• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Film Rumput Tetangga, Menggambarkan Kebiasaan Julid Kita Kepada Ibu Rumah Tangga

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
05/02/2020
in Keluarga
1
Rumah Tangga, Keluarga

(foto diambil dari google). Potret keluarga Kirana dalam Film "Rumput Tetangga".

114
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sudah kah anda menonton film Rumput Tetangga? Jika belum silahkan cek di youtube, dan kalau sudah, selamat mungkin sedikitnya anda telah sadar bahwa selama ini kita sering merendahkan perempuan yang memilih jadi Ibu Rumah Tangga (IRT).

Ya, film rumput tetangga adalah film drama keluarga Indonesia tahun 2019 yang dibintangi oleh Titi Kamal, Donita, Tora Sudiro, Raffi Ahmad dan Gading Marten. Film yang dirilis di bioskop Indonesia pada Kamis 18 April 2019 ini, menceritakan kehidupan keluarga antara Kirana (Titi Kamal) dan Ben (Raffi Ahmad) serta dua anaknya bernama Daffa dan Windy. Tapi, maaf saya lupa nama asli kedua pemeran anak tersebut.

Yang jelas, film tersebut menceritakan kisah Kirana sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai keinginan besar untuk menjadi perempuan yang sukses di wilayah publik. Tentu ini tidak salah, mengingat setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai dorongan masing-masing untuk menjadi manusia yang sukses.

Tetapi, dalam hal ini Kirana yang sudah bertahun-tahun memilih fokus menjadi ibu rumah tangga, mendapatkan ejekan-ejekan yang cukup menyakitkan bagi dia. Sehingga dia berpikir menjadi IRT itu terlihat tidak keren dan rendahan.

Jelas  saya tidak setuju, karena pekerjaan  apapun yang mendatangkan manfaat,  baik urusan rumah tangga maupun yang lainnya, ia tetap mulia dan orang yang mengerjakannya mendapatkan apresiasi, yaitu pahala dari Allah.

Baca Juga:

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

Komunikasi Empati dalam Film Aku Jati Aku Asperger

Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

Penyalahgunaan Otoritas Agama dalam Film dan Drama

Salah satu adegan yang mendorong Kirana merasa menjadi perempuan gagal adalah, ketika Kirana tengah mengantarkan kedua anaknya sekolah. Kirana bertemu dengan sahabat lamanya sewaktu SMA, dia bernama Siska, waktu itu Siska tengah diundang menjadi pembicara di SD, tempat di mana anak-anak Kirana sekolah.

Dalam kesempatan tersebut Siska mengatakan bahwa “ saya senang berbagi dengan anak-anak, karena kita harus terus memberi tahu anak-anak, terutama anak-anak perempuan jangan hanya puas menjadi ibu rumah tangga, karena kita punya kesempatan yang sama dengan laki-laki”.

Selain itu, Siska juga menceritakan kepada Kirana bahwa teman-teman perempuan sewaktu  SMA nya, banyak yang sudah sukses dengan bisnis dan pekerjaan kantornya. Pada intinya, kategori sukses menurut Siska ialah seseorang yang bisa bekerja di ruang publik dan menghasilkan banyak uang. Pertemuan tersebut tentu saja membuat Kirana galau dan sedikit malu.

Tidak cukup dengan itu, kepala sekolah Daffa dan Windi juga memanggilnya untuk memberi tahu perkembangan anak-anak Kirana di sekolah. Tanpa basa-basi, Kirana dihujani banyak sekali pertanyaan oleh ibu kepala sekolah karena dari hari ke hari nilai pelajaran Daffa dan Windi menurun.

Bagian ini yang membuat saya sesak ketika menonton film rumput tetangga. Kira-kira begini isi percakapan antara ibu Nunung sebagai kepala sekolah dan Kirana

Ibu Nunung; “nilai anak-anak ibu kok terus menurun, memangnya ada masalah apa di rumah, ibu bertengkar dengan suami, mau cerai, atau ada perempuan ketiga, atau ibu yang selingkuh, jadi ibu pelakor dong?. Peran sekolah itu penting, tapi yang lebih penting adalah peran ibu mengawasi anak-anak belajar di rumah. Apalagi ibu enggak kerja.”

Kirana sontak menjawab, “saya kerja kok bu, ngurus rumah tangga.”

Ibu Nunung membalas, “emang digaji, enggak kan?, Jadi masih banyak waktu ibu untuk mengawasi anak-anak belajar dengan ketat, perempuan jangan hanya pakai celana saja yang ketat, perempuan harus kerja keras mengurus anak dan suami.”

Walaupun percakapan tersebut diakhiri dengan kata “maaf, ini hanya bercanda.” Tetapi, hal itu cukup membuat hati Kirana galau dan merasa rendah. Bagaimana tidak, dia merasa telah menjadi perempuan gagal. Masyarakat di sekitarnya terus menganggap pilihannya menikah setelah lulus kuliah adalah pilihan yang salah.

Lingkungan kita, memang begitu kawan-kawan. Kita senantiasa julid pada pilihan perempuan. Perempuan menjadi ibu rumah tangga, salah. “Loh kok sekolah tinggi, ujung-ujungnya ngurus keluarga, kalau gitu gak usah sekolah, langsung nikah aja.”

Kemudian, jika ada perempuan yang meneruskan pendidikannya, lalu setelah menikah tetap bekerja, ini juga salah, “perempuan sekolah terus, perempuan kok kerja, cari nafkah kan tugasnya laki-laki.” Allahu Akbar!. Rasanya saya ingin bertanya kepada mereka “ Beb, kamu tuh mau nya apa sih?, Repot sekali!.

Dari pada kita menghabiskan waktu untuk julid kepada perempuan dengan pilihan-pilihannya, lebih baik kita saling mensupport satu sama lain. Bukankah bekerja itu baik bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Karena bekerja juga salah satu perintah Allah, yang diperintahkan bukan hanya laki-laki saja, tetapi perempuan juga. Lalu, jenis pekerjaannya apa?. Apa saja yang penting mendatangkan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan orang-orang di lingkungannya.

Menurut saya bekerja menjadi IRT itu termasuk pilihan yang baik. Karena pelayanan rumah tangga termasuk jihad, sebab dengan begitu dapat mendatangkan pahala bagi siapa saja yang melakukannya, dan bekerja di luar rumah juga merupakan pilihan yang baik.

Tidak perlu menganggap rendah satu dari pada yang lainnya. Setiap pilihan itu pasti ada konsekuensinya masing-masing, tetapi jika mengingat kata Gus Dur, yang terpenting dalam menentukan pilihan adalah, pilihan tersebut ada manfaatnya bagi lingkungan kita.

Tags: Film Rumput TetanggaResensi FilmReview Film
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version