Cewek Bike-bike (CBB) Vol. 2: Mengayuh Bersama, Merayakan Tubuh Perempuan

Komentar Terbaru

  • dul pada Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan
  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Account
  • Home
  • Khazanah
  • Kirim Tulisan
  • Kolom Buya Husein
  • Kontributor
  • Monumen
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Rujukan
  • Tentang Mubadalah
  • Zawiyah
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID