• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Emang Kenapa Kalau Sarjana Menjadi Ibu Rumah Tangga? Ini Manfaatnya

Bagi teman-teman sarjana yang sedang menjadi ibu rumah tangga, don’t be sad! Hal-hal baik yang kita dapat semasa kuliah bisa kita tularkan untuk anak-anak.

Lizza Zaen Lizza Zaen
28/06/2021
in Keluarga
0
Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

345
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu ketika saya membaca postingan salah satu teman di facebook, dia seorang perempuan, dia tetangga saya. Postingan tersebut bertuliskan “Percuma sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya hanya menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak dan suami, mending kayak saya, sekolah biasa saja tapi bisa bangun rumah sendiri.”

Saya yakin pemikiran “untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi? toh ujungnya nanti cuman 3M, Macak (dandan), Manak (melahirkan), Masak,” masih lekat di sebagian masyarakat, tidak beda jauh dengan postingan tetangga saya tadi. Postingan tersebut sekilas mengusik hati saya sebagai seorang ibu muda lulusan sarjana, baper iya, tapi saya mampu berpikir jernih dan menghayati kembali apa yang saya dapat mulai dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Saya cukup mengerti, banyak sekali orang yang memiliki pemikiran bahwa sekolah itu untuk mencari kerja demi cuan yang melimpah. Tidak ada yang salah dengan pemikiran tersebut, karena memang kenyataannya mencari kerja pun dibutuhkan kualifikasi pendidikan tertentu dengan mencantumkan ijazah sekolah atau sertifikat pelatihan. Tapi, dibalik sebuah ijazah, banyak proses belajar yang jika direnungi kembali menyadarkan kita bahwa manfaat sekolah itu banyak.

Pertama, bagi saya sebagai ibu muda lulusan sarjana, saya cukup terbantu dengan cicrle pertemanan yang beragam. Selama kuliah, saya memiliki teman dari beragam latar belakang daerah, pendidikan, dan profesi. Kini, semua menjadi ladang infromasi bagi saya ketika saya membutuhkan teman diskusi untuk hal tertentu. Saya punya teman dari jurusan pertanian, peternakan, teknik, hingga kedokteran.

Beruntungnya lagi, teman-teman saya tidak pelit informasi, sehingga saya tidak sungkan bertanya seputar masalah yang sedang saya hadapi. Misalnya ada masalah kesehatan khususnya tentang pandemi, saya bisa bertanya pada teman saya yang anak kedokteran. Pada saat suami saya menjalani isolasi mandiri, saya pun sempat bertanya tips selama isolasi mandiri, sehingga saya bisa mendapat informasi yang valid.

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Mengenal Perbedaan Laki-laki dan Perempuan secara Kodrati

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

Kedua, banyak sekali teman-teman sarjana saya yang juga menjadi ibu rumah tangga. Teman-teman saya ini giat belajar hal-hal yang berhubungan dengan ilmu parenting sehingga saya pun ikut terpacu untuk belajar juga. Di sini tampak bahwa kebiasaan belajar yang dijalani selama di bangku kuliah tidak berhenti sampai wisuda saja, ternyata bisa mengubah pola pikir kita dalam menghadapi tantangan pengasuhan anak.

Ketiga, sebagai orang yang pernah hidup di lingkungan akademik, berhadapan dengan hal-hal ilmiah itu seperti makanan sehari-hari. Kebiasaan ini yang membantu saya untuk lebih kritis menghadapi beragam informasi sampai menghadapi mitos dalam pengasuhan anak. Saya pun berhasil menyelamatkan anak saya dari praktik khitan perempuan dengan berbekal jurnal ilmiah untuk meyakinkan orang tua saya bahwa khitan perempuan tidak ada manfaatnya.

Kemudian, saya terbiasa melakukan kroscek terhadap informasi yang beredar di grup WA ibu-ibu balita desa dan menyelamatkan ibu-ibu yang ada di grup dari informasi hoax, contohnya seperti link bagi-bagi hadiah dari merek sepatu ternama. Tidak lupa juga saya mengingatkan kepada ibu-ibu untuk berhati-hati dalam menerima beragam informasi di internet.

Bagi teman-teman sarjana yang sedang menjadi ibu rumah tangga, don’t be sad! Hal-hal baik yang kita dapat semasa kuliah bisa kita tularkan untuk anak-anak. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, jadi apa yang kita jalani bukan sekedar membesarkan anak, tapi membangun peradaban dan generasi yang gemilang. Tidak ada hal yang sia-sia ketika kita mampu memaknai apa yang kita dapat.

Lalu bagaimana menghadapi kejulidan tetangga? “Ancen duit nggak isok nuku lambe dan pemikiran yang berkualitas,” (Memang uang tidak bisa membeli mulut dan pemikiran yang berkualitas), kata teman saya, Rista Elia Sari menanggapi postingan tetangga saya di atas. Kalimat dari teman saya ini senada dengan  kalimat “You can buy stuff, but you can’t buy class.”

Biarkan saja tetangga nyinyir, karena mereka tidak punya konsep kualitas hidup yang sama dengan kita, karena membangun pola pikir yang berkualitas itu tidak instant, butuh waktu yang lama. Sekolah itu bukan soal membayar SPP, melainkan bagaimana kita menggunakan kesempatan sekolah untuk memperbaiki pola pikir dan perilaku.

Kalau teman-teman ingin merespon nyinyiran tetangga, respon secara baik-baik, misalnya “eh iya, biarpun saya cuman ibu rumah tangga, Insya Allah, saya akan didik anak saya untuk berhati-hati dalam bicara agar tidak mudah menyakiti hati orang lain.” Dari sini sebenarnya kita bisa belajar, bahwa yang paling penting dalam proses sekolah adalah membangun karakter yang lebih baik, memperhalus perasaan agar lebih peka dan berhati-hati dalam bicara.

Di era modern ini, perempuan punya kebebasan untuk menjadi apa saja yang diinginkan. Selagi impian kita tidak merugikan orang lain, maka impian tersebut menjadi sumbangsih yang berarti untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesama perempuan, kita tidak perlu saling menjatuhkan, karena woman support woman hanya sekedar kalimat tak berarti jika sesama kaum perempuan malah sibuk saling merendahkan. []

Tags: emansipasiGenderIbu Bekerjaibu rumah tanggakeadilankeluargaKesetaraanPeran Perempuanperempuan
Lizza Zaen

Lizza Zaen

Ibu-ibu doyan nulis yang tergabung dalam Wadon Dermayu Menulis

Terkait Posts

Najwa Shihab dan Ibrahim

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

26 Mei 2025
Program KB

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

23 Mei 2025
Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID