Mubadalah.id – Pada akhirnya, mawadah dan rahmah, semua kebutuhan dan keinginan yang sebagian besarnya adalah hal-hal yang bersifat imateriel. Sesuatu yang imateriel harus selalu kita kaitkan dengan kekuatan imateriel yang jauh lebih besar, yaitu dengan berdoa Allah Swt.
Di sinilah, mengapa doa menjadi penting dan niscaya. Sejatinya, doa-doa manusia bukan untuk meminta, karena Allah Swt. Mahatahu dengan kebutuhan makhluk-Nya.
Namun, doa-doa itu untuk mengekspresikan kemelekatan makhluk kepada-Nya. Bahwa kita—semua yang ada dalam diri kita—adalah dari-Nya, bersama-Nya, dan akan kembali kepada-Nya.
Doa-doa dan semua ibadah adalah ekspresi dari kemelekatan dan sekaligus untuk menjaga kesadaran akan kemelekatan. Demikianlah yang dimaksud ketakwaan.
Yang mengendalikan semua komponen dalam tubuh kita, semua sel, darah, urat, napas, kebutuhan, kehangatan, kebahagiaan, harapan, dan semuanya bukan kita.
Kita hanya diberi kesempatan untuk berikhtiar. Dan semua modal untuk ikhtiar ini sudah disediakan, bukan oleh kita, tetapi oleh berbagai kekuatan yang ujung semuanya adalah Allah Svt.
Doa dan ibadah menjadi perekat kita dengan semua kekuatan, terutama pada Allah Swt. Tidak penting apa yang kita minta, karena yang lebih penting eksistensi kita sebagai hamba-Nya yang membutuhkan-Nya.
Hanya dengan melekat pada-Nya semua akan menjadi mudah dalam hidup, hangat dalam berpasangan, dan bahagia dalam berumah tangga secara hakiki.
Salah satu doa yang relevan dengan hal ini, sekalipun tidak satu-satunya, adalah apa yang al-Qur’an ajarkan berikut ini:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Artinya: Ya Allah, Tuhan kami, jadikanlah pasangan hidup kami, dan anak keturunan kami, sebagai sumber kebahagiaan kami, dan jadikan kami sebagai pemimpin, yang bertanggung jawab (menghadirkan kebaikan-kebaikan), kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Furqan (25): 74). []