Mubadalah.id – Pada hari ini perkembangan zaman bukan suatu keniscayaan tapi adalah perubahan yang mutlak terjadi. Hal ini terpengaruhi beberapa faktor fundamental, seperti Inovasi untuk memajukan teknologi ruang digital. Konon katanya ada berita mengatakan bahwasanya Artificiall Intelegent akan menggantikan banyak fungsi dan peran manusia.
Tetapi itu adalah hal yang utopis, yang mungkin peradaban itu dinamis unpredictable (tidak bisa tertebak), maka dari itu, suatu kemajuan kita lihat dari pola berpikir yang menjalar interaksi dalam masyarakat.
Umat Islam dalam beragama seharusnya memiliki landasan yang kuat, yang berawal dengan pemaknaan Hayawanun nathiq (Hewan yang berpikir). Maksud hewan di sini bukan sudut pandang biologis tetapi dialektika yang natural di lingkungannya itulah yang membentuk sikap dia dalam beragama. Mungkin akan menarik ketika melihat juga bagaimana manusia beragama dalam ruang digital.
Deep Interpretation Aql
Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan cara kerja akal. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang akal terdapat pada istilah-istilah tersebut. Fungsi otak seperti tafakur (berpikir), tadabbur (berpikir), tabashshur (mengerti) dan seterusnya.
Dalam kosa kata di atas merupakan ciri khas yang menarik bahwa, tafakur dan tadabur, tabashur memiliki peran yang berbeda dan kedalaman makna yang berbeda. Artinya merujuk eksplisit bahwa peran akal dalam beragama sangat fundamental. Seperti Firman Allah yang mengatakan,
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا
“Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (QS. An-Nisa’ ayat 82)”
Dalam Tafsir Quraish Shihab mengatakan padahal, Al-Qur’an benar-benar berasal dari Allah melalui keselarasan makna dan hukum yang terkandung di dalamnya. Selain itu, sinergi teks yang saling menguatkan. Ini adalah bukti kuat bahwa Alquran benar-benar berasal dari Tuhan. Jika Al-Qur’an tidak berasal dari Allah, artinya akan saling bertentangan dan banyak hukumnya akan berbeda.
Selaras dengan itu kata Tadabbur yang terilhami untuk menyelaraskan dari teks ke konteks, konteks menuju teks (Double Movement). Artinya beragama dijunjung tinggi berdasarkan berpikir mendalam kemudian menghayati dengan harmoni menyublim bersama konteksnya.
Dari memahami ayat- ayat Al-Qu’ran mengenai akal harapannya kita dapat menguatkan landasan prinsip dalam beragama, dan menjunjung tinggi akan kemanusiaan. Yakni menyadari manusia itu semuanya adalah makhluk yang dapat berpikir dan berperasaan.
Konsumen Digital
Hari ini semuanya sibuk bermain di dunia media sosial, daripada bertemu fisik. Lebih fokus untuk mengkonsumsi, daripada berkontribusi secara positif. Dari semua itu muncul suatu sistem dalam diri manusia untuk menunjukan eksistensinya di dunia maya.
Begitupun dalam dunia maya komentar- komentar mudah sekali bertebaran ada yang positif dan negatif. Tetapi kebanyakan netizen, berkomentar melalui perasaan afeksi yang ia rasa, bukan semata kejadian empirik di lapangan. Maka dari itu hoax dan sara’ mudah sekali bertebaran di dunia itu.
Marcuse berpendapat bahwa teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah bentuk kontrol dari sistem kapitalis tersebut. Pengaruh sistem ini terhadap masyarakat ada empat efek. Yang pertama adalah munculnya banyak bentuk kontrol baru. Kedua adalah adanya perilaku represif yang kejam di masyarakat.
Ketiga adalah penghentian perdebatan dan kritik terhadap sistem politik sehingga masyarakat menerima bentuk apa pun dan ada hegemoni yang terselip. Keempat adalah degradasi berpikir kritis, aktivitas pemikiran masyarakat tentang sesuatu hal terpengaruhi oleh mindset viralitas atau algoritma, yang membawa kita sulit untuk mencari kedalaman makna dan teks. Hal-hal seperti itu Menurut Herbert Marcuse, sebagai masyarakat satu dimensi, yakni kapitalis.
Maka dari itu beragama dalam ruang digital ini yang sangat dipengaruhi oleh sistem kapitalis. Kita perlu memahami ayat- ayat Al-Qu’ran tentang penalaran adalah hal yang fundamental, Misalnya dari Detikedu.com mengatakan ada hoax yang beredar bahwa wacana Menag Gantikan Salat Jumat ke Sabtu.
Menilik Pemberitaan Hoax di Media Digital
Sebuah informasi hoax pernah menyebutkan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) merencanakan pemindahan salat Jumat ke hari Sabtu. Berita ini ramai di Twitter, bahkan mendapat hujatan dari sana-sini. Nyatanya, tangkapan layar yang tersebar adalah editan dari artikel di sebuah portal berita. Aksi provokasi ini telah terkonfirmasi hoax oleh Kominfo pada Minggu (12/3/2023).
Bagaimana kita menjauhkan diri dari dogma dan doktrin yang membawa kita kepada taklid buta. Di dunia medsos ketika kita terlalu banyak mengkonsumsi berita hoax, kita akan berhadapan dengan kebingungan yang luar biasa. Tanpa hal skeptis maupun pikiran kritis mencari jawaban yang benar dari konten- konten yang beredar. Itu hanya masalah hoax belum hacking, phising, cyber terorism dan kejahatan digital lainnya.
Karena itu pada dasarnya kita seharusnya diajarkan beragama dengan prinsip bahwa agama Islam adalah agama rasional, yang Tuhan turunkan agar manusia dapat berpikir dengan sehat. Juga selalu belajar adaptif mampu memanajemen teknologi dengan proporsional, maka periksa dahulu berita atau konten yang beredar apakah itu objektif.
Apalagi pada hari ini yang menjelang tahun 2024, di mana kontestasi politik digelar. Maka juga perlu pengawalan beragama dengan sehat menjaga harmonisasi pola- pola keagamaan religius dari hal- hal politis. Di mana nanti berujung sentimen- sentimen beredar, yang menuai konflik dan perpecahan dan polarisasi.
Itu adalah yang seharusnya dipikir sebagai tindakan preventif beragama di ruang digital. Menjauhi agama sebagai kendaraan menuju kekuasaan. Karena belum mutlak benar sistem teokrasi adalah sistem yang berasal dari Al-Qur’an. Selebihnya kita lebih menghargai perjuangan- perjuangan para pendiri bangsa, dan memahami juga menghayati perbedaan sebagai sarana menuju kedamaian, seperti tujuan Islam itu sendiri. Sekian, semoga bermanfaat. []