Mubadalah.id – Fatimah binti al Hasan ibn Ali al Baghdadi al ‘Attar, yang terkenal sebagai Bint al Aqra’, adalah seorang penulis dan kaligrafer ulung pada abad kelima Hijriah (abad ke-11 Masehi). Tidak banyak sumber yang memuat informasi tentang Fatimah binti al Aqra’ secara detail.
Kendati demikian, namanya banyak tersebut di beberapa literatur biografi. Seperti al Muntazham fi Tarikh al Muluk wa al Umam karya Ibn al Jauzi (w. 597 H). Mu’jam al Udaba’ Irsyad al Arib ila Ma’rifat al Adib karya Yaqut al Hamawi (w. 626 H). Al Kamil fi al Tarikh karya Ibn al Atsir (w. 630 H). Siyar A’lam al Nubala karya al Dzahabi (w. 748 H). Al Bidayah wa al Nihayah karya Ibn Katsir (w. 774 H), dan lain sebagainya.
Fatimah binti al Aqra’ terkenal dengan keindahan tulisannya. Hingga banyak orang yang mengagumi kualitas kaligrafinya. Ia mengikuti gaya penulisan Ibn al Bawwab (w. 413 H). Seorang kaligrafer Arab yang terkenal dengan inovasinya dalam menciptakan berbagai gaya dan teknik dalam seni kaligrafi, khususnya dalam gaya naskhi.
Alkisah dalam satu riwayat dari Abu Bakar Muhammad ibn ‘Abd al Baqi al Bazzar, bahwa Fatimah binti al Aqra’ pernah menulis surat kepada ‘Amid al Mulk al Kunduri. Dia adalah Seorang Kepala Menteri Kesultanan Seljuk. Bahkan ia sendiri yang mengantarkan suratnya langsung dengan berjalan menyusuri wilayah pegunungan. Karena perjuangan dan kegigihannya itu, ‘Amid al Mulk al Kunduri memberinya upah sebanyak seribu dinar.
Menjadi Sekretaris Istana
Keindahan tulisan tangan Fatimah binti al Aqra’ tidak hanya memiliki nilai estetis. Tetapi juga memiliki status resmi dan prestisius. Oleh sebab itu, ia mendapat kepercayaan dan menjadi andalan pihak kekhalifahan untuk menjadi sekretaris istana. Di antara tugas penting yang pernah ia lakukan ialah menulis surat perjanjian damai kepada penguasa Romawi atas nama kekhalifahan Abbasiyah.
Tulisan Fatimah binti al Aqra’ juga menjadi perumpamaan sebuah keindahan hingga tersalin banyak orang pada masa itu. Adapun salinan surat Fatimah binti al Aqra’ yang Yaqut al Hamawi sebutkan di dalam Mu’jam al Udaba’ Irsyad al Arib ila Ma’rifat al Adib, adalah sebagai berikut.
Hamba perempuan sang penulis, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku beriman hanya kepada Allah. Aku tunduk kepada keagungan Majelis Tinggi yang adil, didukung, memperoleh kemenangan, ditolong, mulia, berbahagia, kokoh, penolong, agung, luhur, dan berpangkat.
Semoga Allah memuliakan penolong-penolongnya, melipatgandakan kekuatannya sepanjang zaman, dan menjadikan segala urusan tunduk pada kehendaknya. Menjadikan harapan para pemohon tertuju kepada pemberiannya, dan para pencari perlindungan datang ke pintunya.
Tak ada seorang pun melainkan mendapat limpahan kebaikannya, tak ada lisan melainkan mengucap syukur atas karunianya, dan tak ada harapan kecuali yang tertuju kepadanya. Semoga Allah mengaruniakan kepadanya dan keluarganya cita-cita yang tak dapat dijangkau oleh pandangan dan tak dapat dideskripsikan,
hingga panjinya berkibar sejauh perjalanan matahari
dan namanya yang luhur mengungguli cahaya bulan
hingga tanah seisinya dicap dengan segel kekuasaannya
dan perintahnya lebih tajam dari takdir itu sendiri.
Tulisan untuk Majelis Tinggi
Setelah itu, aku telah menulis dalam gulungan ini. Semoga Allah memanjangkan usia Majelis Tinggi dan meneguhkan kekuasaannya. Dengan gaya yang indah dan mengagumkan, sesuatu yang belum pernah didahului oleh para ahli terkemuka dalam bidang ini, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan.
Aku menampilkan keajaiban dari orang yang lemah, dan kesempurnaan dari orang yang kurang. Sebagaimana Qabus bin Washmukir katakan: “Kadang-kadang seorang peminum merasa segar dari sumber air asin, dan suara ringkikan terdengar merdu meskipun berasal dari keledai.”
Aku mencatat dalam tulisan ini untuk Majelis Tinggi. Semoga Allah melipatgandakan kekuatannya sebagai pemimpin menuju jalan kebaikan, dan kekuasaannya sebagai penunjuk yang membimbing kepada kebenaran dan tujuan yang dikehendaki.
Aku tampilkan huruf-huruf dalam bentuk yang terpisah dan tersambung, yang tertutup dan terbuka, dalam bentuk terbaik dan paling indah. Ia tertata dengan rapi, seimbang dalam setiap bagiannya. Lentur dalam lengkungan dan sambungannya. Serasi antara bagian tengah dan ujungnya. Luarnya nampak tenang, namun bagian dalamnya bak debu yang kita hamburkan.
Surat untuk al Sayyid Fakhr al Kufah Abu al Husain
Jika aku ditugaskan untuk suatu kepentingan, maka akan ku penuhi melebihi segala rancangan dalam urusan ini, baik yang telah lama maupun yang terkini. Dengan itu, aku berharap mendapat perhatian baik berkat pujian dan perlindungannya.
Semoga Allah mendengar setiap doa yang dipanjatkan oleh sang penulis dan orang-orang yang bergantung kepadanya. Baik itu bayi dan anak-anak, orang mulia maupun biasa, lansia yang berdoa, serta budak yang setia, karena ia telah mengenali tempat pengabdian dan keahliannya. Semoga Allah tidak mencabut naungan rahmat-Nya darinya dan dari seluruh makhluk.
Berbagai anugerah bertubi-tubi datang kepadanya, melalui tangan seorang syekh yang mulia, al Sayyid Fakhr al Kufah Abu al Husain. Semoga Allah senantiasa mengukuhkannya. Ia telah menganugerahkan kepadaku sesuatu yang tidak dapat diungkapkan oleh lidah orang yang berucap, dan tak dapat ditunaikan oleh rasa syukur orang yang berterima kasih.
Jika ia berkenan memberikan perhatian sejenak terhadap pengabdian yang telah kupersembahkan dan berbuat baik karenanya meski hanya sekilas pandang, maka aku telah mencapai keberuntungan dan meraih harapan. Pandangannya yang luhur adalah saat di mana ia mengabulkan permohonanku dan menetapkanku di antara mereka yang dilimpahi kebaikan. Termasuk para sastrawan, para pengiring, pelayan, dan hamba. Semoga keagungan dan kehormatannya tetap lestari dengan kehendak Allah Ta’ala.
Hidup di Masa Beberapa Khalifah
Dalam surat di atas, Fatimah binti al Aqra’ menyebutkan nama al Sayyid Fakhr al Kufah Abu al Husain. Dia merupakan seorang menteri Dinasti Buwaihi. Kita ketahui bahwa Fakhr al Kufah menaruh perhatian terhadap sastra. Ia juga menulis sebuah buku tentang biografi para penyair, serta memiliki beberapa syair yang indah.
Ketika Fakhr al Kufah wafat, al Qaim bi Amrillah yang saat itu menjadi khalifah Abbasiyah mengeluarkan tanda tangan dalam sebuah dokumen resmi. Dokumen tersebut tertulis oleh sekretaris istana sebagai bentuk penghormatan. Yaqut al Hamawi menuliskan dalam catatan kaki biografi Fakhr al Kufah, bahwa sekretaris istana yang ia maksud adalah Fatimah binti al Aqra’.
Jika kita telusuri, masa hidup Bint al Aqra’ setidaknya mencakup pemerintahan beberapa khalifah Abbasiyah. Antara lain al Qadir Billah (991-1031 M / 381-422 H). Al Qaim bi Amrillah (1031-1075 M / 422-467 H), dan al Muqtadi bi Amrillah (1075-1094 M / 467-487 H), yang berpusat di Baghdad, Irak.
Pada masa itu, kekhalifahan Abbasiyah berada dalam situasi politik yang kompleks, dengan pengaruh besar dari Dinasti Buwaihi (di awal abad ke-11). Selain itu Dinasti Seljuk, yang mengendalikan urusan pemerintahan meskipun khalifah tetap menjadi simbol kekuasaan Islam.
Meriwayatkan Hadis
Selain keahliannya dalam bidang sastra dan kaligrafi, Fatimah binti al Aqra’ juga meriwayatkan hadis. Ia menjadi sumber riwayat bagi Abu al Qasim al Samarqandi, Qadhi al Maristan, Abd al Wahhab al Anmati, dan Abu Sa’d al Baghdadi. Satu-satunya riwayat yang tersebutkan Yaqut al Hamawi adalah sebagai berikut:
“Dari Abu al Barakat Abd al Wahhab ibn al Mubarak ibn Ahmad al Hafizh dengan bacaanku kepadanya. Dari Fatimah binti al Hasan ibn Ali al ‘Attar, dari Abu Umar Abd al Wahid ibn Muhammad ibn Abdillah ibn Mahdi al Farisi, dari Abu Abdillah al Husain ibn Ismail al Mahamili, dari Abu Hisyam al Rifa’i, dari Ibn Fudhail, dari al A’masy, dari Abd al Aziz ibn Rafi’, dari Tamim ibn Tharfah, dari ‘Ady ibn Hatim r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِيْنٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيَأْتِ الَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِيْنِهِ
Barang siapa yang bersumpah dengan suatu sumpah, kemudian melihat sesuatu yang lebih baik darinya, maka hendaklah ia melakukan yang lebih baik dan membayar kafarat atas sumpahnya.”
Muslimah Teladan
Fatimah binti al Aqra’ merupakan representasi sosok perempuan muslimah yang berpendidikan dan ahli di bidangnya. Ia mencerminkan perempuan teladan yang mampu memberikan kemaslahatan di ruang publik. Dia mendedikasikan diri dalam mengabdi untuk negeri. Selain itu juga setia kepada perintah ‘makruf’ khalifah. Kepiawaiannya dalam menulis dan bersastra membawanya kepada kedudukan yang tinggi di istana kekhalifahan.
Meski demikian, aktivitasnya di lingkungan istana tidak melalaikan diri untuk tetap mempelajari ilmu agama dan meriwayatkan hadis. Bahkan ia menjadi sumber riwayat bagi beberapa ulama perawi yang lain. Sebagaimana telah saya sebutkan di atas.
Nama Fatimah binti al Aqra’ menjadi kebanggaan kekhalifahan Islam. Perempuan Irak itu meninggalkan jejak yang jelas dalam sejarah sastra Arab dan Islam. Ia wafat pada hari Rabu, 21 Muharram 480 H (1087 M) dan dimakamkan di Bab Abraz (Beybers), Baghdad, Irak. []